NovelToon NovelToon
ARGRAVEN

ARGRAVEN

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: Eva

WARNING ⚠️

Mengandung beberapa adegan kekerasan yang mungkin dapat memicu atau menimbulkan rasa tidak nyaman bagi sebagian pembaca.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eva, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

5. »Mine?

Mine

***

Mobil milik Agraven berhenti di depan salah satu gang bernama gang Violet. Gang di mana tempat kontrakkan kecil milik gadis bernama Azalea berada.

"Makasih banyak, ya, kak. Emm, jaket kakak aku cuci--"

"Buang," potong Agraven tanpa menoleh ke arah Aza yang masih di sampingnya.

Mata Aza melotot kaget. Gadis itu tau jaket tersebut bukan, lah, jaket yang harganya murah. "Tapi, kak, jaket ini ...." Ucapan Aza menggantung karena Agraven menatapnya dengan tajam.

"Keluar!" sarkas Raven mengusir Aza.

Dengan cepat Aza mengangguk, lalu ia keluar dengan jaket yang masih melilit di pinggang rampingnya.

"Makasih banyak, kak. Kakak baik banget," ungkap Aza tersenyum manis. Namun, Raven tidak menghiraukannya sama sekali. Tatapannya lurus ke depan dengan pikiran yang bercabang.

"Hati-hati, Kak. Dan sekali lagi, terimakasih," ungkap Aza. Karena tidak mendapat jawaban, Aza langsung menutup pintu mobil Agraven.

Lamunan Agraven langsung lenyap setelah mendengar pintu mobilnya ditutup oleh Aza. Ternyata gadis itu sudah berjalan memasuki gang yang cukup sempit. Hanya motor yang bisa masuk, tapi tidak dengan mobil.

Tatapan tajam Agraven masih tertuju pada punggung Aza yang sedikit lagi menghilang dari pandangannya.

"Mine." gumamnya. Satu kata mempunyai dua makna.

Entah apa yang Agraven Kasalvori maksud. Mengklaim Aza sebagai miliknya mempunyai dua makna. Yang pertama Aza akan menjadi target selanjutnya, yang kedua Aza akan menjadi gadisnya.

Jika Aza menjadi target berikutnya, apa itu mungkin? Agraven hanya membunuh orang yang menurutnya sampah. Apa Aza juga termasuk sampah di mata Agraven?

Kemudian opsi yang kedua menjadi gadisnya. Apa itu masuk akal? Apa alasan Agraven mengklaim Aza sebagai gadisnya? Apa yang dilihat laki-laki itu pada diri Aza?

Azalea Kananta. Gadis cantik nan polos itu baru saja sampai di kontrakkannya saat hari sudah gelap. Senyuman tidak luntur menghiasi wajah cantiknya.

Ia sangat berterima kasih kepada Tuhan, karena telah mengirimkannya laki-laki tampan yang seperti malaikat penolong untuknya pada sore ini.

"Kak Ludira beruntung banget mempunyai hubungan dengan kakak misterius itu. Entah itu pacarnya, ataupun adiknya," ujar Aza saat memasuki kamar mandi.

Beberapa menit kemudian, Aza keluar dari kamar mandi setelah menyelesaikan ritual mandinya.

Ia berniat menelepon Vanna untuk menceritakan kejadian yang ia alami sore ini. Namun, nomor gadis petakilan itu sedang sibuk.

"Ih, Vanna nelpon siapa, sih? Tumben banget sibuk nomornya," gumam Aza.

"Ya sudahlah, kalau Vanna nggak ada, sama si Izi aja curhatnya." Izi adalah buku harian pemberian dari Rafka saat ulang tahunnya yang ke-19 tahun.

Vanna yang memberikan nama untuk diary Aza dengan nama Izi. Katanya biar mirip dengan nama pemiliknya.

Malam Izi.

Kamu tau nggak tadi sore Aza mengalami hal yang sangat memalukan. Rasanya Aza ingin menangis tadi.

Untung Tuhan mengirimkan malaikat baik untuk Aza.

Malaikatnya itu adalah sosok misterius yang diceritain Vanna. Walau orangnya dingin banget, dan omongannya selalu ektrim, Aza tau dia orang baik. Buktinya dia mau anterin Aza sampai rumah dengan selamat sentosa mengantarkan ke depan pintu gerbang kemer--hehe canda, Zi.

Dia cocok dengan kak Ludira, Zi. Aza yakin mereka itu pacaran. Aza ikut seneng, karena Aza sangat mengagumi Kak Ludira. Mereka pasangan yang serasi.

Ya udah, ya, Zi. Aza mau masak dulu, Aza belum makan dari tadi siang. Semoga masih ada bahan masakan yang bisa Aza makan. Karena sampai saat ini, Aza belum menemukan pekerjaan baru.

Doain, ya, Zi. Semoga Aza cepat dapat pekerjaan. Soalnya uang pinjaman Aza dari Vanna udah mau abis.

