Pertemuan antara lelaki bernama Saddam dengan perempuan bernama Ifah yang ternyata ibu kosnya Ifah adalah gurunya Saddam disaat SMA.
Ingin tau cerita lengkapnya, yuk simak novelnya Hani_Hany, menarik loh... jangan lupa like, komen, dan ajak para readers yang lain untuk membaca. yuks
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hani_Hany, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 34
"Ayo kita kembali ke tempat tinggal kita." ujar Ifah mulai berkaca². Memang terlihat sepele tapi bagi ibu yang baru selesai melahirkan itu sangat menyedihkan. Ifah hanya memikirkan sang anak, menjaga kesehatan anak dan demi kebaikan anak.
"Sabar yank. Kalau mau miki kembali asal siap hidup bertiga, kamu urus Hani saya urus yang lainnya. Kalau ku tinggal kerja kamu harus bisa sendiri. Kalau disini itu masih ada neneknya Hani yang masak yank, yang bantu mandikan Hani. Apa kamu sudah bisa mandikan Hani?" tanya Saddam panjang kali lebar.
"Gak tau." jawaban Ifah singkat. "Benar juga kata suami, tapi gimana dengan Hani! Kasihan juga dia kalau lama disini." batin Ifah. Usai drama masalah kucing waktunya istirahat dan tidur nyenyak.
Usai acara pelepasan pusar dan pemberian nama, Nayla dan Papa Abdul berencana pulang kembali.
"Bisa gak sih kamu bantu disini dulu?" tanya Ifah melow pada Nayla.
"Maaf kak, aku mau disini tapi papa juga kurang sehat, belum juga pekerjaan ku masih banyak." ucap Nayla menjelaskan. Dia merasa kasihan pada sang kakak seperti tertekan dan kurang bahagia. Padahal setaunya ibu menyusui harus rilex dan bahagia.
"Ya sudah deh!" jawab Ifah lesu seperti anak kecil tidak dikasih permen.
"Emang kamu yang urus papa de? Mana mami?" tanya Ifah beruntun penasaran.
"Kakak tau sendiri kan mami sibuk urus anaknya juga yang mau masuk Polisi tapi gak lolos, mau daftar kuliah kayaknya." ujarnya. Saatnya Nayla pamit dengan papa, mereka datang berdua dan di Palopo selama satu minggu. Usai acara pamit Ifah kembali ke kamar untuk menemani Hani sedang tidur.
"Saddam, bantu dulu ibu angkat pakaian. Berat!" panggil ibu Setya.
"Iya bu, tunggu." jawab Saddam yang masih sibuk bantu isteri pasang stagen.
Tepat satu bulan Hani mereka berkumpul di ruang tamu. Sebelumnya ada saja tetangga yang datang menjenguk Hani dan ibunya. Saat sunyi mulai diadakan rapat antara Ifah, Saddam, ibu Setya, ayah Putra, dan Novi yang ikutan juga.
"Begini Saddam, kamu sekarang sudah jadi ayah." ucap ayah Putra menjeda ucapannya. "Kamu harus kerja yang semangat, jangan buat malu keluarga dan anakmu." imbuhnya.
"Maksudnya yah?" tanya Saddam heran.
"Di bilang bos mu, kamu jarang masuk kerja!" protes ayah.
"Saya kan bantu isteri, bantu ibu juga di rumah! Apa selama ini saya hanya ongkang kaki saja? Tidak kan? Saya bantu kesana kemari, bahkan saya juga harus nyuci pakaiannya anakku." ucap Saddam membela diri. Ifah masih diam mendengarkan.
"Terus masalah mertuamu, kenapa katanya mau kirim uang buat renovasi rumah?" tanya ayah lagi.
"Loh, siapa yang bilangi ke mertua ku tentang keadaan tempat tinggal kami yang keropos? Kayaknya aku gak pernah bilang." ujar Saddam jujur.
"Iya. Tapi kenapa kamu mau dikirimi uang?" tanyanya ketus.
"Itu rezeki Hani, kenapa memang kalau ada yang mau kasih Hani rezeki? Mau kita tolak!!!! Apa kita mau tanggung biaya kehidupan anakku sampai sekolah? Gak kan??" tanyanya beruntun. Ayah diam di skak mati oleh Saddam. Dia hanya gengsi dibantu oleh besannya masalah ekonomi karena dia merasa dirinya mampu, pikir Ifah.
"Kamu ini bicara apa Dam, yang sopan!" peringat ibu Setya.
"Aku hanya menjawab pertanyaan bu, kemudian aku tanya balik. Seharusnya ayah mampu menjawab. Dan, kenapa juga ayah tanyakan hal begini di depan isteriku? Supaya dilihat keren begitu." ujarnya sambil senyum mengejek.
"Sudah Dam, kamu ini dibilangi melawan." tegur ibu Setya.
"Bukan melawan bu, cari pembelaan untuk diri sendiri." jawab Saddam jujur.