Bercerita tentang seorang pemuda yang ditinggal menikah oleh wanita pujaannya dengan sahabatnya sendiri. Lebih tepatnya wanita yang disukainya itu pasangan sahabatnya sendiri. Ia menyukai wanita itu karena ada hal istimewa yang ada di dalam wanita itu.
Berbagai cara, dia lakukan untuk melupakan wanita itu. Namun hasilnya nihil, dia sudah berusaha untuk melupakannya. Dan itu sulit baginya. Wanita itu terlalu membekas di hatinya.
Hingga akhirnya ia bertemu wanita lain yang membuatnya jatuh cinta. Wanita sederhana dan senyum manisnya, yang membuatnya jatuh cinta. Berbagai cara dia lakukan untuk menyatukan cintanya pada wanita itu. Namun lagi-lagi ada halangan besar yang menghalangi perbedaan mereka.
Lalu apa yang akan dilakukan pemuda itu? Apakah pemuda itu tetap melanjutkan pilihan hatinya?
Atau dia akan menyerah dan merelakan wanita itu bersama dengan yang lain?
Ingin tahu lebih lanjut ceritanya, jangan lupa untuk membaca kisah selengkapnya....
Happy reading....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jyoti_Pratibha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32
“Aku kira kamu marah dengan ku, karena nggak pernah balas pesanku.”
“Mana mungkin aku marah, lagi pun kalau marah alasannya apa coba. Kamu ini aneh banget Andra.”
“Lagian kamu juga nggak beritahu aku kalau ponsel kamu rusak.”
“Gimana mau beritahu, lawong alatnya aja lagi diperbaiki.”
“Iya juga”ucapnya sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
Derandra merasa bersyukur bahwa wanita itu tidak marah dengannya. Veronica bercerita alasannya tidak membalas pesannya karena gawai wanita itu sedang diperbaiki.
Alasannya ketika Veronica hendak berangkat, ia tak sengaja menjatuhkan gawainya. Dan ponselnya sudah tak terbentuk karena terinjak montor Raiden.
Beruntungnya kata wanita itu, ponselnya masih bisa diperbaiki. Hanya butuh ganti LCD katanya.
Ia juga menanyakan alasan wanita itu kenapa tidak membeli yang baru saja. Dan tentu alasannya karena ponselnya masih bisa dipakai.
Wanita yang sangat amat berbeda dengan wanita yang sering ditemuinya.
Derandra mengajak wanita itu makan bersama sebelum Veronica kembali ke kostnya. Beruntungnya Veronica mau ajakannya, katanya wanita itu lelah berjalan jauh.
Veronica bercerita bahwa dia berjalan dari tempat kerjanya kesini. Tentu rasa lelah dan lapar mendera tubuh wanita itu.
Tenaga terkuras habis karena berjalan jauh dari tempat kerja menuju ke tempat tinggalnya.
Namun kata wanita itu, dia menikmati perjalanannya, banyak hal yang ia lihat dan tanpa terasa dia sudah berada di dekat kostnya.
“Veron”panggil Derandra sambil menatap wanita yang ada disampingnya.
“Pernyataan ku waktu itu serius, aku jatuh hati padamu. Entah kamu menanggapinya seperti apa, tapi aku tidak menyembunyikan perasaan ku padamu. Mungkin setelah ini, hubungan pertemanan kita akan canggung karena ungkapan perasaan ini. Tapi aku benar-benar tidak bisa menahannya”ungkap Derandra dengan menatap wanita itu dalam. Hatinya benar-benar tidak bisa dikontrol.
“Aku tahu, maaf juga tidak bisa memberimu jawaban secara langsung waktu itu. Aku tidak tahu harus memberi jawaban apa, hatiku ….belum siap untuk menerimamu. Maafkan aku.”
“Tak apa, aku tahu pernyataan ku terkesan mendadak untukmu. Lagi pun aku hanya ingin mengungkapkannya tanpa ada paksaan apapun.”
Derandra tahu wanita itu tidak bisa menjawabnya secara langsung. Alasannya tentu terkejut, karena pernyataan nya waktu itu mendadak dan juga tempatnya untuk mengungkapkan perasaan juga berada di jembatan.
Sangat tidak elit baginya yang sering mengencani wanita-wanitanya dulu, yang sering berada di tempat mewah.
