Cinta memang gila, bahkan aku berani menikahi seorang wanita yang dianggap sebagai malaikat maut bagi setiap lelaki yang menikahinya, aku tak peduli karena aku percaya jika maut ada di tangan Tuhan. Menurut kalian apa aku akan mati setelah menikahi Marni sama seperti suami Marni sebelumnya???
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Its Zahra CHAN Gacha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7. Dimana Marni
Jangan lupa baca ulang bab 4,5, and 6.
"Dimana istrimu le?" tanya Paijo
"Entahlah, tadi dia ada di sini bersamaku," jawab Amar dengan wajah penasaran
Ia kemudian melongok ke bawah Jendela untuk memastikan apakah Marni melompat keluar atau tidak. Pot-pot bunga masih tertata rapi, tak ada satupun yang rusak atau pecah. Jika Marni melompat dari atas jendela sudah pasti ada pot bunga yang rusak atau pecah karena terkena injakan kakinya.
"Tidak mungkinkan Marni melompat dari jendela," imbuhnya
Amar terlihat seperti orang linglung, ia begitu shock saat mendapati istrinya yang tiba-tiba menghilang. Ia duduk di lantai memperhatikan benda-benda yang berserakan di lantai.
"Sebenarnya ada apa yang terjadi le, kenapa kamarmu berantakan seperti ini??" tanya Paijo penasaran
"Aku tidak tahu apa yang terjadi antara Marni dan Banaspati itu?" jawab Amar dengan tatapan mata kosong
"Banaspati, bola api terbang???" tanya Paijo memastikan
Amar mengangguk. Pria itu menyandarkan tubuhnya di dinding kamarnya kemudian menghembuskan nafas kasar.
"Jadi semua ini ulah banaspati??"
Lagi-lagi Amar hanya mengangguk.
"Dan istrimu menghilang juga karena makhluk itu?"
"Iya," jawab Amar
Paijo berjalan mendekati Jendela kamar, lelaki itu melongok ke bawah jendela, untuk mencari keberadaan Marni. Ia juga memeriksa terlaris besi jendela kamarnya. Semuanya masih kokoh dan kuat. Tak ada kerusakan di Jendela tersebut.
"Jika ada banaspati datang ke rumah itu pertanda buruk le, manut sama bapak ceraikan Marni. Sepertinya wanita itu hanya mengundang bala ke rumah ini," tandas Paijo
"Bagaimana aku bisa menceraikannya sedangkan ia saja tidak ada di sini," sahut Amar
"Jangan khawatir, ia pasti kembali," ucap Paijo
"Lagipula apa dia tidak akan marah jika tiba-tiba aku menceraikannya. Bagaimana jika ia sakit hati dan dendam padaku, bukankah itu lebih berbahaya. Bahkan ada yang bilang padaku jangan sampai aku membuatnya marah," Amar mulai goyah
"Marni itu orangnya pendiam. Orang pendiam itu lebih berbahaya karena ia tak pernah mengungkapkan isi hatinya," imbuh Amar
Ia kembali ketakutan saat mengingat ucapan wanita yang ditemuinya di kampung kelahiran Marni.
"Sudahlah le, nurut sama bapak. Hari ini kita sudah di ingatkan dengan kedatangan Banaspati yang membawa sengkolo ( malapetaka). Kalau masalah Marni kita bisa bicarakan baik-baik. Aku yakin dia akan mengerti dan setuju kalau kita membicarakannya secara baik-baik," ucap Paijo berusaha menyakinkan puteranya
Amar mengangguk, ia masih waras untuk bertahan hidup dengan Marni. Ia tahu benar resiko yang harus di hadapinya jika tetap mempertahankan wanita itu. Baru tiga hari menikah saja ia sudah di buat depresi apalagi yang akan terjadi nanti. Bukan hanya nyawanya yang terancam tapi juga keluarganya.
Cukup lama mereka be bincang hingga tak sadar adzan subuh mulai terdengar.
"Sebaiknya kita solat dulu, nanti kita bicarakan lagi sambil sarapan," Paijo mengulurkan tangannya membantu Amar berdiri
Amar meraih lengan sang ayah kemudian diri.
Ia buru-buru ke kamar mandi untuk membersihkan wajahnya yang kusut. Selesai berwudhu ia pun bergegas ke mushola.