Bye Izi.

Azalea terkekeh karena tingkahnya sendiri. Ia selalu menganggap Izi itu hidup dan bisa mendengarkan semua keluh kesahnya.

Aza berjalan menuju dapur yang tersambung dengan ruang tamu di kontrakkannya. Bahu Aza melemas setelah melihat bahan masakan yang sudah habis. Hanya tersisa empat buah cabe dan satu tomat hijau. Apa malam ini ia akan berpuasa?

Aza duduk di kursi meja makan kecil yang hanya ada dua kursi saja. Ia menuangkan air putih ke dalam gelas, lalu ia minum sampai tandas.

Suara ketukan pintu mengegetkannya yang sedang meminum. Gadis itu lantas terbatuk-batuk.

"Uhuk-uhuk! Aduh." Gadis itu menepuk-nepuk dadanya karena tersedak air. Setelah mereda, ia segera membukakan pintu.

"Afka?!" kaget Aza setelah tau siapa yang datang.

"Hallo, Sayang," sapa Rafka dengan senyumannya yang menawan. Senyuman yang mampu membuat mahasiswi ASKALA menjerit karenanya.

"Kenapa ke sini? Bunda sama siapa?"

"Ada Ayah. Aku sengaja mampir ke sini sebelum pulang," jawab Rafka. "Nih, aku bawain martabak spesial untuk orang yang spesial," lanjut Rafka mengulurkan martabak yang sempat ia beli sebelum mampir ke rumah Aza.

Gadis itu tersipu mendengar ucapan dari cowok itu. "Afka duduk dulu, Aza ambil minum."

"Nggak usah, Za. Aku mau langsung pulang aja. Besok pagi aku jemput. Ada kelas pagi, 'kan?"

Aza mengangguk, lalu tersenyum. "Ya udah kalau gitu, Afka hati-hati, jangan ngebut, jangan sok-sokan keren naik motornya, jangan-"

"Banyak gaya," sambung Rafka terkekeh. Ia sangat hafal setiap pesan yang diucapkan oleh Aza saat ia akan pulang.

"Wah, Afka pinter," puji Aza.

"Ya udah aku pulang, kamu masuk duluan, gih."

"Afka dulu yang pulang, habis itu baru Aza masuk," sanggah Aza.

"Masuk duluan Aza sayang," tutur Rafka dengan lembut. Dan akhirnya Aza luluh.

Setelah gadis itu sudah menutup pintu rumah, barulah Rafka pulang.

***

Seperti yang dikatakan Rafka tadi malam. Pagi ini ia sudah sampai di depan rumah Aza. Lebih tepatnya kontrakan.

"Ayo Afka! Kita berangkaaaat!" seru Aza setelah duduk di atas motor Rafka dengan bahagia.

Pagi ini, Aza libur sarapan di rumah. Ia berniat untuk sarapan di kampus saja, karena di rumahnya tidak ada sesuatu yang bisa ia makan. Sungguh gadis malang. Untuk sekedar sarapan saja, terbilang sangat susah. Aza tidak pernah menunjukkan keluh-kesahnya kepada Vanna ataupun Rafka. Ia hanya berkeluh kepada-kesah kepada Tuhan dan Izi buku hariannya.

"Aza udah sarapan?" Pertanyaan rutin meluncur dari mulut Rafka.

Aza menggeleng walau Rafka tidak dapat melihatnya. "Nanti Aza sarapan di kampus. Afka udah sarapan?" tanyanya balik.

"Udah, Za. Nanti aku temenin kamu sarapan," balas Rafka.

"Terimakasih Afka," ungkap Aza tersenyum di balik punggung Rafka.

Setelah sampai di kampus, Rafka langsung membawa Aza ke kantin. Suasana masih sangat sepi. Aza menyukai itu, jadi ia tidak perlu melewati badai manusia yang menghalanginya untuk mengisi perut pada pagi ini.

"Duduk." Rafka menuntun Aza untuk duduk di salah satu kursi. "Kamu mau pesan apa?" lanjutnya setelah Aza duduk dengan manis.

"Nasi goreng aja, Af," jawab Aza apa adanya.

"Oke, tunggu lima menit, Tuan Putri!" jawab Rafka dengan hormat kepada Aza.

Gadis itu terkikik. "Siap, Tuan Putra!" jawabnya.

Tanpa mereka sadari, di meja lain dengan jarak yang cukup jauh dari mereka, terdapat sepasang mata menatap mereka dengan datar. Kantin ASKALA cukup luas, sehingga Aza dan Rafka tidak menyadarinya.

Dia Agraven Kasalvori dan jangan lupakan ada Galva dihadapannya dengan wajah bingung.

"Rav! Lo liatin apaan, dah? Serius amat kayak minta dinikahin!" tanya Galva. Laki-laki itu lantas berbalik untuk melihat apa yang sedari tadi menarik perhatian Agraven.

