NovelToon NovelToon
Keluarga Untuk Safina

Keluarga Untuk Safina

Status: sedang berlangsung
Genre:Beda Usia / Cinta Seiring Waktu / Menikah Karena Anak / Ibu Tiri / Istri ideal
Popularitas:4.8k
Nilai: 5
Nama Author: Windersone

Secara kebetulan aku bertemu dengan keluarga kecil itu, hadir sebagai seorang istri terutama ibu pengganti untuk anak pria itu yang berstatus duda saat menikahiku.

Sungguh berat ujiannya menghadapi mereka, bukan hanya satu, tapi empat. Namun, karena anak bungsunya yang paling menempel padaku, membuatku terpaksa bersabar. Mungkinkah aku akan mendapatkan cintanya mereka semua? Termasuk Ayah mereka?

Kami menikah tanpa cinta, hanya karena Delia, anak bungsu pria itu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Windersone, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ibu Secantik Ini Masa Malu?

🌻🌻🌻

Tangan kananku merogoh saku baju seragam mengajarku, mengambil selembar uang pecahan lima puluh ribu dari sana dan menaruhnya di hadapan Shani yang duduk menatapku bingung dan kesal sejak tadi. Ekspresi itu ditunjukkan sejak Bu Tika meninggal ruanganku setelah menoreh rasa kesal Shani kepadaku, mungkin gadis itu berpikir aku sudah berbicara banyak kepada wanita itu mengenai sifatnya. Oleh sebab itu Bu Tika berbicara sedikit kasar tadi. 

"Ambil. Pergi belanja," ucapku dengan senyuman manis. "Tadi ayahmu memberikan uang dua puluh ribu, sudah aku tambah. Kamu boleh habiskan semulanya."

"Tidak butuh." Gadis tu berdiri dan hendak meninggalkan ruanganku, tapi aku bergegas mencegat dengan berdiri di hadapannya. 

Kedua tangan direntangkan, lalu mendaratkannya di kedua bahu gadis itu. Kubawa Shani kembali duduk, berusaha membujuknya untuk menerima uang tersebut dengan menakut-nakutinya.

"Kamu benar-benar tidak menginginkannya? Benar kami tidak mau ke kantin dan belanja dengan uang ini? Kamu bisa beli apa pun. Kalau masih kurang ... jangan minta padaku. Soalnya aku tidak punya uang lagi," candaku karena jika aku mengatakan sebaliknya, gadis itu mungkin akan langsung mencap diriku mendekatinya karena ingin mengambil hatinya. 

Sebenarnya benar, tetapi aku ingin gadis itu terbuka menerimaku tanpa ada paksaan. Kutaruh uang pecahan lima puluh ribu itu di tangan Shani, lalu kembali membawa gadis itu berdiri dan mendorongnya pelan keluar dari ruanganku. 

Setelah berada di luar ruangan, aku melambaikan tangan dengan senyuman, dan menutup pintu. Napas aku hela sambil menyandarkan punggung ke pintu, rasanya seperti baru menghadapi sebuah masalah yang begitu besar. 

***

Jam pulang sekolah, aku menunggu Shani di gerbang dengan taksi online sudah terparkir di tepi jalan, berada tidak jauh dari posisiku. Satu persatu wajah murid yang keluar dari gerbang aku perhatikan dan mereka menyapaku dengan sapaan hormat. Di antara mereka ada satu murid yang tidak menyapaku, itulah anak tiriku. Gadis itu nyelonong melewatiku dengan abai, berjalan di tepi jalan, juga melewati taksi online pesanku yang mulai kesal menungguku sejak tadi. 

"Eits ...!" Kuikuti gadis itu, meraih tangan kanannya, dan menariknya ke taksi sampai memasukkannya di sana yang diikuti dengan tubuhku duduk di sampingnya. 

"Jalan, Pak!" 

"Aku akan pulang menggunakan bus. Berhenti taksinya, Pak!" ucap Shani dengan wajah kesal. 

"Jangan berhenti, Pak!" titahku dan tersenyum sumringah. 

Sopir taksi lebih mendengarkanku karena aku yang sudah menyewa taksinya. Sejenak gadis itu menatapku dengan sorot mata tajam dan menundukkan kepala, menyembunyikan wajah dari sekumpulan teman sekelasnya yang dilewati oleh taksi kami. 

"Mengapa begitu?" tanyaku, meskipun tahu penyebabnya. 

"Sampai kapanpun, jangan pernah katakan sama teman-temanku kalau kamu itu Ibu tiriku. Jangan dekat-dekat di sekolah, jangan sampai siapapun tahu tentang hubungan kita," ucap Shani setelah membetulkan posisi duduk. 

"Mengapa?" 

"Malu," ketusnya. 

"Ibu secantik ini masa malu?" Perkataan gadis itu aku balas dengan candaan. 

Sepertinya kalimat yang baru keluar dari mulutku membuatnya geli. Shani menatapku sejenak dan memiringkan bibir. Pandangan dipalingkan dariku, duduk dengan menjaga jarak. 

"Lain kali jangan begini. Aku bisa pulang menggunakan bus.” 

Shani berbicara tanpa menatapku, nada suaranya juga terdengar masih kesal. Kapan gadis itu pernah tersenyum tulus saat berhadapan denganku? Tidak pernah. Sama seperti kedua adik laki-lakinya yang aku yakini terprovokasi oleh perkataannya. Namun, tidak masalah, aku yakin bisa membuat mereka menerimaku dengan senang hati. 

