Sadiyah, seorang gadis yatim piatu, terpaksa harus menerima perjodohan dengan cucu dari sahabat kakeknya. Demi mengabulkan permintaan terakhir sahabat kakeknya itu, Sadiyah harus rela mengorbankan masa depannya dengan menikahi pria yang belum pernah ia temui sama sekali.
Kagendra, pengusaha muda yang sukses, terpaksa harus menerima perjodohan dengan cucu dari sahabat kakeknya. Disaat ia sedang menanti kekasih hatinya kembali, dengan terpaksa ia menerima gadis pilihan kakeknya untuk dinikahi.
Setelah pernikahan itu terjadi, Natasha, cinta sejati dari Kagendra kembali untuk menawarkan dan mengembalikan hari-hari bahagia untuk Kagendra.
Apakah Sadiyah harus merelakan pernikahannya dan kembali mengejar cita-citanya yang tertunda? Akankan Kagendra dan Natasha mendapatkan cinta sejati mereka?
Siapa yang akan bersama-sama menemukan cinta sejati? Apakah Sadiyah dan Kagendra? Ataukah Natasha dan Kagendra?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Raira Megumi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
10. Ketahuan
Keesokan harinya, Kagendra mengecek aplikasi chatnya dan menemukan jika pesan yang dikirimkan pada Sadiyah masih centang satu. Ia penasaran kenapa pesannya tidak sampai. Kagendra pun mencoba untuk menelepon gadis itu. Setelah beberapa kali melakukan panggilan, Sadiyah tidak mengangkatnya.
“Dasar perempuan sial*n. Sombong sekali dia tidak mau menerima panggilan dari aku.” gerutu Kagendra.
Kagendra mencoba menghubungi Sadiyah dengan memakai nomer telepon ibunya.
“Bu, Aa pinjam handphonenya dong.” pinta Kagendra.
“Buat apa? Kamu kan juga punya handphone sendiri. Buat apa pinjam segala?” Protes Indriani, ibunya.
“Pelit. Pinjem sebentar Bu.” pinta Kagendra lagi.
“Nih.” Indriani memberikan ponselnya.
“Bukain kuncinya, Bu.” pinta Kagendra dengan nada manja.
“Dasar manja. Kebiasaan.” omel Indriani sambil membukakan ponselnya yang memang sengaja ia kunci agar tidak sembarangan orang lain membuka ponselnya.
“Nih…” Indriani memberikan ponselnya yang sudah tidak terkunci pada Kagendra.
“Makasih, Bu.” ucap Kagendra sambil mencium pipi ibunya.
“Ih….” Indriani melap pipinya yang basah karena ciuman dari putra sulungnya itu.
Kagendra mengetikkan nomer Sadiyah di ponsel ibunya dan tidak salah lagi terpampang nama Iyah Menantuku setelah Kagendra memijit nomer telepon Sadiyah. Kagendra tersenyum licik mengetahui ternyata gadis yang dengan tidak sopannya memblok nomernya itu ternyata gadis yang akan dijodohkan dengannya.
Setelah menunggu tidak lama, terdengar suara seorang gadis di ujung telepon.
“Halo…”
Kagendra tidak membalas sapaan Sadiyah.
“Halo…Assalamu’alaikum, Bu”
Terdengar Sadiyah mengucapkan salam kembali.
“Halo, Bu”
Kagendra masih terdiam, tidak berucap sepatah katapun.
“Halo…ada apa Ibu menelepon Iyah?” tanya gadis itu.
Klik
Kagendra mematikan sambungan teleponnya.
“Dasar perempuan tidak sopan. Beraninya memblok nomer calon suaminya sendiri. Lihat saja nanti, hukuman apa yang akan aku berikan.” gumam Kagendra.
Sadiyah mendengar sambungan teleponnya dimatikan sepihak.
“Kenapa Bu Indriani menelepon Iyah tapi tidak bersuara. Apa tidak sengaja menelpon Iyah. Ah sudahlah, besok juga ketemu.” pikir Sadiyah.
****************
Pagi ini, keluarga Sadiyah sudah sibuk mempersiapkan jamuan untuk keluarga Pak Musa yang akan datang untuk melamar Sadiyah siang nanti selepas waktu dzuhur.
“Neng, ikut Bibi ke salon yuk.” ajak Rostita pada Sadiyah.
“Mau ngapain ke salon, Bi?” tanya Sadiyah heran.
“Yah biar muka kamu kinclong. Kan nanti kamu mau ketemu sama calon suami kamu buat pertama kalinya.” jawab Rostita.
“Ah, gak usah berlebihan. Biar saja apa adanya.” tolak Sadiyah.
“Eh, kamu mah, kan biar calon suami kamu seneng melihat wajah kamu yang kinclong atuh Neng.” bujuk Rostita.
“Ah, biarin aja lah, Bi. Kalau dia gak suka malah itu lebih baik. Kali aja perjodohannya bakalan batal. Iyah bakalan seneng kalau calon jodohnya Iyah itu gak suka sama Iyah.” ujar Sadiyah asal.
“Huss, kamu tuh kalau ngomong suka sembarangan aja Neng.” Rostita menjawil pipi Sadiyah gemas.
“Sakit, Bi Itaaaa…..” pekik Sadiyah.
Rostita tertawa melihat keponakan kesayangannya itu kesakitan.
“Neng, coba tanya ke Mak Isah, sayurnya sudah mateng belum.” suruh Rostita.
“Siap, Bi.” Sadiyah berlalu menuju dapur untuk mengecek pekerjaan para asisten rumah tangga yang memang membantu Rostita sehari-harinya.
“Mak Isah, sayurnya beres?” tanya Sadiyah pada ART paling senior yang sudah bekerja di keluarga Kartasasmita sejak Sadiyah belum lahir.
“Beres, Neng.” jawab Mak Isah.
“Boleh minta satu mangkuk gak Mak? Iyah laper nih.” Sadiyah mengambil mangkok untuk wadah sayur yang akan dicicipinya.
“Masakah Mak Isah emang the best deh.” Sadiyah menghabiskan sayur yang diambilnya hingga tandas.
Mak Isah menitikkan air matanya melihat gadis yang dia asuh sejak masih bayi akan dilamar oleh seseorang. Setiap Mak Isah melihat wajah Sadiyah yang polos, selalu saja air mata menetes dari mata tuanya. Mak Isah menyaksikan Sadiyah lahir, tumbuh bersama dengan orangtua yang saling menyayangi, hingga gadis kecilnya itu kehilangan kedua orangtuanya dalam waktu bersamaan.
“Semoga Neng Iyah mendapatkan kebahagiannya bersama suami dan anak-anaknya kelak.” do’a Mak Isah.
“Mak, Iyah minta lagi sayurnya.” pinta Sadiyah sambil menyorongkan mangkok yang sudah kosong pada Mak Isah.
Mak Isah segera menyusut air mata yang tadi menetes.
“Neng Iyah teh lapar apa doyan sih?” tanya Mak Isah.
“Dua-duanya, Mak.” kekeh Sadiyah.
*************
semangat