"Kenapa lo liatin mereka? Iri? makanya cari pacar!" ejek Galva sambil tertawa.

Namun, Agraven tetap diam tanpa merespon ucapan Galva. Hal itu membuat Galva geram ingin mengacak-acak wajah tampan Agraven sekarang juga.

"Lo merasa kalah saing sama ketampanan si Rafka-Rafka itu, Rap?" tanya Galva tertawa.

"Rafka?"

Galva kembali menoleh ke arah Agraven. "Iya Rafka, noh! Dia itu mahasiswa semester dua, eh, tiga maksudnya, tapi dia udah jadi cowok terpopuler di kampus ini. Gue yakin kalau lo buka identitas dan buka, tuh, masker ... gue yakin lo bakal ngalahin kepopulerannya si Rafka," jelas Galva.

"Nggak tertarik," balas Agraven dengan datar.

Galva meminum minumannya hingga tandas untuk melampiaskan kekesalannya terhadap Agraven. Jika ia lampiaskan ke orangnya langsung, Galva tidak punya cukup nyali.

"Terus kenapa lo dari tadi liatin mereka? Atau jangan-jangan lo liatin ceweknya ...." Galva menghentikan ucapannya, lantas ia mengikuti arah pandang Agraven.

"Mine," balas Raven dengan tatapan tertuju kepada Azalea.

Mata Galva melotot karena kaget. "Omo! Ulangi, Rap!"

"Mau gue potong telinga, lo?"

"Ck, sadis amat, lo. Kan, Galva ganteng cuma memastikan yang lo bilang tadi," jawab Galva mencibir. "Terus lo kenapa main klaim-klaim pacar orang, Rap? Cewek lain banyak, elah! Gue bantu cariin, deh!" saran Galva mengingatkan temannya.

"Berisik!"

"Buset! Gue nyaranin doang, Rap. Lagian lo mau embat cewek orang?" tanya Galva kembali memastikan.

"Gue juga orang, jadi dia juga cewek gue," balas Agraven.

"Iya juga, ya, Rap. Jadi semua cewek orang, berarti cewek gue juga. Terus istri orang, istri gue juga! Kan, gue juga orang!" balas Galva tersenyum antusias. Namun, Agaven tetap tidak memperdulikannya.

Galva kembali bertanya untuk menuntaskan rasa penasarannya. "Rap, lo berniat jadi pelakor?"

"Pelakor itu apa?" tanya Agraven mengalihkan pandangannya ke arah Galva.

Lagi-lagi Galva dibuat kaget oleh laki-laki tampan seperti Agraven Kasalvori.

"Omooo! Lo hidup di zaman purba, ya, Rap? Masa pelakor aja nggak tau!" jawab Galva berdiri dari duduknya.

"Jawab!"

"Pe.lak.or PErebut LAK-eh, lo, kan, laki, Rap!" ralat Galva setelah menyadari kesalahannya. Pantas saja Agaven bertanya padanya, bukan karena laki-laki itu tidak tau apa itu pelakor.

"Berarti ganti pertanyaan. Lo berniat menjadi pebinor, Rap?"

"Pebinor itu apa?" Lagi-lagi Agraven bertanya.

"Pebinor PErebut BINI ORang! lo kayaknya hidup-eh, mereka, kan belum menjadi laki bini," Lagi-lagi Galva merasa bodoh dengan pertanyaan Agraven yang berhasil menjebaknya.

"Bukan belum, tapi nggak akan pernah!" balas Agraven. "Kita lihat selanjutnya tentang kisah mereka," sambung Agraven tersenyum smirk dibalik masker hitamnya.

Galva hanya bisa mengelus dada dan bergumam, "udah psikopat, tapi menolak sadar. Sekalinya tertarik sama cewek, tapi cewek orang. Berniat menjadi PHO lagi. Gini amat punya sahabat."

Sedangkan Agraven masih menatap ke arah Aza dan Rafka. Terlihat Aza sedang menyantap nasi goreng yang Rafka pesan, sedangkan Rafka hanya diam memperhatikan kekasihnya makan.

"Selamat menikmati kebersamaan kalian untuk terakhir kalinya," batin Agraven.

To be continue...

1
Los Dol TV
Keren dan Inspiratif.... semoga sudi singgah ke Karyaku , Rindu Gugat
Neneng Dwi Nurhayati
ini cerita nya Agra sama Ara itu beda agama gmna Kak,
Neneng Dwi Nurhayati
double up kak
opiko
Sudah menunggu dengan tidak sabar lanjutan cerita selanjutnya! Teruslah berkarya, author!
Rosalie: udah up yah🤗
total 1 replies
Rakka
Jangan bikin saya penasaran thor, update secepat mungkin ya! 🙏😊
Rosalie: Silahkan follow akun ini buat dapetin update an terbaru dari cerita ARGRAVEN 🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!