Ayu Lestari namanya, dia cantik, menarik dan pandai tapi sayang semua asa dan impiannya harus kandas di tengah jalan. Dia dipilih dan dijadikan istri kedua untuk melahirkan penerus untuk sang pria. Ayu kalah karena memang tak memiliki pilihan, keadaan keluarga Ayu yang serba kekurangan dipakai senjata untuk menekannya. Sang penerus pun lahir dan keberadaan Ayu pun tak diperlukan lagi. Ayu memilih menyingkir dan pergi sejauh mungkin tapi jejaknya yang coba Ayu hapus ternyata masih meninggalkan bekas di sana yang menuntutnya untuk pulang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rens16, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8 : Keinginan bayi
"Hak!" Surya menyodorkan sendok ke depan mulut Ayu.
Ayu menggeleng tipis, makanan rumah sakit sangat tak enak di lidahnya yang sedang pilah-pilih makanan itu.
"Mau makan apa, hmmm?" tanya Surya lembut.
"Aku pengen makan bubur ayam!" jawab Ayu lirih.
Surya melirik Ratih sesaat. "Tapi yang masakin maunya Mas Surya!" ucap Ayu lagi sebelum Surya berpamitan dengan mertuanya untuk membelikan Ayu bubur ayam.
"Rumah kita jauh, Ay! Mas beliin yang deket sini aja, kamu cepetan sehat terus bisa pulang, nanti kalau di rumah, Mas masakin kamu terus!" bujuk Surya lembut.
Akhirnya dengan terpaksa Ayu mengangguk, sejak kemarin sudah kenyang dengan omelan dokter, ibu mertua dan ibunya sendiri. Ayu sadar memang sekarang ini ada calon anaknya yang butuh asupan gizi.
Surya mencium kening Ayu sekilas dan berpamitan dengan Bu Ratih yang selalu menjaga Ayu sejak Ayu masuk ke rumah sakit tersebut.
Ratih melihat sang menantu yang pergi dan menutup pintu ruangan itu lalu mengalihkan pandangan kembali ke Ayu.
Mereka, Surya dan Ayu terjebak dalam pernikahan semu yang memiliki tujuan yang membingungkan buat Ratih.
Sejatinya hadirnya seorang anak dalam sebuah pernikahan memang rahasia Ilahi tapi mengorbankan orang lain untuk memperoleh rahmat itu juga sangat menyedihkan buat Ratih.
Apalagi saat mendengar obrolan keluarga besannya waktu itu, jujur Ratih sedih dan kecewa. Ratih berharap, sangat berharap bahkan, agar Ayu mendapatkan keberkahan dan kebahagiaan nanti.
"Ya Allah, berikan Ayu hidup yang baik, berkecukupan dan bahagia, jangan biarkan dia menderita seperti itu!" Ratih menengadahkan tangannya ke atas dan memohon kepada Tuhannya untuk kebahagiaan Ayu.
Tak lama Surya kembali dengan beberapa kotak berisi bubur ayam, satu dia berikan kepada Ratih lalu satu lagi dia buka untuk Ayu.
"Mas suapin!" Surya mulai mengaduk makanan itu dan menyuapi Ayu.
Meski awalnya terasa enek dan ingin menyudahi sarapannya, tapi Ayu bertahan semua demi sang buah hati.
Separoh makanan itu pun berpindah ke dalam perut Ayu. Surya tersenyum lega melihat tak adanya penolakan dari Ayu dan calon anak mereka.
Beberapa hari Ayu berada di rumah sakit itu untuk dirawat, empat hari kemudian Ayu dipersilakan pulang karena kondisinya yang sudah membaik.
Surya dengan telaten menemani Ayu. Dia harus fokus pada kesehatan Ayu dan calon anak mereka.
Sementara Surya berada di tempat Ayu, Inggrid memaksa Puspa untuk tinggal bersama dengannya, semata karena Inggrid tak ingin Puspa mengganggu kehamilan Ayu.
"Padahal Puspa bisa tinggal di rumah Puspa sendiri lho, Bu!" Puspa kala itu pernah menolak keinginan mertuanya yang menginginkan mereka tinggal bersama.
"Sementara tinggal sama Bapak dan Ibu dulu biar kamu nggak kesepian. Surya masih harus ngerawat Ayu yang lagi hamil muda!" Seperti biasa Inggrid tak ingin mendengar penolakan apapun yang Puspa sampaikan.
Dan sangat terpaksa Puspa sekarang tinggal di rumah sang mertua semua demi ketenangan bersama.
Makanya karena hal itu Surya bisa konsentrasi terhadap kondisi Ayu dan calon anak mereka.
"Kamu mau makan apa, Ay?" tanya Surya saat Ayu sudah diperbolehkan pulang ke rumah mereka.
"Aku pengen makan mangga muda yang ada di ujung jalan sana!" jawab Ayu pelan.
"Mas ambilin tapi janji dulu nanti makan nasi!"
"Iya janji!" Secepat itu Ayu berjanji karena penampakan mangga muda yang tergantung saat tadi mereka lewat jalan itu begitu menggodanya.
Surya langsung mengendarai sepeda motornya dan mengambil mangga muda yang dimaui oleh Ayu.
Untung buah mangga itu cukup pendek buahnya sehingga Surya tak kesulitan mengambilnya.
"Den Surya, Den Surya ngapain ngambil mangga muda itu?" tanya seorang warga yang melintas di dekat pohon itu.
"Ngambil mangga muda untuk istri saya yang lagi ngidam, Pak!" jawab Surya.
"Oh Den Puspa udah hamil ya, Den? Alhamdulillah kalau udah hamil, semoga lancar sampai melahirkan ya, Den!" Warga itu pun mendoakan Puspa karena setahu mereka istri Surya itu ya Puspa.
Surya tersenyum nanar merasa dia sudah keceplosan bicara, harusnya dia menyimpan rapat-rapat perihal kehamilan Ayu dan statusnya yang menjadi istri keduanya.
Surya pun bergegas pulang ke rumahnya dan menutup pintu pagarnya, bersyukur karena kedua orang tuanya menempatkan Ayu di rumah yang terisolir dari rumah penduduk lain.
Surya tak ingin berita dia yang memiliki istri dua itu menyebar ke penjuru desa dan menyusahkan dirinya kelak.
Karena sejak awal dia sudah berniat anak-anaknya yang lahir dari rahim Ayu akan diakui dan didaftarkan sebagai anak kandung Puspa.
Mereka telah menyewa rahim Ayu sebesar seratus juta untuk mengandung anaknya, Surya merasa itu harga yang sangat besar untuk kondisi saat itu.
Surya mengupaskan mangga tersebut, mencucinya sampai bersih lalu membawanya kepada Ayu.
"Ini mangganya, Ay!" Surya menyerahkan sepiring mangga muda lengkap dengan sambel rujak.
Ayu menerima mangga itu dengan mata berbinar lalu melahapnya dengan bahagia.
"Enak?" tanya Surya.
"Iya, enak!" jawab Ayu.
Surya mengangguk dan lega, nggak masalah dia melakukan hal ini dan itu semata semua untuk anaknya yang masih anteng di dalam perut sana.
Sebisa mungkin Surya akan mengabulkan keinginan anaknya karena dia ingin anaknya mendapatkan perlakuan terbaik darinya.
Surya mengangguk pelan lalu tersenyum saat melihat sesederhana itu tapi Ayu sudah sangat bahagia. Kalau Ayu bahagia anaknya juga bahagia kan, itulah tujuan Surya, karena sejak awal memang kepentingan anak itulah yang jadi prioritas Surya dan keluarganya.