"Jika ada kesempatan kedua, maka aku akan mencintai mu dengan sepenuh hatiku." Kezia Laurenza Hermansyah.
"Jika aku punya kesempatan kedua, aku akan melepaskan dirimu, Zia. Aku akan membebaskan dirimu dari belengu cinta yang ku buat." Yunanda Masahi Leir.
Zia. Cintanya di tolak oleh pria yang dia sukai. Malam penolakan itu, dia malah melakukan kesalahan yang fatal bersama pria cacat yang duduk di atas kursi roda. Malangnya, kesalahan itu membuat Zia terjebak bersama pria yang tidak dia sukai. Sampai-sampai, dia harus melahirkan anak si pria gara-gara kesalahan satu malam tersebut.
Lalu, kesempatan kedua itu datang. Bagaimana akhirnya? Apakah kisah Zia akan berubah? Akankah kesalahan yang sama Zia lakukan? Atau malah sebaliknya.
Yuk! Ikuti kisah Zia di sini. Di I Love You my husband. Masih banyak kejutan yang akan terjadi dengan kehidupan Zia. Sayang jika dilewatkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#5
Sekali lagi Zia berucap untuk memastikan apa yang di katakan oleh si pelayan sebelumnya. "Mbak. Mbak yakin kalau kamar ini kosong? Tapi ... saya .... " Zia langsung menggantungkan ucapannya.
Si pelayan pun langsung melihat Zia dengan tatapan yang sulit untuk Zia pahami. Namun, Zia tidak ingin mempermasalahkan tatapan si pelayan. Karena yang ada dalam hatinya saat ini hanyalah Yunan. Dia ingin bertemu dengan pria tersebut secepatnya.
"Mbak."
"Adek. Saya yakin, kamar ini kosong. Ah, tapi sebelumnya, kamar ini memang sempat di pesan oleh seseorang. Namun, tiba-tiba saja dibatalkan. Alasannya pun tidak jelas."
Zia langsung menoleh. "Di ... batalkan? Maksudnya? Tidak, tunggu! Awalnya, kamar ini memang ada yang memesan, gitu?"
Si pelayan mengangguk cepat. "Iya. Awalnya sudah di pesan. Tapi, dibatalkan sesaat yang lalu."
"Dibatalkan? Bagaimana bisa?"
"Saya juga gak tahu, Dek. Tapi yang jelas, hal yang pasti saat ini adalah, kamar ini kosong. Gak akan ada yang bisa kamu temui di sini jika memang kamu menunggu seseorang."
*
Zia berjalan dengan kaki yang lemah meninggalkan hotel tersebut. Ucapan si pelayan terus saja berulang di telinganya. Terdengar lagi dan lagi bagai kaset rusak yang terus berputar di tempat yang sama.
Hati Zia cukup kecewa atas kegagalannya dalam menemukan Yunan. Namun, dia tidak akan pernah menyerah. Akan dia usahakan sekuat tenaga untuk tetap bertemu dengan pria tersebut.
'Baiklah. Jika tidak hari ini, maka besok. Lalu, jika tidak besok, maka esoknya lagi. Lalu, begitulah seterusnya. Aku akan terus berusaha agar bisa bertemu dengan mu, Yunan.'
"Zia."
Panggilan itu langsung mengalihkan perhatian Zia dari apa yang sedang gadis itu pikirkan. Di depan sana, Brian sedang berdiri tegak dengan mata yang tertuju ke arah Zia. Gadis itu langsung membuang muka. Rasanya, terlalu malas untuk Zia bertatap muka dengan Brian sekarang.
"Zia. Kamu ke mana saja sih? Keluarga kamu-- "
"Di mana mereka sekarang?" Potong Zia dengan cepat.
"Mereka sudah kembali beberapa saat yang lalu. Mereka sudah lelah mencari kamu. Nomor kamu aktif, tapi kamu tidak menjawabnya. Kenapa, Zia?"
"Gak papa. Aku hanya sedang-- "
"Kamu kesal padaku. Aku minta maaf. Aku tahu kamu kecewa. Tapi, Zia. Hati tidak bisa dipaksakan. Aku menganggap kamu hanya sebagai seorang adik. Tolong, jangan bersikap gak masuk akal. Hanya karena kamu di tolak oleh seseorang, kamu bersikap kekanak-kanakan seperti yang kamu lakukan hari ini. Itu sangat menjengkelkan, Zia."
Seketika, Zia menatap Brian dengan tatapan lekat. Sungguh, ucapan Brian barusan cukup menganggu. Cukup untuk membuatnya merasa mual pula. Tapi, di kehidupan yang lalu, dia memang melakukannya.
Melakukan hal bodoh hanya karena cintanya bertepuk sebelah tangan. Sungguh sangat dia sayangkan. Gara-gara Brian tolak cintanya, dia yang tidak pernah menyentuh minuman keras sekalipun, malah melakukan hal gila dengan mencoba meminumnya.
