Pertemuan antara lelaki bernama Saddam dengan perempuan bernama Ifah yang ternyata ibu kosnya Ifah adalah gurunya Saddam disaat SMA.
Ingin tau cerita lengkapnya, yuk simak novelnya Hani_Hany, menarik loh... jangan lupa like, komen, dan ajak para readers yang lain untuk membaca. yuks
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hani_Hany, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 32
"Ibu kerja dimana?" tanya bidan Olla sambil menjahit jalan lahir untuk si bayi.
"Di Kampus bu bid, cuma selama hamil ambil cuti karena mabok." ucapnya sambil tersenyum mengingat dikehamilannya yang luar biasa bisa dirasakan Ifah. Dia bersyukur menjadi wanita pilihan yang diberi kesempatan oleh Allah untuk hamil dan melahirkan secara normal. Karena di luar sana banyak yang menginginkan hamil tapi belum kunjung diberi amanah, pikirnya. "Sekali lagi terima kasih ya bu bidan, pekerjaan ibu sungguh mulia." ujar Ifah jujur.
"Sama sama bu, tapi ya begitu lah. Kami masih honor jadi gaji juga belum seberapa!" ujarnya sendu.
"Sabar ya bu, semoga ada rezeki ta di lain tempat yang banyak dan berkah. Aamiin." doa Ifah tulus. Lama mereka berbincang hingga bidan Olla menyelesaikan tugasnya lalu membereskan peralatannya kemudian pamit.
"Alhamdulillah sudah selesai bu. Nanti kalau sudah 3 minggu di rumah, ibu bisa kembali kesini untuk cek jahitannya." pesan bidan Olla sebelum pulang karena dia akan beristirahat dan jam kerjanya akan diganti oleh temannya atau biasa disebut dengan shift (pergantian pekerja).
"Sekali lagi terima kasih banyak bidan Olla." ucap Ifah tulus. Tepat pukul 07.30 Ifah bisa dipindahkan diruang rawat inap karena dikhawatirkan terjadi sesuatu hal.
"Sudah ku siapkan kamar yank, meski bayar gak apa lah yang penting gak menumpuk di dalam." ujar Saddam mendekat pada sang isteri.
"Kalau sudah boleh pindah ayo!" ucap Ifah semangat. "Anakku." ucapnya penuh haru. "Ingin selalu ku dekap kamu nak." batin Ifah melihat anak digendongan bidan Jeni, karena neneknya tidak kuat jika harus naik tangga dengan menggendong sang cucu dikarenakan berat badannya saja menghampiri 100kg.
"Biar digendong bidan yank, insya Allah aman. Kan kita disini mendampingi!" ujar Saddam menenangkan sambil menggandeng sang isteri. Sesampainya di kamar, Ifah istirahat bersama sang bayi. Tetapi karena rasa harunya, Ifah tertidur beberapa menit saja seperti sungguh lama. Ketika semua sedang duduk² bersantai mereka mengobrol tentang kejadian subuh tadi.
"Weh itu orang di sebelah tadi beraknya jatuh-jatuh." ucap Novi bergidik ngeri atau lebih tepatnya jijik.
"Kamu injak kah Novi?" tanya Saddam pada sang adik.
"Iya. Na dari luar k tadi ketemu ayah, pas masuk tidak ku lihat ke injak." ucapnya serius sambil mengedik kan bahunya.
"Ish jorok." ujar Saddam. "Untung isteriku bersih dia, sudah memang buang hajat dari rumah." ucapnya bangga.
"Memang bagus begitu, buang air besar dulu! Biasa memang kalau orang mau melahirkan kayak mau buang air besar, kalau begitu biasa langsung bayinya yang keluar! Untuk Ifah gak langsung melahirkan dikamar mandi, ibu tadi sempat khawatir." jelas Ibu Setya yang sudah berpengalaman.
"Nanti itu ari²nya cuci bersih sebelum ditanam Dam." ujar Ibu lalu menjelaskan proses pembersihan hingga penanamannya.
"Iya bu." jawabnya singkat karena sudah paham. Berulang kali dibahas masalah itu sehingga dihapal betul oleh Saddam. "Saya pulang dulu ya, mau bersihkan ari² dan cuci sarungnya." ucap Saddam lagi.
"Iya sudah, pulang sana sama Novi dan ayah." saran ibu Setya.
"Iya ayah pulang karena mau bersih², mau datang cucuku jadi harus dibersihkan rumah." ucapnya semangat.
"Iya, biar Novi istirahat karena kurang tidur itu!" akhirnya Saddam, Novi dan ayah Putra pulang. Tinggallah Ifah, ibu Setya dan si baby.
"Siapa namanya Fah?" tanyanya sambil menatap cucu pertamanya.
"Baby H bu. Untuk namanya nanti kami akan umumkan ketika sudah 7 hari." jawab Ifah.
"Iya cocok Fah, nanti kalau pas sepasaran baru diumumkan namanya." setuju ibu Setya dengan pendapat Ifah.
Hari sudah semakin siang, Ifah membersihkan badan di kamar mandi, waktunya makan siang tapi Air Susu Ibu belum keluar. Saat makanan datang Ifah makan dengan lahap supaya dapat memproduksi ASI demi sang buah hati.
"Makan dulu Fah." ujar ibu.
"Iya bu. Biar aku makan sendiri, ibu makanlah juga!" ajak Ifah merasa tidak enak.
