Kehidupan yang kualami semenjak kecelakaan itu sungguh berat. Aku mesti sendirian menghadapi hidup. Hingga harta kekayaanku habis. Semua kulakukan untuk penyembuhan, pengobatan, dan lain sebagainya demi keseharianku yang sudah enggan di lakukan. Bahkan orang mengira kalau aku kena depresi. Sehingga tak bahagia. Dan yang kulakukan hanya merenung. namun hari hari ke depan mesti di lalui dengan semangat dan keceriaan
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon 3112, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 8
“Yuk.“
Kami jalan. Menuju ke lokasi ramai yang biasa banyak berjualan sesuatu yang nikmat. Di situ juga banyak pedagang-pedagang lain yang saling menjual dan menawar. Pada sebuah tanah lapang yang luas. Dan pada malam-malam Panjang biasanya memang ramai pembeli.
Kami menuju ke pedagang jagung bakar. Seperti rencana awal semenjak dari rumah tadi.
“Beli bang.“
“Berapa?“ tanya abangnya yang kali ini juga tengah sibuk melayani pembeli lain yang sudah memesan. Di depannya Nampak beberapa jagung yang besar-besar tapi sudah kehitaman berada dalam tempat panggangan. Nanti di oles lagi dengan mentega, serta di lumuri sambal cair yang bercampur dengan saos sebagai bumbu racikan yang sangat pas dengan banyaknya pembeli yang mengantri. Mungkin kali ini memang tak seberapa banyak. Maklum belum terlalu malam. Kalau lebih malam lagi bakalan semakin banyak yang membeli dan membutuhkan. Soalnya pada waktu demikian sungguh sebuah kenikmatan kala menikmati yang hangat-hangat seperti pada makanan yang di bakar itu. Serta mesti langsung lahap. Jadi sambil meniup, meskipun bukan seruling. Tapi demikian asik kalau langsung di telan. Di banding mesti membawanya pulang, yang bakalan sudah mendingin dan kemudian akan kurang rasa nikmatnya. Juga sembari menunggu waktu lebih malam lagi sehingga akan sangat nikmat dalam menikmati waktu yang berjalan.
“Satu saja….“
“Lo… Kan dua orang?“ ujar abangnya kaget. Aku juga ikutan.
“Ngirit…. Lagian dia nggak bawa duit,“ ujar Josephine padaku.
“U u…“
Mangkel banget aku. Sudah di ajak jalan, malahan di bilang nggak punya duit. Bagaimana sih. Kan juga sudah kukatakan, kalau duit itu sudah masuk ke Tabungan jadi jangan di buka sampai pada akhir nanti Dimana mesti membutuhkan dan buat membeli sesuatu yang bermanfaat buat keberlangsungannya.
“Hehe… Salahnya pelit!“
Josephine akhirnya beli dua. Tapi satu besar dan satunya enggak besar.
Aku masih cemberut.
Kami lalu duduk. Mendapati sebuah kalasa yang terhampar. Di situ banyak berjajar tempat untuk duduk dan buat lesehan yang sedikit santai. Di lain tempat, pada deret yang sama, namun sudah berbeda penjual, juga melakukan hal yang sama, menggelar tikar untuk para pembeli yang ingin menikmati jajanan yang menjadi kesukaannya. Ada yang menyediakan meja kecil juga, terutama buat makan makanan yang panas namun berada di tempat yang mungkin terbuat dari cairan kental dan mudah tumpah. Sehingga kalau berada di tempat agak tinggi akan mudah menikmatinya juga tidak tumpah dibandingkan bila mesti di bawah yang sejajar dengan tempat duduk kita. Sehingga, kala ikut memakan nya bakalan sembari membungkuk atau mendekatkan mulut pada lembarnya, atau juga dengan memegangi piring yang berisi benda panas sehingga akan mudah tumpah serta membuat tangan rasanya ikut terbakar saja.
Nanti bakalan di antar satu-satu kalau sudah matang. Tapi beberapa orang banyak yang sengaja berdiri sembari melihat si abangnya membakar. Sebab sembari menghangatkan diri di kala malam mulai datang. Juga menunggu kantuk datang sehingga nanti akan langsung terlelap kala bertemu dengan Kasur yang empuk.
Namun setelah matang ku rebut benda itu.
“Lo gimana sih…“
Kali ini dia yang kebingungan. Tapi bagaimana lagi. Semuanya sudah terlanjur basah. Ya sudah terpaksa jagung kecil itu dia makan.
Hihi…
Aku hanya mengekeh dan menghabiskan barang yang sudah terlanjur habis ini.
Biarin.
