Alena merupakan putri dari pasangan Abimanyu dan Zahra. Abimanyu merupakan pengusaha yang sangat sukses. Kekayaannya tidak main-main. Mungkin sampai tujuh turunan kekayaan itu tidak akan habis.
Alena merupakan anak tunggal. Dia selalu dimanja dan dilimpahi kasih sayang yang berlimpah. Meski begitu tidak membuat Alena menjadi sombong.
Kehidupan Alena berubah seratus delapan puluh derajat semenjak tragedi yang menimpah keluarganya.
Kedua orang tua Alena terbunuh saat mereka sedang merayakan ulang tahun Alena yang ke tujuh belas tahun. Keduanya di tembak di depan matanya.
Alena sendiri berhasil selamat dari kejaran pembunuh, karena loncat kedalam jurang. Beruntung nyawanya masih bisa terselamatkan.
Bagaiamana Alena melanjutkan hidupnya?
Akankah ia berhasil membalas orang yang sudah membunuh kedua orang tuanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nurul Senggrong, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Melamar kerja
Alena mengikuti pelatihan dengan rajin. Bahkan ia sering melewatkan waktu luangnya untuk berlatih. Dengan kegigihannya ia berhasil mendapatkan sabuk kuning dalam waktu singkat.
Tidak mudah berlatih bersama anak dibawah usianya. Tidak sedikit orang yang mengolok bahkan menghinanya.
Apakah Alena peduli?
Tentu saja tidak. Dia tidak memperdulikan semua itu asal masih tahap wajar. Tapi dua teman sekamarnya tidak tinggal diam. Siapa pun yang berani padanya, maka harus harus berurusan dengan mereka.
Seperti saat ini. Alena sedang diganggu oleh beberapa anak seusianya.
"Hai culun, berikan uangmu! " perintah anak itu. Alena memang terlihat culun dengan penampilannya yang sekarang. Tidak akan ada yang menduga jika wanita culun itu sebenarnya memiliki wajah yang sangat cantik.
Alena hanya menatap mereka datar. Tidak ada raut takut sedikitpun di wajahnya.
"Panggil aku Mama, pasti aku berikan, " ucap Alena dengan santai.
"Apa katamu? " ucap gadis itu dengan mata melotot.
"Tadi katanya kan minta uang. Biasanya kan minta uang itu pada mama atau papanya. Karena aku cewek, panggil aku mama. kecuali... pengemis! " Alena menekankan kata yang ada diakhir.
"Breng***! "
Gadis itu langsung mengayunkan tangannya untuk menonjok wajah Alena. Dengan santai Alena menahan tangan tersebut. Rupanya latihan pertahanannya berhasil. Kemudian Alena memelintir tangan itu kebelakang hingga gadis itu berteriak kesakitan.
"Aduh!!! lepaskan tanganku Bren****!
"Aku tekankan sekali lagi. Meski aku hanya sabuk putih, bukan berarti kalian bebas membuliku. Ingat itu!!!! ucap Alena dingin. Kemudian ia pergi dari sana.
Rahma dan juga Vina yang melihat itu langsung tersenyum senang. Keduanya menghampiri si pembully.
"Jangan mentang-mentang pangkat kalian lebih tinggi dari Alena bisa mengganggu nya. Jika kami lihat kalian masih bersikap seperti itu, jangan salahkan kami jika bersikap kasar. Ingat itu! " ancam Rahma.
Tingkatan Rahma memang sudah tinggi. Sebentar lagi ia akan mendapatkan sabuk hitam. Sedangkan anak-anak itu masih sabuk hijau.
Anak itu gemetar karena ketakutan. Siapa yang tidak mengetahui kemampuan Rahma. Melawan sepuluh orang saja dia tidak gentar apalagi melawannya.
Teman-temannya tidak ada yang berani menolongnya. Rahma dan Vina tidak memperdulikan mereka. Setelah memberi ancaman keduanya menyusul Alena yang sudah kembali ke kamar.
Malamnya Alena , Vina dan Rahma menyantap makanan sambil menonton acara di televisi. Selesai makan mereka tidak langsung beranjak, namun melanjutkan menonton.
"Aku mau kerja. Kalian ada saran tidak? " tanya Alena tiba-tiba.
Vina dan Rahma yang sedang asyik menonton serial drama Korea menoleh.