"Wah pengantin baru kok ya rajin jamaah di mushola, memangnya gak cape semalam abis tempur!" celetuk salah seorang warga
"Apa jangan-jangan kamu belum tidur makannya sekalian bablas, biasalah pengantin baru masih menggebu-gebu!" timpal yang lain membuat tawa semua orang pun pecah
Amar hanya tersenyum menanggapi ucapan mereka. Tentu saja diamnya Amar semakin membuat para lelaki itu semakin menggodanya.
"Gimana rasanya jadi pengantin baru Mar?" tanya yang lainnya
Baru saja Amar akan menjawab Ustadz Gani datang membuat semua jamaah yang berkumpul di depan Mushola langsung bubar dan masuk membentuk barisan sholat.
Desah nafas lega Amar saat melihat ustadz Gani memasuki surau. Setidaknya pria itu sudah menyelamatkannya dari ledekan warga.
Amar segera mencium punggung tangan pria itu. Kemudian mengikutinya masuk ke dalam surau.
Selesai sholat subuh, Amar sengaja duduk di beranda surau menunggu sang ustadz. Ia ingin menceritakan kejadian yang dialaminya malam itu kepada pria itu.
"Loh kamu belum pulang Mar?" tanya Ustadz Gani
"Saya menunggu Ustadz," jawab Amar mendekat kearahnya.
"Kebetulan aku juga ingin menanyakan sesuatu padamu,"
Lelaki itu mengajak Amar duduk.
"Bagaimana kabar ibu bapakmu, mereka sehat kan?" tanya Gani tanpa basa-basi
"Alhamdulillah mereka baik-baik saja," jawab Amar
"Syukurlah kalau begitu, aku hanya khawatir dengan mereka," Ustadz Gani meremang mencoba mengingat sesuatu
"Memangnya ada apa Ustadz?" tanya Amar
"Semalam aku aku melihat bola Api ke arah rumahmu, apa kamu melihatnya juga?" tanya Gani
Amar mengangguk, pria itu tak menyangka
jika tetangganya itu juga bisa banaspati tersebut. Ia kemudian menceritakan apa yang dialaminya semalam kepada Ustadz Gani. Pria berkopiah putih itu menghembuskan nafas kasar.
"Apa kedatangan Banaspati tersebut ada hubungannya dengan tanda lahir istriku?" tanya Amar
"Setahuku Banaspati itu datang karena ada seseorang yang mengirimnya. Banaspati itu sama dengan teluh yang dikirim seseorang untuk tujuan menyakiti," jawab Gani
"Apa itu alasan Pak Ustadz menanyakan keadaan bapak dan ibu?"
Gani mengangguk mengiyakan ucapan Amar
Keduanya tiba-tiba terdiam menyisakan suara jangkrik membuat suasana menjadi sunyi.
"Apa kamu sudah ketemu dengan Kartini!" tanya Gani
Amar mengangguk, ia tahu jika ada sesuatu yang tak bisa di jawab wanita itu. Ia pun tak bisa menahan keinginannya untuk menceritakan apa yang ia bicarakan dengan Kartini dan juga pertemuannya dengan wanita misterius yang memiliki toh brahma juga.
Gani diam untuk sesaat ia berusaha mengingat sesuatu yang tiba-tiba menghilang.
"Kalau tidak keberatan aku ingin bertemu dengan istrimu?" ucap Gani tiba-tiba
"Tentu saja Ustadz, tapi kan Marni menghilang setelah peristiwa semalam," jawab Amar dengan wajah sedih
"Astaghfirullah aku lupa, maaf...." sahut Gani
"Tidak masalah Ustadz, nanti kalau Marni kembali aku pasti akan mengajaknya untuk bertemu dengan Ustadz," jawab Amar
"Baik kalau begitu, sepertinya aku pamit pulang duluan karena harus bantu-bantu buat acara haul nanti malam,"
"Monggo," Amar segera berdiri dan mempersilakan Gani meninggalkan pelataran Surau.
Melihat matahari mulai terbit Amar pun memutuskan untuk pulang ke rumah. Ia penasaran juga dengan Marni, apakah perempuan itu sudah kembali atau masih menghilang.
Suasana rumah tampak sepi, sepertinya ayah dan ibunya sudah berangkat ke sawah pagi-pagi.
Suara perut keroncongan Amar membuat pria itu langsung menuju ke dapur untuk mencari makanan.
Sesosok wanita dengan rambut panjang terurai membuat Amar terkejut bukan main.
"Marni???" tatap wajah ketakutan Amar tak bisa disempurnakan saat melihat wanita itu tengah memasak di dapur
"Maaf kalau sudah buat Mas kaget," jawab Marni menyunggingkan senyumnya