Love You More, Husband

Tubuh ramping Milea terlihat sempurna dalam balutan kebaya putih tulang dengan sebuah kerudung tipis yang menutupi kepalanya. Riasan natural dari seorang MUA terkenal menyempurnakan kecantikan alaminya. Pun dengan Rafael yang juga tampil gagah dengan jas berwarna serupa, memantulkan wajah tampannya yang tetap terlihat datar siang itu. Ya, mereka sepakat menggelar ijab kabul yang dihadiri orang terdekat dan para tetangga. Baik keluarga Hutama ataupun Ibrahim sama-sama belum menentukan kapan resepsi akan digelar nantinya. Yang penting anak-anak mereka segera menikah dan tidak menimbulkan fitnah jika nanti terjadi sesuatu yang tak diinginkan pada diri Milea.

"Saya terima nikah dan kawinnya Milea Ibrahim binti Ken Ibrahim dengan mas kawin 100 gram emas dibayar tunai." ucap Rafael amat lancar sambil mengenggam tangan Ken ibrahim kuat. Sungguh saat itu dia amat gugup meski tak mencintai orang yang dinikahinya saat ini. Tapi pernikahan bagi seorang Rafael adalah sesuatu yang sakral, apalagi dirinya sama sekali tak punya banyak waktu atau persiapan untuk menyambut hari bersejarah dalam hidupnya itu. Akan halnya Milea, gadis itu lebih banyak menundukkan kepalanya entah memikirkan apa.

"Bagaimana saksi..sah??"

"Sah!!" jawab para undangan serempak. Sudut bibir Rafael terangkat, pun saat Milea meraih tangan kanannya lalu menciumnya, takzim. Rafael mencium kening wanita yang sudah menjadi istrinya itu sekilas lalu segera memperbaiki cara duduknya.

Acara ijab kabul sudah usai, Ken ibrahim segara berdiri mempersilahkan para tamunya untuk menikmati jamuannya. Banyak kasak-kusuk terdengar karena pernikahan dadakan itu, tapi saat para tetangga mendengar jika yang menikahi Milea adalah milyarder yang kaya raya, seketika mereka lebih banyak diam. Cemoohan mereka berbalik jadi pujian dan decakan kagum. Beberapa dari mereka malah berdoa secara terang-terangan agar anak-anaknya mendapatkan jodoh seperti Milea.

Rafa menuntun Milea yang kesulitan berjalan karena kebaya yang dipakainya untuk menuju pintu, bersalaman dengan para tamu yang hendak pulang dari rumah besar keluarga Ibrahim itu. Tak ada ekspresi sedih atau cemberut yang terukir diwajah pengantin baru itu, seperti sebuah perjanjian tak tertulis diantara mereka untuk menghormati acara sakral itu meski tak bertegur sapa sedikitpun. Ya, Milea memilih banyak diam hingga acara usai.

"Boleh saya bicara tuan Ibrahim?" Ken seketika menoleh dan mendapati Rafael berdiri tegak disampingnya dengan gestur tubuh yang terlihat sopan.

"Sekarang aku papamu Raf." balas Ken lembut. Dalam hati dia harus mengakui ketampanan menantunya itu.

"Ohh...ehmm...papa." ralat Rafa kemudian sambil menangkupkan kedua tangannya didepan dada.

"Apa yang ingin kau bicarakan?" Ken memberi isyarat agar mereka duduk di kursi yang digunakan para tamu tadi.

"Saya akan mengajak Milea ke rumah malam nanti." Ken terdiam, semuanya terjadi begitu tiba-tiba. Tentu sebagai orang tua, berat rasanya berpisah dari putrinya. Dulu istrinya, sekarang putrinya juga ikut pergi. Alangkah sepinya kehidupan Ken nantinya. Membayangkan menikmati hari tua sendirian saja sudah membuatnya miris.

"Apa kau tak kerasan di rumah papa?" Pertanyaaan yang bahkan tak sanggup dia ucapkan secara baik-baik saja. Jika seluruh anaknya pergi, lalu apa artinya seluruh kerja kerasnya selama ini? membangun rumah besar, mencari banyak uang juga membesarkan mereka jika dihari tua dia tetap kesepian.

"Bukan itu maksud saya, pa." tukas Rafa jadi tak enak hati mendengar perkataan mertuanya. Ken yang melihatnya menjadi terbahak hingga Rafa kebingungan karenanya. Ken menepuk bahu menantunya.

"Bawalah Milly kemanapun kau pergi karena sekarang dia adalah tanggung jawabmu. Jagalah dia seperti kami menjaganya, bahagiakan Milly seperti kami membahagiakannya. Aku titipkan Milly padamu Rafael." Rafa kembali mengangguk.

"Kau masih disini? kenapa tak menyusul Milly ke atas?" Leon tiba-tiba sudah berada disamping mereka.

"ke atas?" ulang Rafa lagi-lagi dia baru menyadari jika istrinya memang sudah tak ada di sampingnya. Mungkin karena dirinya yang terlalu fokus minta ijin tadi.

"Ya, pergilah ke kamarnya. Nomer dua dari kiri . Kau harus istirahat walau sebentar." Leon menunjukkan kamar adiknya agar Rafa bisa kesana. Sedikit rikuh dia menolak.

"Tapi aku..."

"Cepatlah atau kuseret kau tuan muda Hutama," Ancam leon berkelakar sambil menyeret sahabatnya itu menaiki tangga.

"Lee..sudahlah, aku bisa jalan sendiri." protes Elang kesal. Tapi bukanya berhenti, Leon malah makin memaksanya hingga Rafa menyerah dan mengikutnya.