Amira, seorang gadis jaman now yang terkontaminasi novel online bergenre pelakor. Ia selalu berharap bisa di hamili oleh seorang pria tampan dan kaya, sekalipun pria tersebut sudah memiliki istri.
Suatu ketika ia bertemu dengan Gerrard, seorang CEO kaya raya dan tampan yang menginginkan seorang anak. Sedang istrinya tak bisa memberi keturunan.
Meski di hujat netizen, Amira tetap mengikuti kata hatinya demi hidup bagaikan gadis miskin yang naik derajat, seperti di dalam novel-novel online yang pernah ia baca.
Ia kemudian menjalani kehidupan bak Cinderella. Ternyata pria kaya itu beserta keluarganya sangat baik. Amira merasa jika karma tidak berlaku pada kehidupannya.
Namun ketika ia telah menikah dengan CEO tersebut, muncul kejanggalan demi kejanggalan. Seperti sarapan pagi di rumah keluarga besar suaminya yang selalu sama, orang-orang yang mengenakan baju yang sama, pembicaraan yang sama setiap hari.
Apakah yang sebenarnya terjadi?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pratiwi Devyara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Siapa itu
"Mi, please!"
Rangga sudah mewanti-wanti ibunya, sebelum wanita itu beranjak dan mengocehi Amira.
Sebab sedari tadi Amira dan Sheva tidak sadar, jika meja yang ada persis di samping kasir telah terisi oleh pelanggan.
Pelanggan tersebut tak lain dan tak bukan adalah Rangga dan juga ibunya. Customer tetap yang selalu datang hampir di setiap hari.
"Tapi Rangga, ini tuh sudah nggak benar. Keterlaluan perempuan itu." ucap sang ibu dengan penuh emosi.
"Iya, tapi bukan urusan kita." ujar Rangga kembali berusaha mencegah.
"Dia itu tidur sama laki-laki yang bukan suaminya, dan dia ceritakan seperti menceritakan hal biasa ke temannya sendiri. Seolah-olah itu perbuatan yang lumrah dan lazim dilakukan." tukas sang ibu.
"Iya, mi. Tapi sekali lagi itu semua bukan urusan kita." ujar Rangga.
"Apa jadinya generasi bangsa ini, kalau orang-orangnya minim kepedulian kayak kamu."
Sang ibu malah memarahi Rangga. Sekali lagi ini terjadi saat Rangga tegah begong, sambil menikmati croissant isi coklat hazelnut kesukaannya.
"Terus, mami mau ngomong apa sama tuh cewek?" tanya Rangga mulai gusar.
"Ya mami mau bilang kalau perbuatan dia itu tercela. Mami mau kata-katain tuh cewek murahan." jawab sang ibu penuh berapi-api.
"Setelah itu, terus apa?" tanya Rangga lagi.
"Ada tuh cewek bakalan berubah?" lanjutnya kemudian.
"Terus mami yang ngocehin dia dapat apa?. Reward?. Voucher makan gratis di kafe ini selama sebulan?"
Rangga membuat sang ibu terdiam kali ini.
"Paling nggak kita menyampaikan sebuah kebenaran loh." sang ibu kembali bersuara.
"Kalau mami masih tetap mau begitu, Rangga nggak akan kasih izin lagi ke mami untuk ngintilin Rangga setiap hari."
Rangga memberikan ancaman pada ibunya tersebut.
"Loh koq kamu jadi ngancem mami segala?"
"Iya, Rangga nggak mau mami terlibat masalah sama orang lain." jawab Rangga.
"Rangga pengen hidup tenang, menikmati hasil kerja keras, tanpa harus banyak terlibat pada kehidupan orang." imbuh pemuda itu.
"Ya sudah kalau memang kamu nggak bolehin mami untuk ngintilin kamu lagi. Yang penting mami mau katain tuh perempuan."
Ibu Rangga masih bersikeras dan kini ia beranjak untuk melabrak Amira, yang masih berbicara dengan Sheva.
Tapi kemudian langkah wanita itu pun terhenti. Ia terdiam dengan wajah yang tiba-tiba pucat. Matanya tak terlepas dari Amira.
Melihat ibunya terdiam dengan wajah penuh ketakutan, Rangga pun mulai bertanya padanya.
"Ada apa, mi?" tanya pemuda itu.
"Rangga, itu yang dibelakang perempuan itu siapa?" tanya nya dengan nada setengah berteriak.
Tentu hal ini mengundang reaksi sekitar, termasuk dari Amira sendiri. Ia memberi kode pada Sheva dan karyawan lain untuk mendekat, karena khawatir terjadi apa-apa.
"Ada apa mas, bu?" tanya Amira kemudian.
Secara tiba-tiba ibu Rangga menjadi histeris dan berteriak-teriak.
"Mi, mami kenapa mi?" tanya Rangga bingung.
"Jauhkan prempuan ini, dia pelihara setan. Setaaaaaan."
