Sebuah permintaan mengejutkan dari Maria, mama Paramitha yang sedang sakit untuk menikahi Elang, kakak kandungnya yang tinggal di London membuat keduanya menjerit histeris. Bagaimana bisa seorang ibu menyuruh sesama saudara untuk menikah? padahal ini bukan jaman nabi Adam dan Hawa yang terpaksa menikahkan anak-anak kandung mereka karena tidak ada jodoh yang lain. Apa yang bisa kakak beradik itu dilakukan jika Abimanyu, sang papa juga mendukung penuh kemauan istrinya? Siapa juga yang harus dipercaya oleh Mitha tentang statusnya? kedua orang tuanya ataukah Elang yang selalu mengatakan jika dirinya adalah anak haram.
Mampukah Elang dan Mitha bertahan dalam pernikahan untuk mewujudkan bayangan dan angan-angan kedua orang tuanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sushanty areta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Diusir
Satu jam mondar mandir di depan ruang operasi tak ayal membuat kaki Mitha capek juga. Berbanding terbalik dengannya, Elang tampak duduk anteng dikursi rumah sakit yang di dudukinya. Hanya tangannya yang saling meremat karena tegang. Harusnya sang mama sudah selesai dioperasi beberapa menit lalu, tapi kenapa hingga sekarang mereka belum juga membuka pintu?
"Papa!!" teriak kecil Mitha saat Abi berjalan mendekat diikuti Bian, sekretarisnya.
"Bagaimana operasi mama kalian?"
" Belum ada kabar pa." balas Elang lirih. Mitha memilih duduk saat sang papa juga duduk disamping Elang.
"Bagaimana meetingnya pa? lancar?" Abi hanya menarik nafas panjang mendengar pertanyaan putranya itu. Bagaimana dia bisa meeting dengan lancar bila pikirannya masih terus fokus pada Maria. Belahan jiwanya.
"Untung saja mr. Roy mau mengerti keadaan papa. Meetingnya berhasil. Tapi untuk beberapa hari kedepan papa mau fokus pada mamamu dulu. Apa kau keberatan untuk menggantikan papa untuk beberapa waktu?"
"Tidak. Lagipula aku akan jenuh bila terus berada di rumah." Elang melirik tidak suka pada Mitha yang malah menyandarkan tubuhnya pada sang papa. Gadis itu terlihat sangat manja pada Abi. Pintu kamar operasi terbuka saat Elang hendak memperingatkan Mitha. Otomatis fokusnya beralih kesana. Namun Abi bergerak lebih cepat dari pada mereka semua.
"Bagaimana istri saya dok?"
"Operasinya lancar pak. Tapi ibu harus dirawat beberapa hari disini."
"Alhamdulilaahh...." seru mereka berempat bersamaan. Mitha memeluk Elang erat dan tanpa sadar membalas pelukan sang adik hangat hingga kesadarannya kembali.
"Lepas!!" desisnya galak. Mitha langsung melepas pelukannya dengan jantung tak beraturan. Pelukan tadi....kenapa terasa sangat nyaman untuknya? Sesaat kemudian dua orang perawat mendorong brankar mamanya menuju ruang perawatannya diikuti oleh semua orang.
"Hai kak Bian, apa kabarmu hari ini?" tanya Mitha saat dia berjalan bersisihan dengan Bian. Sekretaris muda itu tersenyum ke arahnya.
"Baik Mith. Udah makan?"
"Udah. Kak Bian belum sempat makankan?"
"Tau aja kamu." jawab Bian sambil mengacak rambut Mitha ringan.
"Ya hafal dong. Jomblo sih. Makanya cepetan nikah biar ada yang nyiapin sarapannya."
"Maunya nyari yang kayak kamu Mith."
"Idih...kok Mitha sih?"
"Iya dong..cantik, baik, ramah, pinter masak..pokoknya TOP BGT deh." jawab Bian sambil terkekeh dan mengacungkan dua jempolnya.
"Ehhmmm...dasar ganjen!" seketika Mitha dan Bian terdiam. Elang menatap keduanya dengan tatapan membunuhnya.
"Siapa suruh kamu datang? dasar gatel! pulang sana!" hardik Elang kasar membuat Mitha menundukkan wajahnya. Bian menatapnya iba. Bagaimanpun dia ikut bersalah karena meladeni candaan Mitha tadi. Padahal hal begitu bisa dibilang wajar sebelum kehadiran Elang dulu. Dia dan Mitha nyaris seperti kakak beradik yang saling berinteraksi. Kesalahan Bian adalah...dia lupa jika Mitha sekarang sudah bersuami.
"Tapi kak...Mitha ingin ketemu mama." katanya tersendat dengan ekspresi sedih hingga sudut matanya berair.
