Amira, seorang gadis jaman now yang terkontaminasi novel online bergenre pelakor. Ia selalu berharap bisa di hamili oleh seorang pria tampan dan kaya, sekalipun pria tersebut sudah memiliki istri.
Suatu ketika ia bertemu dengan Gerrard, seorang CEO kaya raya dan tampan yang menginginkan seorang anak. Sedang istrinya tak bisa memberi keturunan.
Meski di hujat netizen, Amira tetap mengikuti kata hatinya demi hidup bagaikan gadis miskin yang naik derajat, seperti di dalam novel-novel online yang pernah ia baca.
Ia kemudian menjalani kehidupan bak Cinderella. Ternyata pria kaya itu beserta keluarganya sangat baik. Amira merasa jika karma tidak berlaku pada kehidupannya.
Namun ketika ia telah menikah dengan CEO tersebut, muncul kejanggalan demi kejanggalan. Seperti sarapan pagi di rumah keluarga besar suaminya yang selalu sama, orang-orang yang mengenakan baju yang sama, pembicaraan yang sama setiap hari.
Apakah yang sebenarnya terjadi?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pratiwi Devyara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Buket mawar
Amira sudah tak memikirkan kejadian tadi pagi. Sama seperti kemarin kafe ramai di waktu menjelang tutup, dan lagi-lagi ia harus pulang terlambat.
Bedanya hari ini, tak ada jemputan dari Gerrard. Ia sengaja menunggu selama beberapa saat di muka pintu pagar kafe yang sudah dikunci. Berharap Gerrard dan mobil mahalnya itu akan muncul memberi kejutan.
Tapi setelah sekian lama menunggu, tak ada tanda-tanda pria itu akan datang. Amira membuka handphone dan bermaksud mengirim pesan. Namun pesannya yang ia kirim tadi siang pun, belum dibaca oleh Gerrard.
"Oh segitu doang?" gumamnya.
"Ternyata dia baik-baikin gue, cuma mau ngambil keperawanan gue?" ujarnya lagi.
"Ya udah sih, gue udah dapat lima belas juta ini."
Amira kini melangkah perlahan meninggalkan kafe.
"Eh tapi kalau dipikir-pikir rugi juga ya?. Masa perawan gue cuma dihargai lima belas juta?. Sedangkan cewek di lain ada yang dapat milyaran."
Lagi-lagi Amira bergumam.
"Brengsek tuh cowok. Lihat aja kalau beneran dia ninggalin gue, gue bakal viralkan di sosial media." ujarnya.
Ia kemudian senyum-senyum sendiri. Karena sebagai gen Z yang modern, ia pantang untuk menangis karena laki-laki. Dengan kekuatan sosial media, ia bisa menghancurkan siapapun yang ia kehendaki.
Cukup dengan berpura-pura menjadi korban, maka seluruh pembelaan netizen akan tertuju kepadanya.
"Tapi....."
Amira kembali bercakap di dalam kepalanya sendiri.
"Kan gue nggak tau ya, si pak Gerrard itu kerja dimana, sebagai apa. Mana gue nggak nanya lagi, duh."
Amira diam dan menggigit bibirnya, sambil terus berjalan. Setibanya di kos-kosan ia masih memikirkan hal tersebut. Kali ini sambil merebahkan diri ke atas tempat tidur.
"Gue cuma tau apartemennya doang. Itupun nggak bisa sembarangan naik, kalau nggak sama yang punya unit. Kan gue nggak punya akses card." gumamnya.
"Kalau gue hamil gimana ya?"
Amira mengelus perutnya sendiri. Masih ada sisa-sisa denyut kenikmatan semalam disana. Entah kenapa pikirannya malah switch ke pikiran yang kotor. Secara tiba-tiba ia menginginkan dirinya disentuh kembali oleh Gerrard.
"Oeeeeeek."
Terdengar suara bayi yang menangis. Tapi sekilas lebih mirip suara anak kucing yang tengah mencari induknya.
"Siapa yang punya bayi?. Bukannya ini kosan khusus mahasiswa dan pekerja single." gumam Amira.
Tangisan bayi itu makin jelas di telinganya.
"Ah, anak saudara yang punya kosan kali."
Amira langsung berspekulasi, lalu beranjak dan membersihkan wajahnya dengan micellar water. Setelah itu ia mengambil sedikit cleansing oil dan mengoleskannya di wajah.
Ia memijat-mijat wajahnya selama beberapa saat, kemudian pergi pergi mandi dan berganti pakaian. Usai berpakaian ia mengenakan skincare beberapa step, lalu mencoba untuk tidur.
Esok harinya ia bekerja seperti biasa, dan Gerrard belum juga membalas pesan yang ia kirimkan, sama seperti kemarin.
"Fix ini mah, gue ditinggalin." ujarnya.
Amira mendadak menjadi galau, karena ia mulai merasakan rindu pada pria itu. Ia pun jadi tak begitu fokus dalam bekerja.