"Mau kerja apa? " tanya Vina ditengah keterkejutannya.
"Apa ajalah yang penting halal."
"Kenapa mau kerja?" kini giliran Rahma yang bertanya.
"Biar dapat duit lah! "jawab Alena enteng.
"Oh... Memangnya kakak kamu nggak kirim?"
Setau mereka Alena sudah yatim piatu namun masih memiliki seorang kakak yang berprofesi sebagai tentara.
"Masih kirim sih. Tapi sekarang Aku sudah besar. Tidak enak rasanya kalau masih harus merepotkannya .Apalagi ada keluarga yang mesti dibiayai."
"Benar juga sih. Memangnya kamu pengennya kerja apaan?"
"Pekerjaan yang sekiranya tidak mengganggu waktu latihan. Tapi yang terutama pekerjaannya harus halal."
"Bagaimana kalau kamu tanya saja sama ibu kantin. Aku kemarin dengar , beliau sedang butuh karyawan baru. Jadi kamu tidak perlu bingung lagi, " ucap Rahma memberi saran.
"Beneran? " tanya Alena dengan mata berbinar.
"Semoga saja masih belum terisi. Besok pagi kamu datangi aja kantin nya, " ucap Rahma memberi saran.
"Baik, Terimakasih," ucap Alena dengan tulus.
"Itulah gunanya teman. Kalau butuh sesuatu tidak perlu sungkan."
Alena merasakan kehangatan yang tak terlukiskan. Ia jadi mengingat kedua sahabatnya yang lain. Entah bagaimana kabar mereka saat ini. Namun ia masih terlalu takut untuk menghubungi mereka.
Keesokan harinya Alena mendatangi pemilik kantin. Namanya Bu Latifah. Orangnya terlihat judes, tapi aslinya baik.
"Assalamu'alaikum, " sapa Alena pada Bu Latifah yang sedang sibuk memasak.
Bu Latifah memang tinggal di kantin bersama sang suami. Mereka memiliki dua orang karyawan yang masih saudara. Keduanya keponakan dari Pak Ahmad.
"Waalaikumsalam... "
"Maaf menggangu waktunya Bu. "
"Ada apa ya? " tanya Bu Latifah setelah meminta sang keponakan untuk melanjutkan pekerjaannya.
"Apa benar ibu berniat mencari karyawan baru? "
"Benar. Apakan ada yang mau bekerja disini? "
"Saya Bu. "
Kedua mata Bu Latifah melotot. Tidak begitu percaya dengan ucapan Alena.
"Kenapa ingin bekerja? " tanya Bu Latifah sambil menatap wajahnya.
"Butuh uang lah Bu, " jawab Alena dengan jujur.
"Buat apa? " pertanyaan itu membuat Alena melongo.
"Buat makan lah. Memangnya kalau beli di kantin ibu nggak butuh uang? " tanya Alena polos.
Bu Latifah merasa malu dengan ucapannya tadi. Kini ia mencoba mengalihkan perhatiannya.
"Kamu yakin kerja disini? "
"Yakin lah. Asal tidak menggangu jadwal latihan. "
"Baiklah. kapan bisa bekerja? "
"Saat ini juga boleh, " jawab Alena dengan semangat. Bu Latihan tersenyum melihat semangat Alena.
"Kalau begitu, tolong kamu bersihkan dulu lantainya. Sebentar lagi para guru mau sarapan. "
"Siap!!! "
Tanpa disuruh dua kali, Alena mengerjakan tugasnya. Pertama ia mengambil peralatan kebersihan dari dalam rumah.
Dia menyapu dan mengepel dengan bersih. Tidak lupa membersihkan meja dan juga kursi
Alena sangat beruntung belajar banyak dari Cahya. Semua pengalaman nya bersama Cahya dan juga Adit, membuat Alena bisa melakukan pekerjaan rumah asal bukan memasak.
Alena selalu membuat kesalahan dalam memasak. Kadang asin, kadang juga gosong . Pernah satu kali hampir membakar dapur. Sejak saat itu Cahya tidak diperbolehkan untuk memasak!
Alena bekerja hanya setengah hari. Setelah makan siang ia harus pulang dan melakukan latihan. Meski begitu Bu Latifah sangat senang dengan hasil kerjanya.