"Cahaya di Tengah Hujan"
Rini, seorang ibu yang ditinggalkan suaminya demi wanita lain, berjuang sendirian menghidupi dua anaknya yang masih kecil. Dengan cinta yang besar dan tekad yang kuat, ia menghadapi kerasnya hidup di tengah pengkhianatan dan kesulitan ekonomi.
Di balik luka dan air mata, Rini menemukan kekuatan yang tak pernah ia duga. Apakah ia mampu bangkit dan memberi kehidupan yang layak bagi anak-anaknya?
Sebuah kisah tentang cinta seorang ibu, perjuangan, dan harapan di tengah badai kehidupan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon 1337Creation's, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bayangan di tengah Malam
Bab 32: Bayangan di Tengah Malam
Malam itu begitu sunyi.
Di dalam kamar tempat Aditya menginap, suasana terasa damai. Angin malam berhembus lembut dari jendela, membuat tirai bergoyang perlahan. Aditya tertidur lelap di atas kasur empuk yang belum sepenuhnya ia biasakan. Udara di rumah Tante Lita jauh lebih sejuk dibanding rumahnya yang kecil dan pengap.
Namun, di tengah tidurnya yang nyenyak, sesuatu terjadi.
Hawa dingin yang tak biasa merayap perlahan di seluruh ruangan.
Awalnya, hanya perasaan biasa. Namun semakin lama, udara semakin menusuk, seolah ada es yang menyelimuti kamar itu. Tubuh Aditya mulai menggigil. Ia merapatkan selimut, tapi tetap saja hawa dingin itu terasa seperti menembus ke dalam tulang.
Tiba-tiba…
Ceklek…
Lampu di kamarnya mulai bergoyang. Bukan bergoyang pelan, melainkan berayun cepat ke sana kemari seolah ada sesuatu yang tidak terlihat sedang bermain dengannya.
Aditya terbangun.
Matanya perlahan terbuka, masih mengantuk. Namun saat ia melihat ke arah langit-langit, tubuhnya langsung menegang.
Lampu terus berayun liar, mengeluarkan suara berderit yang aneh.
Lalu, dari sudut kamar, muncul sesuatu.
Sebuah bayangan hitam.
Bayangan itu perlahan membentuk sosok yang tinggi, dengan mata merah yang bersinar tajam di tengah kegelapan.
Aditya ingin berteriak, tapi suaranya tertahan. Tenggorokannya terasa tercekat.
Sosok itu bergerak mendekat, langkahnya tak bersuara, seolah melayang di udara.
Ketika ia semakin dekat, Aditya dapat melihat lebih jelas. Sosok itu tidak memiliki wajah, hanya kegelapan pekat yang melayang dengan mata merah yang menembus jantung.
Tiba-tiba, makhluk itu mengulurkan tangannya.
Sebuah tangan hitam panjang dengan jari-jari yang kurus dan mengerikan mencengkeram tubuh Aditya, menahannya di tempat.
Dalam suara yang serak dan berbisik, makhluk itu berkata:
"Matilah kau…"
Detik itu juga, Aditya ingin menjerit, tapi tubuhnya seakan lumpuh.
Hawa dingin semakin menusuk, membuat jantungnya berdetak lebih cepat.
Namun, di tengah ketakutannya, ia mengingat sesuatu.
Sebuah doa.
Dengan sisa keberanian yang ia miliki, ia menutup matanya dan mulai berdoa dalam hati.
"A'udzubillahiminasyaitonirrojim… Bismillahirrahmanirrahim…"
Lalu, suara lirihnya mulai menguat.
"Allah… lindungilah aku… Lindungilah aku dari kejahatan makhluk ini…"
Tiba-tiba, sesuatu yang luar biasa terjadi.
Bayangan hitam itu tersentak. Mata merahnya melebar, seolah merasa terancam.
Tiba-tiba, tubuhnya mulai bergetar.
"ARGHHHHH!!!"
Makhluk itu berteriak kesakitan.
Dari tubuhnya, muncul api yang membakar perlahan. Api itu menyebar ke seluruh tubuhnya, membuatnya menggeliat kesakitan.
"TIDAAAK!!!"
Dalam sekejap, makhluk itu menghilang dalam kobaran api, meninggalkan ruangan yang kembali sunyi.
Aditya terbangun.
Ia terduduk di kasur, napasnya tersengal-sengal. Tubuhnya berkeringat dingin.
Tangannya gemetar saat ia meraih jam kecil di samping tempat tidur.
03.00 pagi.
Matanya membesar.
Ia langsung melompat dari tempat tidur, berlari keluar kamar tanpa peduli apa pun lagi.
---
Tante Lita yang Tak Percaya
Tante Lita terbangun karena suara ketukan keras di pintunya.
TOK! TOK! TOK!
Dengan wajah masih mengantuk, ia berjalan ke pintu dan membukanya.
Di depannya, berdiri Aditya dengan wajah pucat dan tubuh gemetar.
"Ada apa, Aditya?" tanyanya bingung.
"Tante… aku melihat sesuatu… ada bayangan hitam… dia bilang aku harus mati!" suara Aditya bergetar, hampir menangis.
Tante Lita mengerutkan dahi. Ia mengusap wajahnya, mencoba memahami apa yang baru saja didengarnya.
"Bayangan hitam? Aditya, kamu mimpi buruk. Itu cuma bunga tidur."
"Tapi, Tante, itu terasa nyata! Aku merasa dingin… lampu bergoyang… dia bahkan menyentuhku!"
Tante Lita menghela napas panjang.
"Dengar, Nak. Kadang kalau kita terlalu lelah atau kepikiran sesuatu, kita bisa mimpi aneh-aneh. Itu cuma mimpi bolong."
Aditya menatapnya, masih dengan ketakutan.
"Tapi Tante, aku benar-benar melihatnya…"
Tante Lita tersenyum lembut. "Sudah, sudah. Ayo, tidur lagi. Kalau kamu takut, tidur di kamar Tante malam ini."
Aditya terdiam sejenak, lalu mengangguk pelan.
Meskipun Tante Lita tidak percaya, ia tetap merasa lebih aman jika tidak tidur sendirian malam ini.
Namun, satu hal yang masih menghantui pikirannya:
Apakah itu benar-benar hanya mimpi?