Diana, gadis manis yang harus merasakan pahit manisnya kehidupan. Setelah ayahnya meninggal kehidupan Diana berubah 180 derajat, mampukah Diana bertahan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aprilli_21, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7. Tante Ina dan suaminya berulah
Setelah kejadian itu Nenek membuka warung kecil-kecilan didepan rumah Ibu dan Ayah yang membeli semua barang dagangan Nenek di pasar dan Ayah membuatkan meja untuk Nenek berjualan.
Semula baik-baik saja tidak ada hal aneh yang terjadi tiba-tiba saat pagi hari Ibu mencium bau tidak sedap entah darimana asalnya lalu Ibu menyuruhku membeli minyak gas ke tetangga setelah aku membeli minyak gas Ibu menyiramkan minyak gas ditempat yang mengeluarkan bau tidak sedap itu.
"Sudah disiram minyak gas tapi baunya kok tidak hilang ya, apa yang menyebabkan bau tidak sedap ini ya, pusing sekali kepala Ibu Na,"
Ucap Ibu kepadaku aku pun tidak tahu apa penyebabnya dan keesokan harinya Ibu tidak sengaja melihat di atas genteng dan ternyata ada sebuah kantong plastik yang entah apa itu isinya lalu Ibu menyuruh Ayah mencoba naik keatas sana.
"Mas coba kesini sebentar!"
Ucap Ibu memanggil Ayah yang baru saja menghabiskan sarapannya
"Kenapa Dik?"
"Coba lihat diatas sana ada kantong plastik disana apa itu penyebab dari bau tidak sedap beberapa hari ini?"
Ucap Ibu sambil menunjuk ke arah yang di maksud
"Sebentar Mas ambil tangga dulu,"
Ayah mengambil tangga yang ada disebelah rumah lalu menaiki tangga perlahan dan sesampainya diatas Ayah mengangkat kantong plastik tersebut bau tidak sedap itu menyeruak sambil menutup hidung Ayah membawa kantong plastik tersebut turun.
"Astaghfirullah siapa yang melempar kotoran manusia diatas genteng coba, kok ya ada orang gila seperti itu!"
Ibu terkejut setelah melihat isi dalam kantong plastik tersebut dan tetanggaku yang mendengar suara Ibu lantas keluar dari rumahnya.
"Kenapa Mbak?"
Tanya Bu Ayu penasaran
"Itu loh Mbak kok ya ada orang melempar kotoran manusia diatas genteng, bagaimana coba caranya dia memasukkan kotoran manusia kedalam kantong plastik itu, mangkanya beberapa hari ini ada bau tidak sedap aku kira ada tikus mati tapi saat dicari tidak ada tikus mati sama sekali,"
"Ya Allah siapa coba yang melakukan hal seperti itu sabar ya Mbak terkadang kita tidak ingin memiliki masalah dengan orang lain sedangkan kita tidak pernah mengetahui isi hati setiap orang,"
Dengan tatapan sendu Ibu mengiyakan ucapan Bu Ayu, lalu Bu Ayu memutuskan pulang kerumahnya.
Ayah langsung membuang kantong plastik tersebut ketempat pembuangan sampah kami sekeluarga mencoba melupakan kejadian tadi pagi namun sayang keesokan harinya tepat diatas meja jualan Nenek ada yang melumuri kotoran manusia lagi.
"Astaghfirullah Ya Allah sudah dua kali rumah kita di teror kotoran manusia hamba hanya menyerahkan semuanya kepada-Mu Ya Rabb."
Doa Nenek sambil meneteskan air matanya lalu membersihkan meja tersebut sedangkan aku yang melihat kejadian tersebut hanya bisa terdiam tanpa bisa melakukan apapun lalu aku memutuskan berangkat ke sekolah.
"Hai Na tumben tidak semangat hari ini apa ada masalah?"
Tanya Milen lalu aku duduk disebelahnya
"Ada beberapa kejadian Len di rumahku pertama ada yang melempari kotoran manusia diatas genteng dan kedua ada yang melumuri kotoran manusia di meja tempat Nenek berjualan padahal keluargaku tidak pernah mencari-cari masalah dengan orang lain Len,"
Milen terkejut mendengar semua keluh kesahku
"Astaghfirullah yang benar Na sumpah gila sekali itu orang kok ya tidak merasa jijik melumuri meja dengan kotoran manusia bagaimana caranya coba melakukan hal seperti itu?!"
Aku hanya mengangkat kedua bahuku menjawab semua ocehan Milen lalu aku menelungkupkan kepala diatas meja.