Veronica tersenyum mendengar ucapan pria itu, hatinya benar-benar belum siap untuk di isi oleh seseorang.
Ada beberapa hal yang membuatnya tidak bisa menjalin hubungan dengan pria manapun. Masalah trauma yang tak kunjung selesai, dan juga dirinya yang belum siap dengan pria manapun.
Dia takut jika nantinya pria yang akan menjadi pasangannya tahu semua permasalahan hidupnya. Dan pasangannya akan berpaling darinya karena traumanya itu.
“Tapi bolehkah aku meminta satu hal padamu?”tanya Derandra.
Veronica menolehkan wajahnya dan menatap pria itu. “Apa?”
“Bolehkah aku mengambil hatimu? Supaya kamu bisa menilaiku dari sisi manapun, dan pantas tidaknya aku berada di sisimu”ujarnya.
Veronica menganggukkan kepalanya dengan tersenyum manis pada pria yang ditatapnya.
“Mungkin memang sudah waktunya kamu menerima seseorang di dalam hatimu Veron”batin Veronica.
Trauma yang menghantuinya, dan juga hati yang belum siap menerima siapapun. Memang akan sulit untuk menerima orang baru.
Terutama masalah hati, sudah terlalu lama ia menyendiri dan tak menerima siapapun karena masalah trauma yang dialami di masa lalu.
Ketakutan yang terus mendera setiap saat tanpa ada seorangpun tahu dengan permasalahan yang dialaminya.
Hanya dia dan Tuhan-nya yang tahu hal itu.
“Oh iya bagaimana keadaan Raiden sekarang? Katanya pemuda itu sedang sakit karena pekerjaannya yang menguras tenaga, dan juga Ringgo kemarin anak itu menghubungiku menanyakan tentang permasalahan hubungan asmara.”
“Kalian saling bertukar nomer ternyata, pantas saja mereka berdua cerita banyak hal tentangmu.”
“Benarkah!”
Mereka berdua pun larut dalam cerita berbagai hal, dan melupakan sejenak permasalahan yang baru saja terjadi.
Menciptakan hal baru untuk menghilangkan kecanggungan istilahnya. Agar hubungan pembicaraan ini tetap terjalin sehingga nantinya mampu menumbuhkan api-api asmara di dalam hati wanita itu.
ΠΠ
Semua berdatangan silih berganti untuk melaksanakan kewajiban mereka.
Banyaknya yang terus berdatangan membuat panitia acara kelimpungan karena minimnya panitia acara tersebut.
Dikarenakan orang yang mengatur biasanya, sedang tidak bisa ikut, serta sebagian orang tidak ingin ikut menjadi panitia tersebut.
Hingga dirinya yang harus ikut turun tangan untuk membantu mereka. Keringat yang terus keluar dan juga panas matahari semakin terik. Membuat dirinya mengusap keringatnya berkali-kali.
Hal itu tak membuat dirinya lelah begitu saja, ia malah merasa senang karena itu membantu panitia acara disini.
Melihat orang yang terus berdatangan dengan wajah gembira, serta semangat para panitia acara yang tak luntur dari wajah mereka.
Atlas merasakan hal yang sama seperti mereka. Ia ikut membantu meskipun dia tidak ikut beribadah seperti yang lain.
Tapi ikut mengeluarkan tenaga dalam membantu mereka, merupakan hal yang membahagiakan baginya sekaligus menenangkan baginya.
Ada rasa kebanggaan tersendiri bagi dirinya ketika ikut membantu mereka. Rasa bahagia yang tak bisa diungkapkan dengan kata.
“Ini ibu”ucap Atlas dengan senyum yang bertengger di wajahnya.
“Terima kasih mas”ucap ibu. Tak lupa anak ibu itu memberikan kedipan mata untuknya, Atlas yang melihat itu terkekeh dengan kelakuan anak kecil itu.
Setelah itu Atlas membawa nampan itu untuk diisi kembali. Keringat yang ada di badannya terus bercucuran, disampingnya juga ada orang yang sama seperti dirinya. Merefil nampan lagi.
“Hari ini orang-orangnya yang datang tambah banyak mas, karena permasalahannya sudah selesai.”
“Memangnya sebelum-sebelum ini jarang ada yang datang ya?”
