NovelToon NovelToon
Dunia Itu Sempit

Dunia Itu Sempit

Status: tamat
Genre:Tamat / Dokter Genius
Popularitas:163.4k
Nilai: 5
Nama Author: Windersone

Lima tahun lalu mereka menikah, lima tahun lalu mereka juga bercerai. Divi Taslim, pria itu tidak tahu ibunya telah menekan istrinya–Shanum Azizah meninggalkannya. Kepergian wanita itu meninggalkan luka di hati Divi.

Ternyata, dunia begitu sempit, mereka kembali bertemu setelah lima tahun lamanya. Bukan hanya sekedar bertemu, mereka partner kerja di salah satu rumah sakit.

Bagaimana ceritanya? Mari ke DIS!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Windersone, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pacar Mama?

💐💐💐

Shanum berdiri di sisi kanan ranjang rumah sakit yang ditiduri Divi, di mana pria yang belum sadarkan diri itu tengah diperiksa oleh Bian. Kepala Shanum sedikit miring ke kanan,  memperhatikan Bian melakukan tugasnya. 

“Dokter Divi hanya kelelahan. Mengapa kamu tidak menghubungi saya untuk menangani operasi itu? Jika Dokter Divi begini sebelum operasi selesai, itu berakibat fatal,” ucap Bian. 

“Saya juga tidak tau kalau dokter yang menangani operasi itu adalah Dokter Divi.”

“Dokter Divi kebetulan datang saat penyakit pasien kambuh. Karena tidak ada dokter di rumah sakit, kami sedikit mendesaknya, Dokter Divi juga tidak bisa diam dan mengambil alih penanganan terhadap pasien itu.” Talita menceritakan penyebab Divi menangani pasien di meja operasi tadi sambil berjalan masuk menghampiri mereka setelah mendengar mereka berbicara dari pintu kamar itu tadi. 

“Baiklah. Kalian bisa beristirahat, ini juga sudah waktunya kalian pulang. Suster Shanum, aku akan mengantarmu,” kata Bian. 

Sejenak Shanum hening dan mengarahkan pandangan kepada Talita yang terdengar menggodanya. 

“Tidak perlu, Dokter Bian. Saya sudah menghubungi teman saya, dia yang akan jemput.”

Shanum merasa tidak enak pulang bersama Bian, rumor mengenai mereka juga ditakuti Shanum berkembang terlalu jauh dan sebenarnya membuatnya tidak nyaman. 

“Baiklah. Kalau begitu, saya duluan,” pamit Bian, tampak sedikit kecewa. 

“Seharusnya kamu pulang bersama dokter Bian, kesempatan buat berduaan dengannya. Bodoh sekali kamu Shanum,” celetuk Talita dengan suara kecil. 

“Biarin,” balas Shanum dengan santai. 

Talita memajukan bibir dengan wajah kesal dan meninggalkan kamar itu. 

Setelah kepergian teman satu profesinya itu, Shanum menghela napas lega.

“Kenapa tidak pergi bersamanya?” tanya Divi, ternyata sudah bangun dari beberapa menit yang lalu dan berpura-pura terlihat masih tidur dalam pejaman matanya. 

Shanum menoleh ke sisi kanan, ke arah Divi yang hendak beralih duduk dari baringannya. Shanum bergegas membantunya dan setelah itu menarik bangku di sudut ruangan, menaruhnya di samping ranjang Divi dan duduk di sana. 

“Bukan urusanmu. Untung saja kamu pingsan setelah operasi selesai, kalau tidak … pesien itu bisa meregang nyawa,” kata Shanum dengan nada kesal. 

“Aku bukan dokter amatir, aku sudah ahli dan tau waktu yang tepat untuk pingsan,” canda Divi. 

Shanum tersenyum ringan mendengar candaan Divi sambil memperhatikan selang infus. Bibir pria itu ikut tersenyum menyadari Shanum tersenyum karenanya. 

“Shanum!” seru Anggika dari pintu kamar yang baru dibuka. 