Bel pulang telah berbunyi, aku melangkahkan kaki dengan perasaan hampa karena banyaknya kejadian yang terjadi akhir-akhir ini membuatku merasa tidak berselera untuk melakukan apapun.
Malam harinya orang tuaku pergi entah pergi kemana aku dan Andi tidak diajak hanya Lea yang diajak oleh orang tua kami lalu beberapa jam kemudian Ibu datang dengan raut wajah menahan amarah aku yang melihat Ibu seperti itu mengernyitkan dahi.
"Apa ada masalah Bu?"
Dengan raut wajah menahan emosi Ibu berkata
"Untung Ibu tidak ikut Ayah tadi sewaktu pulang entah apa jadinya jika Ibu dibonceng Ayah!"
Aku bingung dengan penuturan Ibu tersebut lalu aku meminta Ibu menjelaskan
"Maksudnya bagaimana Bu kok Nana bingung ya dengan ucapan Ibu?"
Ibu menarik nafas perlahan untuk menetralisir degup jantung yang tidak beraturan karena menahan emosi.
"Tadi saat akan pulang kok tiba-tiba perasaan Ibu tidak enak lalu Ibu memutuskan naik angkutan umum saja bersama Lea dan Ayah pulang terlebih dahulu saat diperjalanan pulang Ayah hampir saja ditikam dari belakang dengan suami Tante Ina saat ini Ayah melaporkan kejadian tersebut kepada RT sekalian menunjukkan barang bukti yaitu baju Ayah yang sobek karena sabetan pisau dan untungnya cuma bajunya Ayah saja Na yang sobek entah apa jadinya kalau Ayah sampai terluka,"
Ujar Ibu dengan nafas memburu dan mata menatap nyalang.
"Ibu tahu darimana kalau yang hampir menikam Ayah suaminya Tante Ina?"
Tanyaku penasaran
"Tadi saat suami Tante Ina akan menikam Ayah dari belakang ada kendaraan yang menyorot dengan jelas kejadian tersebut walaupun lampu motor suaminya Tante Ina dimatikan ada lampu dibelakangnya yang menyorot dengan jelas sedangkan sepeda suami Tante Ina jalannya lambat sekali jadi bisa dilihat pelakunya secara langsung,"
Aku yang mendengar penjelasan Ibu hanya menganggukkan kepala dan menunggu kabar selanjutnya dari Ayah setelah beberapa jam kemudian Ayah pulang dan masih mengenakan baju bekas tikaman itu.
"Bagaimana Mas apa kata Pak RT tadi..."
Belum sempat Ibu melanjutkan pertanyaan Ayah yang melihatku lalu memberi isyarat agar aku masuk kedalam kamar aku sadar itu bukan ranah untuk anak sekecil diriku dan kejadian seperti itu bukan untuk jadi tontonan anak kecil tanpa banyak protes aku memasuki kamar walau aku sebenarnya penasaran dengan kelanjutan kasus tersebut tapi aku mencoba menerima keputusan Ayah yang tidak ingin anaknya tahu mengenai hal tersebut.
Keesokan harinya Ayah diajak Pak RT ke Kelurahan untuk menindak lanjuti kejadian semalam entah keputusan apa yang dibuat oleh pihak Kelurahan aku tidak berani bertanya secara langsung kepada Ibu maupun Ayahku.
Semua berjalan sebagaimana mestinya walau banyak sekali kejadian yang membuat pikiranku kacau.
Sepulang sekolah aku memutuskan kerumah Nenek, disana ada Kak Cahya, Kak Cahya yang notabene kakak sepupuku yang paling usil tiba-tiba berkata
"Pus Kejar Nana sana!"
Aku yang sedikit takut dengan hewan berbulu itu lari dan sialnya si kucing oyen itu menuruti ucapan Kak Cahya akhirnya naik turun kasur aku lakukan karena dikejar hewan berbulu itu lalu aku memanggil-manggil Nenek yang tertidur lelap di kasur yang aku putarin itu.
"Kak Cahya menyebalkan sekali Nek!!"
Ucapku sambil menahan airmata yang mulai mengembung di pelupuk mataku Kak Cahya yang melihat hal itu tertawa terbahak-bahak dan membuatku semakin kesal dibuatnya Nenek yang terganggu lalu memeluk Pussy akhirnya aku berhenti berlari setelah melihat Pussy berada di dekapan Nenek.
"Alhamdulillah tidak dikejar lagi awas kamu Kak menyebalkan sekali sih jadi orang!"
Ucapku sinis sambil berlalu pergi setelah kejadian itu aku takut dengan hewan berbulu tersebut dan sebisa mungkin aku menghindarinya.
salam kenal
terus semangat
jangan lupa mampir ya