Pelacur Yang Dirindukan ( Emperor Transmigration )

Eleena berjalan ke arah meja, ia menarik pisau yang menancap di buah Apel. Dengan perlahan dia mengupas kulit Apel.

"Lelaki gila wanita! Lelaki bego! Idiot! Kenapa juga bilang mencintaiku kalau ujung - ujungnya masih sama wanita itu! Baji ngan sialan! Jika ada kesempatan akan ku potong senjata bertegangan tingginya yang dia bangga - banggakan pada para wanita itu! Bahkan di depan para gadis, dia bersikap sok keren! Apa dia ingin digandrungi para gadis itu! Cih!"

Pangeran yang baru saja membuka pintu terpaku mendengar rutukan - rutukan Eleena padanya, tangannya seketika turun menjaga bagian bawah diantara kedua kakinya.

Ternyata aku salah, aku kira Eleena marah karena cemburu ternyata dia benar - benar geram dan mengutukiku. Hahhh....

"Nyonya Adelweise, saya datang untuk melihat keadaan Anda," Pangeran berwajah datar tapi tatapannya mengarah ke arah pisau di tangan Eleena. Ia tiba - tiba merasa ngilu dibawah sana.

Eleena dengan cepat merubah wajahnya, "Pangeran, kebetulan Anda datang. Apa senjata saya ada pada Anda?" tanyanya dengan suara ramah.

Lihat dia! Dengan cepat merubah suaranya. Batin Pangeran.

"Senjata? Bukankah kamu sedang memegang pisau, apa itu bukan senjatamu?"

Eleene baru tersadar ujung pisau di tangannya mengarah ke tubuh Pangeran ke bagian bawah lelaki itu. Dengan cepat ia melepar pisau itu ke piring buah kembali.

"Maksudku tongkatku? Itu adalah milik suamiku, jika hilang aku akan dimarahi nanti."

"Ahh, tongkat aneh itu. Ada sebilah pedang di dalamnya."

"Iya yang itu, itu benda suamiku. Tolong kembalikan."

"Emmm, tapi sepertinya aku tidak bisa memberikannya," Pangeran menggeleng.

"Kenapa?"

"Itu salah satu bukti, bukti Anda melawan dengan tongkat itu karena melindungi diri dari putra Duke."

Sial! Hanya itu senjata yang bisa aku buat di desa karena bahan - bahan untuk membuat senjata sangat langka disana!

Pangeran melihat mata Eleena menajam, ia menduga senjata itu sangat berarti untuk Eleena.

"Begini saja, Nyonya. Saya bisa memberikan nya, tapi..."

"Tapi?"

"Senjata itu tidak diperbolehkan digunakan untuk hal - hal yang bertentangan dengan hukum, misalnya jika kamu sedang kesal pada seseorang dan berniat menusuknya dan sejenisnya. Bagaimana?"

"Aku berjanji tidak akan melukai orang lain, apalagi yang bertentangan dengan hukum," janji Eleena yang penting senjatanya bisa kembali, siapa tau dia membutuhkan lagi senjata itu suatu hari.

Tetapi Pangeran masih ragu, siapa tahu dia yang akan ditusuk senjata itu. Namun, dia bisa menerima jika yang menusuknya Eleena. "Baik, aku akan menyuruh seseorang mengambilnya di Istana kerajaan."

Eleena lega, dia lalu mengambil satu pir di atas piring. "Anda mau?" tawarnya pada Pangeran.

"Tidak, aku tidak suka buah pir," tolak Pangeran.

"Hmm, kalau begitu aku akan memakannya. Bayiku di dalam sana sangat menyukainya--"

Grep!

Pangeran langsung mengambil buah pir itu lalu memakannya dengan sekali gigitan besar.

"Emm, ternyata begini rasanya. Enak sekali... Kenapa aku tidak menyukainya. Baiklah, mulai sekarang aku akan menyukainya... Emm," Pangeran menggigit sekali lagi buah pir di genggaman tangannya.

Eleena melongo bahkan tangan bekas memegang buah pir itu masih terangkat di udara.

"Kalau begitu aku tidak mengganggu lagi," wajah Pangeran mulai panas, ia alergi buah pir. Dengan langkah lebar dia keluar kamar Eleena setengah berlari ke kamarnya sendiri.

"Oekkkk.... Argght! Panas! Panas!" ruam - ruam kemerehan mulai muncul, Pangeran menggaruk tubuhnya yang terdapat ruam.

"Pangeran!" Santos masuk ke dalam kamar mandi melihat wajah dan bagian tubuh Pangeran memerah.

"Aku makan buah pir, cepat berikan obatku!"

Santos mengambil obat di dalam botol lalu memberikannya pada Pangeran.

"Kenapa Pangeran makan pir?" tanya Santos heran.

"Karena anakku di kandungan Eleena suka pir, aku harus mulai menyukai makanan kesukaan Eleena dan anakku."

Gila! Tidak! Bukan gila tapi abnormal! Batin Santos tak berani menyuarakan pikirannya.