Sejenak Shanum terdiam, sedikit kaget dengan keberadaan temannya itu karena belum menyuruh Anggika menjemputnya. Sepertinya, perkataannya tadi jadi kenyataan. 

“Mama …!” seru Denis yang baru muncul di hadapan Anggika sambil melambaikan tangan. 

“Denis,” kata Shanum, bertambah kaget. 

Bocah laki-laki yang memiliki wajah tampan seperti blasteran China itu menghampiri Shanum, memeluk sang ibu dengan penuh kerinduan. Pekerjaan membuat mereka jarang menghabiskan waktu bersama.

“Ini sudah malam, Nak. Kenapa belum tidur?” tanya Shanum sambil melepaskan pelukan Denis dan mencubit lembut kedua pipi anak itu. 

“Dia bangun dan langsung menanyakanmu. Dia memaksaku mengantarkannya ke sini. Pekerjaanmu sudah beres? Kita pulang. Let's go!” Anggika berjalan keluar dari kamar itu. 

“Aku pulang dulu,” ucap Shanum sambil berdiri dan menggendong Denis. 

Bocah laki-laki itu tersenyum dan melambaikan tangan ke arah Divi tanpa sepengetahuan Shanum karena pandangan wanita itu mengarah ke depan. Divi membalasnya dengan senyuman dan lambaian tangan yang sama. 

Setelah pintu kamarnya ditutup, Divi memperhatikan tangannya yang masih melambai lambai dan memusnahkan senyuman secara spontan sambil menurunkan tangannya ke kasur.

“Lima tahun aku berusaha menatap perasaan yang hancur, dia malah menata rumah tangga bersama pria lain,” kata Divi dengan kesal. 

***

Denis memainkan mainan pesawat terbangnya di atas kasur yang ditidurinya bersama Shanum, bocah itu sibuk main sendiri ketika Shanum tengah memasak di dapur untuk sarapan pagi mereka. Tidak hanya untuk mereka, Shanum juga kepikiran membuat makanan untuk Divi mengingat pria itu sakit. 

Ponsel Shanum yang ada di atas meja di samping kasur berdering, menarik perhatian Denis. Anak itu merangkak menghampiri meja, mengambilnya, dan menjawab sambungan telepon. 

“Halo? Mama lagi masak. Ini siapa?” tanya Denis yang belum tahu lancar cara membaca nama Divi yang ada di layar ponsel. 

“Om semalam. Masih ingat?” tanya Divi, tersenyum senang. 

“Ohh … iya. Pacar Mama? Mama lagi masak Om.”

“Pacar?” Divi mengernyit bingung.

“Yang semalam, kan? Di rumah sakit.”

“Iya. Ini Denis?” tanya Divi dengan ragu, mengingat Shanum memanggil anak itu dengan nama itu semalam. 

“Iya.”

Divi malah mengajak bocah itu berbicara, bercanda kecil yang membuat Denis tertawa ringan mendengar lelucon yang keluar dari mulut Divi. Candaan itu dilontarkan untuk menghibur anak tersebut, sekaligus mengisi dan membuang rasa bosannya. 

Setelah memasak, Shanum ke kamar untuk mengajak Denis sarapan. Wanita itu kaget dan penasaran setelah membuka pintu, melihat sang anak tertawa dengan ponselnya yang menempel di telinga kanan Denis. Shanum mendekati Denis, mendengar jelas suara Divi yang sangat dikenalinya. 

“Ini, Mama.” Denis memberikan ponsel di tangannya kepada Shanum. 

“Halo?” Shanum bersuara. 

“Mama. Om dokter bilang Mama suka cubit pipi Om dokter, ya …?” goda Denis. 

Suara tawa Divi terdengar dari ponsel, sedangkan Shanum terperangah kaget mendengar perkataan anaknya itu. Shanum langsung memutar memori mengingat dirinya sering mencubit pipi Divi ketika mereka masih suami-istri. 

Shanum memutuskan sambungan telepon dengan kesal sambil menatap Denis yang juga tertawa. 

“Om dokter pacar Mama, kan?” tanya Denis. 

“Denis ….”