"Gak apa ibu suap karena tangan kamu masih di infus." kekeh ibu Setya mau menyuapi menantunya makan siang. Usai makan, Ifah istirahat sambil menunggu Saddam datang membawa dot dan keperluan lainnya.
"Kasih kelapa muda yang berlendir saja bu! Begitu saran Mbah Urut kalau belum ada ASI bu." ujar Ifah kepada sang mertua.
"Iya betul, ibu juga baru ingat!" ucapnya lalu menelfon Saddam untuk membeli kelapa muda yang bagus serta berlendir. Usai dengan drama makan atau minum si baby kini saatnya istirahat siang menjelang sore.
"Yank, tolong yank." panggil Ifah yang duduk di atas ranjang pasien sedang suaminya tertidur dilantai dekat ranjang.
"Kenapa Fah?" tanya sang mertua.
"Mau ke kamar mandi bu, kayak kurang nyaman pembalutnya." ucapnya jujur. Kemudian ibu mertua yang membantu Ifah ke kamar mandi. Sampai di dalam dia berusaha sendiri ternyata kerannya tidak mengeluarkan air, untung dipenampungan masih cukup untuk membersihkan darah, tetapi tidak cukup jika dipakai mencuci pakaian d*l*m Ifah.
"Tidak mengalir air bu, itu celana ku masih disitu. Nanti saja dicuci kalau sudah ada air bu, biar kak Saddam yang cuci." jelas Ifah malu² keluar dari kamar mandi. Sejujurnya dia tidak ingin mengatakan sebenarnya tapi sebelum dikomplain sama mertua lebih baik dijelaskan memang pikirnya.
Sorenya masih belum mengalir air, Saddam sudah bangun lalu mengusahakan air diambil dari kamar mandi umum yang tidak jauh dari kamarnya.
"Cukup yank, sudah dua ember kita bawa masuk. Kata petugasnya nanti malam sudah mengalir karena sementara diperbaiki." jelas Ifah, kemudian Saddam masuk ke kamar mandi untuk mencuci pakaian d*l*m sang isteri.
"Tadi waktu cuci ari², bau harum darahnya. Biar di sarung juga harum! Waktu ku cuci tidak ku rasa jijik atau bagaimana begitu. Baru satu ji sarung digunakan, biasa orang melahirkan kayak banyak sarung dibutuhkan, tapi ini satu cukup!" ucap Saddam menjelaskan dengan bangga kejadian tadi pagi menjelang siang saat mencuci ari²nya sang anak.
"Bagus itu." jawab Ibu Singkat.
"Mungkin karena banyak yang mendoakan kami berdua yank." ucap Ifah sambil melihat sang baby yang tertidur lelap.
"Benar yank, Alhamdulillah." ucap Saddam bersyukur. Lama mereka berbincang datang adik Saddam yang laki² menjenguk ipar dan kemenakannya.
"Hay baby." sapa sang om bernama Ahmad.
"Itu om nak." ucap sang nenek kepada cucunya. "Senyum dia Mad, lihat itu! Wah suka dia dikunjungi omnya." ujar sang nenek Setya semangat.
"Pintar putri ayah." sahut Saddam.
"Melirik ke om nya, sudah mau buka mata dia." seru nenek Setya makin semangat. Sehari dia lahir sudah berusaha membuka matanya.
"Masya Allah nak, tabarakallah." batin Ifah bangga pada sang putri. "Sehat² putri ibu, jadi anak sholehah. Aamiin." imbuhnya. Malam pun tiba, Ahmad sudah pulang! Yang bermalam ada Ifah, baby, Saddam dan ibu Setya.
Keesokan harinya Ifah berencana mandi sebelum pulang supaya segar. Jangan sampai ada tetangga nenek Setya datang tetapi Ifah bau busuk, pikirnya.
"Saya ke bawah dulu beli popok." pamit Saddam pada sang isteri untuk membeli popok karena mau pulang! Yang dikhawatirkan Ifah kencing diperjalanan kan gak lucu jika basah. Hehehe
Tiba² bidan datang untuk terapi supaya lancar ASI nya. Usai diterapi, si baby waktunya mandi.
"Biar kami kasih mandi bayinya bu." ucap bidan Nila yang menerapi ASI supaya lancar.
"Baik bu." jawab Ifah singkat, lalu menyiapkan pakaian bayinya lengkap. Saat dikasih mandi, ibu mertua ikut dengan bidan Nila untuk memperhatikan cara memandikan bayi karena sudah 22 tahun tidak pernah pegang bayi lagi untuk mengurus langsung. Ifah sendiri di kamar kemudian mandi.
"Yank, mandi kah?" panggil Saddam baru datang.
"Iya yank, sudah selesai kok." ucap Ifah keluar kamar mandi dengan handuk dan sarung dikepalanya terlihat sudah segar.
"Kirain tunggu aku yank." ucap Saddam lagi karena heran kok isterinya tidak menunggu dan meminta bantuannya.
"Gak apa yank supaya mandiri!" jawab Ifah asal.
"Betul itu Dam, susah kalau mengharapkan kamu apalagi kalau kamu pas kerja." ujar ibu Setya, mungkin tidak sadar dengan ucapannya yang selalu bergantung pada Saddam.
Usai membereskan barang kemudian bersiap untuk pulang ke rumah. Ifah menuruni tangga pelan dengan berpegangan pagar di sampingnya. Sedangkan Saddam membawa barang yang dibutuhkan selama di Klinik bersalin, ibu Setya menggendong cucunya. Untung kuat karena menuruni tangga!