“Bukan jarang sih mas, tapi hanya beberapa. Karena setelah acara ini selesai biasanya orang-orang itu akan memberi ancaman pada jamaah yang akan pulang menuju rumahnya.
Maka dari itu, setelah mendengar orang-orang yang berbuat jahat pada mereka sudah tidak ada. Para jemaah menjadi tidak takut lagi untuk meramaikan acara di masjid ini.”
Atlas menganggukkan kepalanya. Sekarang ia paham mengapa banyak panitia yang kewalahan melayani jemaah yang terus berdatangan dan merasa kurang orang-orang yang bertugas.
Kata panitia yang dikenalnya, acara seperti ini sudah seperti tahunan yang memang harus dilakukan untuk memperingati nabi mereka.
Atlas tidak paham dengan penjelasan mereka tentang itu, yang jelas orang yang diperingati itu adalah orang terpenting dalam menyebarkan agama mereka.
“Terima kasih ya mas Atlas, berkat bantuan yang mas berikan. Tempat ibadah ini menjadi ramai kembali, para jemaah yang biasanya tidak pernah kesini lagi karena ancaman dari mereka, tidak akan terjadi lagi.”
Atlas menganggukkan kepalanya dengan tersenyum. Ucapan panitia itu sangat tulus padanya.
Para pengurus masjid ini, seperti sudah merindukan tempat ibadahnya ramai kembali.
Dengan banyaknya jemaah yang datang silih berganti, serta wajah kebahagiaan mereka yang merindukan tempat ibadahnya ramai untuk didatangi siapapun.
Atlas merasakan perasaan mereka semua yang ada disini. Dirinya merasakan senang dan damai di dalam hatinya.
ΠΠ
“Akhirnya selesai juga mas Atlas.”
“Iya, sudah terlalu lama aku berdiri tanpa duduk. Benar-benar melelahkan.”
Atlas melakukan perenggangan tangannya yng sudah sedikit kaku. Terlalu lama berdiri dan terus berjalan mengambil membuat tenaganya terkuras setengah.
Sebenarnya tenaganya terkuras habis, selama kegiatan berlangsung dirinya hanya bisa berdiri berjalan dan duduk. Itu pun duduknya hanya sebentar. Dan tak lupa dirinya juga mendapat minum, setelah itu beraktivitas kembali.
“Kalau begitu saya pulang dulu ya semuanya”pamit Atlas.
Ia pulang terlebih dahulu setelah membersihkan bekas makanan yang berserakan. Tubuhnya benar-benar lelah karena aktivitas yang dilakukannya hari ini.
Berdiri berjam-jam dan berjalan kesana kemari, membuat tubuhnya bergerak secara cepat.
Berdiri terlalu lama sangat mengalahkan dirinya ketika dirinya masih masa sekolah.
Atlas kembali teringat jaman sekolahnya dulu yang selalu kabur ketika upacara setiap hari pertama sekolah setelah hari weekend.
Dulu dirinya selalu beralasan agar tidak mengikuti upacara itu, mendengar ceramah dari kepala sekolah dan tidak tahu jam untuk waktunya berhenti sangat melelahkan baginya.
Terkadang guru ketika sedang menasehati muridnya, tidak pernah sadar diri akan ucapan nya. Sering terjadi hal seperti itu ketika dirinya masih berada di masa sekolah.
Ungkapan tentang guru digugu, murid meniru. adalah benar adanya, dulu gurunya sering berkelakuan diluar batasnya sebagai seorang guru.
Dan tentu muridnya meniru apa yang dilakukan gurunya, ketika ditanya alasannya mengapa melakukan hal itu ‘Kan pak guru juga nglakuin hal itu’ dan berbagai macam alasan lainnya.
Terkadang Atlas juga melihat guru yang berkelakuan seperti itu, guru yang seharusnya mengayomi tapi tidak bisa menjaga sikapnya.
Ia tahu guru memang manusia yang terkadang memiliki sifat diluar kendalinya. Namun setidaknya ketika keinginan menjadi guru, lebih baik untuk memperbaiki sikapnya terlebih dahulu sebelum menjadi guru.
“Kamu ada disini?”tanya seorang wanita yang melihatnya duduk di depan restoran tutup.