"Mama?? berapa kali harus kukatakan padamu jika dia bukan mamamu. Stop bersikap lebay dan...pergi dari sini!" kali ini tidak ada protes dari bibir Mitha. Dia hanya menundukkan wajahnya, menangis.
"Maafkan kami pak. Saya yang salah." sela Bian kemudian. Rasa kasihan menyelimuti rongga dadanya hingga terasa begitu sesak. Mitha gadis yang baik dan lembut, kenapa harus dinikahkan dengan pria tak berperasaan seperti Elang.
"Kamu mau cari muka juga?" sinis Elang membuat Bian meradang. Tangannya terkepal erat. Selangkah demi selangkah dia bergerak maju mendekati Elang yang berdiri congkak di depan pintu ruang rawat.
"Jangan menyakiti Mitha." katanya pelan. Elang yang emosi juga bergerak maju dan terjadi aksi saling dorong dari dua pria tampan itu.
"Apa hubunganmu dengannya hingga kau membela dia mati-matian hemm? Kamu suka padanya?"
" Kalau iya kamu mau apa? kamu pikir saya takut karena kamu anak pak Abi? sama sekali tidak!"
"Bagus kalau begitu! Ambil dia dan bawa dia pergi dari keluargaku. Aku muak melihat wajah setannya." Mitha menutup mulutnya yang menganga lebar mendengar perkataan Elang. Hatinya terasa ditancapi ribuan jarum.
"Elang!!!" bentak sang papa dari pintu. Rupanya Abi keluar karena mendengar suara ribut-ribut diluar kamar. Dan betapa terkejutnya sang papa begitu mendengar perkataan sang anak tadi.
"Apa papa akan tetap membela anak haram papa ini dari pada aku anak kandung papa?"
"Elang stop!! lihat, mamamu masih belum sadar. Jangan membuat keributan."
"Sekarang papa harus memilih. Aku atau anak haram papa ini. Sekretaris papa bilang dia menyukai gadis itu. Apa salah kalau aku menyuruh membawanya pergi?" Abi terdiam dengan tatapan nanar. Dari dulu Elang memang susah diatur dan keras kepala.
"Mith, sebaiknya kamu pulang ya."
"Enggak! kalau dia pulang ke rumah, Elang yang akan pergi dari rumah." Jika tidak ingat masih dirumah sakit, mungkin Abi sudah menampar anak lelakinya itu agar bersikap sopan. Tapi sekarang keadaan sama sekali tak memungkinkan.
"Bian..bawa Mitha bersamamu." putusnya kemudian. Abi merasa ini keputusan paling tepat. Mitha akan bisa dia arahkan nanti karena dia gadis penurut. Sementara Elang? akan butuh banyak waktu membawanya kembali.
"Papa...." bisik Mitha tak percaya pada keputusan sang papa. Abi menghampiri dan memeluk putrinya penuh kasih. Ada yang akan hilang dari hidupnya saat Mitha tak ada bersamanya nanti.
"Sabar sayang. Ikutlah Bian, dia akan menjagamu." dan lagi-lagi Mitha hanya mengangguk tanpa protes apapun. Gadis itu tersenyum dan mengecup punggung tangan papanya.
" Jaga diri papa baik-baik. Mitha titip mama ya." dan setelahnya, Bian menarik tangan Mitha untuk pergi dari sana.
"Sekarang kamu sudah puas kan Lang?" sinis sang papa membuat Elang terpaku. Kenap jadi seperti ini? padahal tadi dia hanya tidak suka melihat kedekatan Bian dan istrinya, tapi kenapa jadi dia mengusir Mitha? hal yang tak pernah dipikirkannya.
Dalam bimbang, kakinya melangkah memasuki kamar rawat. Hatinya sedikit lega karena melihat sang mama sudah siuman. Papanya duduk dibangku kecil disamping brankar sambil mengenggam tangannya.
"Mitha mana Lang?" tanya Maria dengan suara lemah karena tak melihat putrinya.
"Mitha sedang ada di asrama untuk beberapa hari ma, tadinya dia kesini menunggui mama selesai operasi. Tapi dosennya menyuruh dia cepat-cepat datang ke kampus. Lain hari kalau mama udah baikan kita tengok Mitha sama-sama ya." Abi mencoba mencari alasan agar istrinya tidak terus bertanya tentang Mitha. Dia juga tidak ingin Maria tau yang sebenarnya karena dia tau istrinya akan merasa sangat sedih nantinya.
"Berapa lama pa? kenapa mendadak?"
"Paling lama tiga bulan ma. ya mendadak...tiba-tiba nama Mitha muncul untuk segera karantina. Sudah..mama berdoa saja agar Mitha kerasan disana. Ntar juga pulang."
"Papa nggak lagi bohongkan?"
"