Bocah itu menuruni kasur dan berlari keluar dari kamar. Shanum duduk dengan wajah kesal yang perlahan memudar, memunculkan senyuman ringan mengingat Divi dan Denis berkomunikasi dalam keceriaan. Rasa bersalah malah singgah di hati Shanum karena masih menyembunyikan identitas Denis dari Divi yang merupakan anak kandung mantan suaminya itu. 

Senyuman itu tidak bertahan lama, Shanum terngiang perkataan Medina yang membuatnya berpikir mengundurkan diri dari rumah sakit Garda Teaslime.

***

Shanum berjalan memasuki rumah sakit Garda Teaslime sambil menjinjing hand bag di tangan kanannya dan tangan kiri menggenggam sebuah amplop putih berisikan surat pengunduran dirinya dari rumah sakit itu demi menghindari interaksi antara dirinya dan Divi. 

Wanita itu sudah tidak berseragam kerja seperti biasanya, penampilannya sedikit menarik perhatian beberapa karyawan rumah sakit karena berada dalam setelan kasual. Tatapan mereka diabaikan Shanum dan membalas mereka dengan senyuman dalam kepercayaan berjalan menuju ruangan HRD rumah sakit untuk memberikan surat pengunduran itu. 

Namun, sebelum sampai di ruangan HRD, tidak sengaja Shanum ditabrak oleh Atte, teman dekat Divi. Insiden tabrakan itu membuat amplop di tangan kiri Shanum terjatuh, begitupun dengan amplop pemeriksaan yang ada di tangan Atte. Mereka merendahkan tubuh, sama-sama mengutip amplop itu.

"Maaf," ucap Atte dengan senyuman dan dahi pria itu mulai mengerut, mengingat wajah Shanum sedikit familiar di ingatannya.

Sejenak Shanum diam menatap ekspresi Atte yang membuatnya sedikit bingung. 

"Tidak apa-apa," balas Shanum dan menganggukkan sedikit kepalanya, lalu melanjutkan perjalanannya menuju ruangan HRD berada. 

1
Esther Lestari
sudah end thor ?
gk ada bonchap gitu😁.
terima kasih utk cerita indah nya thor
Amie Layli
kok udah selesai thor,padahal ceritanya menarik
Amie Layli
ceritanya menarik
Esther Lestari
ternyata Indah dalang semua nya. apakah karena Indah menyukai Divi
Mariyam Iyam
mahen kenapa ???
Suherni 123
Irt nya tuh jadi saksi
Esther Lestari
pasti ada salah paham ini.
Divi pergi dgn Indah utk membelikan perhiasaan Shanum, sedangkan Shanum mengira Divi membelikan Indah. menurutku begitu😁.

lha Divi gk jujur ngomong sama Shanum kalau mau pergi sama Indah, ya pastilah Shanum cemburu
Esther Lestari
kenapa Indah tinggal di rumah Divi ?
wajarlah kalau Shanum cemburu & curiga sama Indah, apalagi skrg rahim Shanum sdh diangkat
Esther Lestari
kenapa dgn kondisi fisik Shanum ?
Esther Lestari
hukum Milka seberat2 nya
Esther Lestari
Milka gila.
apa yg ada dipikiran Divi
Esther Lestari
pasti ulah Medina. Shanum segera lapor polisi jangan terbuai dgn omongan Nesia
Esther Lestari
Nesia ketahuan sudah niatmu, hati2 Shanum.

Divi ketahuan lagi, jangan salahkan Shanum kalau cemburu
Esther Lestari
gemes sama Divi, kurang tegas sama Neisa
Mulyana Jalal
bagus
Esther Lestari
rekam obrolan kalian Mahen.
Nesia manusia ular itu penyebab semua nya
Mariyam Iyam
kaya senetron
Esther Lestari
Divi jangan percaya begitu saja, jangan mengulang kejadian masa lalu yg membuat kamu perpisah dengan Shanum.
Rina Nurvitasari
semoga ada yg membela shanum dan ada yg liat kejahatan'ya si nesia biar masuk penjara
Yanti Amancik
di tinggal shanum lagi baru tahu rasa kamu
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!