Ibu Rangga makin histeris, sementara Amira menjadi bingung mengapa dirinya dikatakan demikian.
"Bu, ibu kenapa?" tanya Amira khawatir.
"Pergi kamu, aaaaaa."
Ibu Rangga pingsan dan akhirnya manager area beserta Tirani pun tiba.
"Ada apa ini?" tanya dua orang tersebut cemas.
"Nggak tau, tiba-tiba aja ibu ini pingsan pak." jawab Sheva.
"Bawa ke ruangan saya aja." ujar sang manager.
Lalu Rangga dan karyawan lain pun bergegas membawa ibu Rangga kesebuah ruangan.
"Apa mau dipanggilkan dokter, mas Rangga?" tanya Tirani pada Rangga.
Tapi tak lama kemudian sang ibu pun siuman.
"Rangga, kenapa kita masih disini?" tanya ibu Rangga panik, ketika ia menyadari jika ia masih berada di kafe yang tadi.
"Aaaaaa."
Ia kembali berteriak saat Amira tiba dengan membawa segelas air putih.
"Pergi kamu, dasar perempuan setan." ujarnya.
Amira benar-benar bingung, namun kemudian Tirani memberikan tatapan pada gadis itu, yang menyuruhnya untuk segera menjauh. Amira pun kembali ke luar, sementara ibu Rangga bersikeras minta pulang.
Di perjalanan ia terus bengong sampai Rangga pun khawatir pada keadaan ibunya tersebut.
"Mi, mami tuh kenapa tadi?. Apa yang mami lihat?" tanya nya penasaran.
"Ada sosok tinggi, besar, dan hitam dibelakang si kasir itu. Mami yakin dia main ilmu hitam untuk menggoda suami orang."
Ibunya langsung berspekulasi ditengah ketakutan. Hal itu kembali membuat Rangga tak habis pikir.
"Mami udah keadaan begini, masih aja. Itu tadi bisa jadi akibat mami terlalu obsesi mengurusi hidup orang." ujarnya kemudian.
"Sosok atau setan yang mami lihat, bisa jadi adalah refleksi dari setan yang ada di dalam diri mami sendiri." lanjutnya lagi.
"Koq kamu malah nyalahin mami sih?" tanya ibunya dengan kening yang berkerut.
"Ya mami terlalu banyak ngurusin hidup orang. Makanya negatif terus pikirannya." jawab Rangga.
"Mami yakin itu cewek pake ilmu hitam. Lihat aja tadi dia bilang sudah tidur sama laki-laki yang waktu itu datang ke kafe itu. Laki-laki kaya mana yang mau sama karyawan gaji UMR kayak dia. Nggak cantik-cantik amat pula. Mereka juga pasti mikir, sementara ani-ani dari kalangan elit banyak." ujar ibu Rangga panjang lebar.
Rangga ingin mendebat sang ibu, dengan mengatakan jika banyak laki-laki kaya raya yang doyan jajan perempuan murahan diluar sana. Tidak mesti perempuannya main dukun, karena selera si laki-laki memang kadang se-downgrade itu.
Tapi Rangga menahan ucapannya, karena jika diladeni akan makin panjang, dan sang ibu akan tetap mempertahankan argumennya. Ia kemudian membiarkan saja perempuan itu mengoceh dan mengata-ngatai Amira.
***
"Aneh banget tau ibu-ibu itu tadi, tiba-tiba aja teriak pas ngeliat gue. Mana ngatain gue setan segala lagi, padahal mukanya aja udah mirip setan."
Amira menggerutu dan mengeluh pada Sheva mengenai kelakuan ibu Rangga hari ini.
"Padahal dia pelanggan tetap dan selama ini nggak pernah begitu loh." ucap Sheva.
"Makanya, aneh banget kan?" ujar Amira lagi.
"Lagi banyak utang, mungkin."
Fahri si coffee maker nyeletuk dari arah belakang. Sheva tertawa, sementara Amira masih terlihat kesal. Tiba-tiba Tirani datang mendekati mereka.
"Itu tadi ada apa?" tanya Tirani padanya.
Seperti biasa nada bicara gadis itu tak pernah ramah.
"Mana saya tau, tiba-tiba dia teriak setan." jawab Amira.
"Sebelumnya kamu nggak ada ngapa-ngapain?. Atau berdebat masalah pesanan?" tanya Tirani lagi.
"Cek aja cctv, mbak." jawab Amira.
"Dari tadi juga saya nggak ngapa-ngapain, kerja bener." lanjutnya lagi.
"Mungkin kamu punya bad energi kali, bisa aja kan dari melakukan hal buruk."
Tirani yang masih percaya jika Amira jual diri semalam, mencoba menyindirnya. Kemudian gadis itu berlalu dan meninggalkan Amira dengan kekesalan yang mulai naik ke ubun-ubun.
"Dia kenapa sih?" tanya Sheva heran.
"Tau, lagi dikejar pinjol mungkin." jawab Amira ngasal.
Tak lama keduanya pun kembali bekerja.