Atlas mendongakkan kepalanya dan melihat wanita itu. “Habis dari masjid, bantuin pengurus sana buat jadi relawan.”
Wanita itu duduk di samping Atlas, dan menatap jalanan yang semakin padat.
Dikarenakan sudah waktunya para pekerja sudah pulang dan tentu jalanan seperti ini akan ramai. Dan waktu yang pas bagi warung makan buka.
“Ah iya,”Dihyan mengambil sesuatu yng ada di sakunya. “Ini, sudah aku cuci dengan bersih tenang aja”sodornya dengan sebuah kain.
“Ambil aja, aku tidak akan kekurangan hanya dengan saput tangan itu”ucap Atlas.
“Terima kasih.”
Mereka kembali terdiam dan menatap jalanan yang semakin ramai. Wajah-wajah setiap pengendara sangat menggambarkan bagaimana lelahnya bekerja seharian ini.
Dan juga ada sebagian pengendara yang bahagia karena hari ini.
“Menikmati proses dengan melihat sekitar memang bukan hal yang baik untuk waktu, karena itu akan membuang-buang kesenangan yang tertunda. Tapi menikmati proses dengan melihat sekitar, itu adalah waktu untuk kita bisa bersyukur dalam menjalani hidup”ucap Atlas sembari melihat pemandangan sekitar. Benar-benar menyenangkan dan menenangkan.
“Oh ya apa kamu sudah sembuh?”
“Maksudnya?”
“Dari tangismu itu? Apa kamu sudah sembuh?”
Dihyan tertawa kecil mendengar pertanyaan Atlas. “Yang ada seharusnya selesai kalik bukan sembuh.”
“Anggap aja sebagai lelucon agar kamu bisa ketawa”ujar Atlas.
Dihyan terkekeh mendengar ujaran Atlas. “Sudah kok, tenang aja udah berlalu juga masalahnya.”
“Yah siapa tahu kamu masih kepikiran sampai sekarang dan gak bisa berhenti dari tangisanmu.”
“Astaga kamu bisa aja.”
Atlas tersenyum tipis melihat itu. Teman wanitanya itu sudah tertawa kembali dan menunjukkan wajah cerahnya. “Dihyan”panggil Atlas.
“Setiap manusia ada masanya dimana kita menghadapi kesulitan yang mengganggu mental. Dan manusia berhak untuk menyelesaikan kesulitan itu dengan cara apa saja, tapi kamu juga berhak untuk menangis dan bercerita jika tidak tahan.
Apapun masalahmu jika tidak kamu tidak kuat dengan masalah yang menimpa, kamu berhak menceritakan itu pada orang lain. Siapa tahu orang itu memberikan mu solusi untuk masalahmu”tutur Atlas.
Kehidupan setiap orang memang tidak ada yang sama dalam menghadapi masalah hidup. Dan setiap manusia, akan ada masanya dalam menghadapi masalah itu.
“Masalahku bisa dibilang sangat krusial, dan aku juga bingung dalam menghadapinya. Apalagi masalah ini bersangkutan dengan kehidupan orang tuaku, satu-satunya yang kumiliki saat ini.”
“Lalu bagaimana kamu menyikapi masalahmu itu?”
“Aku membiarkannya, mendengar ucapannya yang terus panas di telinga dan juga nasihat yang tidak masuk akal bagiku.”
“Pasti sulit jika berhadapan seperti itu, dan sesuai ucapanmu bingung.”
“Yah mau bagaimana lagi sulit dan bingung. Karena orang tuaku satu-satunya tetap memilih untuk bertahan sakit daripada kesehatannya sendiri. Semua itu akibat dari kakek nenekku yang tidak tahu anaknya bahagia atau tidak.”
Permasalahan yang dihadapi Dihyan cukup pelik bagi Atlas. Melibatkan orangtua dan juga keegoisan kakek neneknya adalah hal utama dalam permasalahan yang harus diselesaikan dengan cukup lama.
“Dihyan percayalah bahwa esok itu semua akan berlalu, segala hal jika dihadapi dengan tenang dan pikiran bersih pasti akan selesai. Meskipun harus mengalami kesakitan yang terus menimpa”ucap Atlas dengan menatap Dihyan.
salam hangat dari saya👋
jika berkenan mampir juga🙏