Beruntung, dia menjatuhkan diri di pangkuan pria tampan yang sekarang sangat dia impikan pertemuan ke dua dengan pria tersebut. Aish, sayangnya, waktu di kehidupan pertama. Dia malah bertingkah sangat bodoh sampai mengabaikan pria tersebut.
"Zia."
"Ah, cukup. Aku mau pulang."
"Zia. Jangan begini. Jangan marah lagi. Kita bisa jadi-- "
"Iya. Aku tahu." Zia memotong ucapan Brian lagi dengan cepat. Karena dia sudah tahu ke mana arah ucapan Brian selanjutnya. Pasti akan membawa pada kakaknya lagi. "Aku sudah tahu. Kamu suka kakak ku. Kamu hanya anggap aku sebagai adik. Aku sudah tahu itu, Brian. Kamu sudah bilang sebelumnya, bukan? Jadi, tidak perlu kamu ucapkan lagi. Karena aku, sudah tahu."
Wajah Brian langsung berubah. Dia cukup bingung akan perubahan Zia yang sangat tiba-tiba. Tepatnya, setelah penolakan yang dia berikan. Gadis itu langsung berubah seratus delapan puluh drajat. Yang dari awalnya sangat manja, sekarang malah terlihat sangat ketus. Sungguh sangat mengejutkan bagi Brian.
"Zia."
"Ah, iya. Apa lagi? Mau bicara apa lagi? Aku lelah. Mau pulang sekarang. Sudah sangat rindu dengan rumah."
"Zia. Apa yang kamu bicarakan? Kamu, kamu benar-benar-- "
"Aku tidak marah. Kamu ingin antar kan aku pulang atau tidak? Jika tidak, aku akan panggilkan taksi online buat bawa aku pulang."
"Zia."
"Ah, ya Tuhan. Apa lagi? Aku sudah sangat ingin pulang. Jangan ajak aku bicara lagi. Aku lelah. Apa kamu gak ngerti?"
"Kamu aneh, Zia. Kamu-- "
Zia langsung mendengus. Tak hanya itu saja, dia yang sudah sangat lelah tidak lagi ingin mengajak Brian bicara. Dia langsung beranjak meninggalkan Brian sendirian di sana.
Brian yang ditinggalkan, mau tidak mau langsung menyusul dengan cepat. "Zia, tunggu!"
"Apa lagi?"
"Pulang dengan ku. Kakak mu minta aku buat cariin kamu. Aku akan buktikan kalau aku bisa dia andalkan. Jadi, aku akan antar kan kamu pulang."
Zia terlalu malas untuk menjawab dengan kata-kata. Dia lepaskan napas berat, lalu berjalan menuju ke arah mobil Brian yang masih terparkir di parkiran tak jauh dari mereka bicara sebelumnya.
Sepanjang perjalanan menuju kediaman Hermansyah. Keduanya terus diam. Brian yang tidak tahu harus bicara apa pada gadis yang telah dia tolak pernyataan cintanya. Sedang Zia, dia yang terlalu malas untuk bicara dengan pria tersebut. Tentu saja bukan karena pernyataan cintanya di tolak oleh pria tersebut. Melainkan, karena dirinya sedang sibuk dengan pikirannya sendiri. Pemikiran tentang Yunanda. Suaminya di kehidupan yang lalu.
Zia terus menikmati perjalanan pulang dengan damai hingga mobil yang dia tumpangi berhenti di depan rumah. Kediaman Hermansyah yang sejak dia menikah dengan Yunan, tidak pernah dia datangi lagi. Semua karena sang papa yang tidak mengizinkan dia pulang.
Kabar dia yang telah menghabiskan malam bersama dengan Yunan di kehidupan lalu tersebar. Sang ayah marah besar. Di tambah pula dengan pengakuan Brian yang gara-gara dia menolak Zia, gadis itu malah berbuat gila dengan menghabiskan malam bersama dengan pria asing. Karena itu, sang ayah semakin marah padanya.
"Kamu gadis bod*oh! Kamu harus menikah dengan pria yang telah merenggut kesucian mu itu. Setelah menikah, jangan pernah pulang. Aku tidak akan pernah menerima kamu lagi di rumah ini."
Begitulah kata papanya yang langsung membuat Zia sedih dan juga sangat marah. Selain Yunan, dia juga membenci papanya. Dia beranggapan, karena paksaan dari papanya lah, hidupnya menderita bersama dengan pria lumpuh yang sama sekali tidak pernah dia cintai sedikitpun.
Pikiran tentang masa lalu itupun menghilang. Manik mata Zia sedikit berkaca-kaca sambil menatap rumah mewah dengan dua lantai yang ada di depannya. Rumah tempat dia dibesarkan selama lebih dari dia puluh tahun.
Zia melangkah pelan memasuki halaman rumah. Matanya terus menatap bangunan tersebut tanpa berkedip. Hatinya cukup bahagia karena dia telah diberikan kesempatan untuk menata kembali kehidupannya yang sudah rusak sebelumnya.