“Karena kita satu sekolah, sekalian saja,” balasku. 

Gadis itu menoleh ke arahku, menunjukkan tatapan yang sudah membuatku terbiasa sejak beberapa hari sebelum kami menikah. Sudah tahu mereka tidak menyukaiku, masih saja aku ngeyel menikah dengan ayah mereka. Tapi, itu semua demi Delia, anak itu benar-benar menjadi lem yang membuatku melekat pada ayahnya. 

Cara Shani menatap membuatku diam, tersenyum ringan dan mengarahkan pandangan ke depan, mengunci rapat mulutku agar tidak bersuara lagi yang membuatnya semakin kesal. 

Di tengah perjalanan, terdengar olehku panggilan khas dari perut Shani. Gadis itu sepertinya lapar. Uang yang aku kasih masih membuatnya belum kenyang? Jangan bilang kalau uang itu diberikan kepada dua gadis nakal itu.

"Menepi di depan restoran Cermai, Pak!" 

Pria paruh baya yang mengemudikan taksi menepikan transportasi beroda empat itu setelah dia menit aku memberitahunya. 

Setelah keluar dari taksi, anak itu aku tarik lembut dengan paksaan memasuki restoran, duduk di salah satu bangku yang ada di restoran itu. 

"Mbak!" Tangan aku angkat, memanggil pelayan. "Ekspresimu mengapa begitu? Nanti Mbaknya takut melihatmu," candaku melihat ekspresi tajam Shani menatapku. 

Setiap kali gadis itu menatapku dengan buruk, aku selalu membalasnya dengan senyuman seperti orang bodoh. Tidak apa-apa, demi bisa memenangkan tantangan pada diri sendiri untuk membuat mereka menerimaku. 

Tidak sengaja mataku menemukan wujud dua anak tiriku yang lainnya, Revan dan Zien berjalan di bawah teriknya panas matahari. Mengapa mereka tidak naik bus, ya? Mungkinkah mereka tertinggal bus? 

Kebetulan sekali. Aku berdiri dan bergegas keluar dari restoran, menghampiri mereka berdua, itu memboyong kedua anak itu bergabung bersama kakaknya untuk makan. 

***

Jadinya kami tidak makan berdua. Aku bersama ketiga anak tiri bermata buruk itu ikuti menikmati menu makanan yang aku pesan. Mereka sebenarnya merasa senang, tetapi tidak menolak kebenaran tidak menyukaiku karena menjadi ibu tiri mereka. Ketiga anak itu masih saja menatapku dengan sorot mata yang selalu sama, bertindak seperti orang yang tidak tahu terima kasih setelah ditolong. 

"Kalian di sini?" tanya Mas Lintang yang tidak aku sadar masuknya ke restoran tersebut dan sudah berdiri di samping kami. 

"Mas," sapaku dengan senyuman. 

Pria itu diam dan memperhatikan piring yang hampir kosong di atas meja, yang ada di hadapan anak-anaknya. 

"Kamu mengajak anak-anak makan siang di sini? Tidak perlu repot-repot." Mas Lintang sepertinya merasa tidak enak hati, mungkin karena uang yang aku keluarkan untuk mereka. 

"Tidak apa-apa, Ma. Hmm ... Mas mau makan siang? Duduk, kita makan sama-sama. Kita pesan kembali makanannya. Kalian masih sanggup, kan?" tanyaku kepada anak-anak itu yang hanya diam, mengabaikanku. 

Sedikit tidak enak dikacangin. Untuk menutupi adegan itu, aku tertawa ringan dengan sedikit cengengesan. Pria itu aku tarik duduk di sampingku karena ketiga anak itu menjaga jarak denganku, mereka tidak ingin duduk di sampingku. Mereka duduk di hadapanku, kami saling menghadap.  Kemudian, pelayan aku panggil kembali, memesan menu makanan yang menurutku disukai oleh anak-anak itu setelah menyaksikan mereka makan. 

"Tunggu, Delia sudah kamu jemput?" tanya Mas Lintang setelah memperhatikan ketiga anaknya secara bergantian. 

Oops! Mengapa aku lupa dengan gadis kecil itu? Seharusnya Delia sudah aku jemput sebuah pulang jam sekolah. Apa yang hendak dikata, hanya diam yang bisa aku lakukan dalam perasaan kaget. 

1
Mariyam Iyam
lanjut
Darni Jambi
bagus,mendidik
Ig: Mywindersone: Terima kasih.
🥰🥰
total 1 replies
LISA
ya nih penasaran jg..koq bisa yg menculik itu mengkambinghitamkan Fina..pdhl Fina yg sudah menolong Shani..
LISA
Moga dgn kejadian itu Shani sadar dan tidak memusuhi Fina lg jg mau menerima Fina sebagai Mamanya
Darni Jambi
upnya yg rutin kak,
Darni Jambi
kok ngak up2 to mbk ditungguin, bagus critanya
LISA
Ya nih Kak
LISA
Pasti ibunya anak²
LISA
Ya Kak..Fina bijak bgt..salut deh sama Fina..istri yg pengertian
LISA
Pasti ke rmhnya Delia
LISA
Aq mampir Kak
Rina Nurvitasari
semangat terus thor
Rina Nurvitasari
mampir dulu thor semoga ceritanya menarik dan bikin penasaran...

semangat terus rhor💪
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!