"Lo kenapa sih?. Lagi banyak pikiran?"
Sheva yang notice pada sikap Amira bertanya, ketika mereka pergi makan siang bersama di kantin.
"Iya, soal nyokap." Amira beralasan.
Padahal ia tengah memikirkan Gerrard.
"Nyokap lo gimana emangnya sekarang?. Masih kaya gitu?" tanya Sheva.
Ibu Amira diketahui menderita anxiety disorder, pasca kecelakaan yang menyebabkan ayahnya meninggal dunia.
"Ya, begitu lah. Gara-gara kecemasannya yang kelewat batas itu, nyokap sampai sakit-sakitan. Karena buat makan pun dia takut makanannya beracun." jawab Amira.
Ia tak mengada-ada mengenai hal tersebut. Memang keadaan ibunya sudah separah itu. Sang ibu bahkan tak mau bertemu orang lain dan selalu mengurung diri di kamar.
"Kasihan nyokap, obatnya diminum terus tapi kan?" tanya Sheva lagi.
"Kata adek gue sih, iya. Nggak tau deh beneran apa nggak." jawab Amira.
"Kalau lo sampe hamil dan dinikahi sama pak Gerrard. Lo harus spare uang yang buat nyokap lo berobat di tempat yang bagus." ujar Sheva.
Amira diam, jangankan dinikahi. Dua hari ini saja Gerrard tak membalas pesan yang ia kirimkan, telpon pun tak diangkat. Sepertinya pria itu hanya ingin bermain-main saja dengannya.
"Iya, itu pasti koq." jawab Amira.
Mereka pun melanjutkan makan, tapi Amira tak begitu berselera. Ia hanya berusaha menghabiskan semuanya, agar Sheva tak lagi banyak bertanya.
Malam hari saat ia pulang, tak ada tanda-tanda Gerrard akan datang. Sama seperti malam kemarin, ia pun pulang sendirian. Ia sampai lupa menikmati uang yang ia terima, lantaran pikirannya bercabang kesana-kemari.
"Ngapain sih gue jadi mikirin dia, mending order makanan enak ya kan."
Amira membuka aplikasi ojek online dan mulai mencari-cari makanan apa yang hendak ia makan. Dari sekian banyak pilihan, tak ada satupun yang berhasil menggugah seleranya.
Amira lalu meletakkan handphone ke atas tempat tidur, dan mencoba memejamkan mata. Tapi ternyata pikiran dan tubuhnya bereaksi secara aneh.
Ia tiba-tiba merasa ingin mengulang adegan panas tempo hari. Ada rasa berdesir-desir dan berdenyut-denyut di bagian tertentu.
"Ah, pak Gerrard kemana sih?. Kangen gue sumpah." ujarnya.
Ia kembali meraih handphone dan mengirim pesan pada Gerrard secara beruntun.
"Pak, kangen."
"Pengen dipeluk sama bapak."
"Pengen kayak kemaren lagi."
Seperti tak punya harga diri, ia terus saja mengungkapkan perasaan. Namun lagi-lagi Gerrard tak merespon apa-apa. Akhirnya Amira mencoba untuk memejamkan matanya.
Rasa kantuk membuat perempuan itu perlahan memasuki alam bawah sadar. Tetapi matanya masih terbuka sedikit. Perlahan ia mendengar suara langkah kaki, dan sesosok laki-laki yang tiada lain adalah Gerrard muncul dihadapannya.
"Pak Gerrard?"
Ia bergumam diantara keadaan yang sudah begitu mengantuk. Tapi otaknya bisa mengingat jika pintu kamar kosan telah dikunci.
"Ah mimpi." pikir perempuan itu.
Maka Amira pun benar-benar memejamkan mata dan terlelap.
***
Esok hari kembali seperti biasa, tapi dengan suasana yang berbeda. Amira tiba ke kafe dan tak lama ada seorang kurir yang mencarinya.
Kurir tersebut mengantarkan buket bunga mawar berukuran sedang. Dan ketika dilihat siapa nama pengirimnya, Amira langsung terkejut dan gembira bukan main. Itu adalah bunga kiriman dari Gerrard.
"Mir, bunga dari siapa?"
Tak biasanya Sheva datang belakangan dan langsung melihat Amira yang menerima bunga tersebut.
"Dari pak Gerrard." jawab Amira sambil tersenyum bahagia.
Sheva pun jadi tak kalah bahagianya.
"Oh my God, romantis banget sih tuh cowok." ujarnya kemudian.
Dari dalam kafe, Tirani dapat melihat semua itu. Salah satu dari waitress yang berteman dengannya pun menatap Tirani.
"Bunga dari siapa tuh?" tanya nya kemudian.
"Halah, paling dari om-om tua jelek yang habis make dia." jawab Tirani.
Tak lama ia berlalu dan baik Amira maupun Sheva kini sama-sama melangkah masuk ke dalam. Amira meletakkan buket bunga tersebut di pojokan, lalu memasang apron dan siap untuk memulai pekerjaan.
***