Demi membatalkan perjodohan yang dilakukan oleh papanya, Alea terpaksa harus meminjam uang kepada sang Bos, demi melunasi hutang-hutang keluarganya kepada kakek Will.
Bahkan, Alea juga sampai rela memotong urat malunya, demi meminta sang bos, untuk menjadi kekasih bohongannya.
Akan tetapi, takdir berkata lain, apa yang Alea rencanakan semuanya gagal. Dan malah berujung pada pernikahan serius dengan sang bos-nya.
Padahal, bos-nya adalah orang yang paling dihindari Alea sejak SMA.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Delia Septiani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kau Merindukanku
Setelah selesai mengemas beberapa pakaian dan perlengkapan pribadi ke dalam koper. Alea mendudukkan tubuhnya di tepi tempat tidur.
"Huft, akhirnya selesai juga. Tinggal beresin makalah buat acara besok," gumamnya.
Besok adalah hari di mana ia dan team kerjanya akan pergi untuk lokarya. Bekerja sekaligus refreshing menyegarkan pikiran.
Alea meraih ponsel yang terselip di saku celananya. Menggulir layar handphonenya seraya memutar sebuah lagu The Fathima yang berjudul amnesia, dengan volume suara yang cukup kecil hanya bisa di dengar olehnya sendiri.
"Eh iya, tumben Pak Rey gak ngehubungin aku," gumamnya begitu ia membuka room chat whatsapp miliknya. Karena, pada biasanya Rey selalu mengirimi Alea chat-chat sekedar spam atau chat tidak penting yang terkadang membuatnya mengeluh karena merasa terganggu.
"Hm, mungkin dia lagi sibuk. Tapi syukurlah, dia tidak mengganggu jam istirahatku," ucapnya seolah senang.
Baru saja ia membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur, suara dering ponsel yang cukup nyaring memeki di telinganya, membuatnya harus kembali mengambil ponsel yang baru saja ia lemparkan begitu saja di sampingnya.
Dilihatnya satu panggilan masuk dari orang yang baru saja dipikirkannya - Rey.
Ibu jarinya segera menggulir ikon berwarna hijau yang tertera di ponselnya. Lalu menempelkan benda pipih itu di dekat daun telinganya.
"Iya hallo Pak Rey," ucap Alea.
Namun, tak ada sahutan dan tak ada suara yang terdengar.
"Hallo...." Alea kembali mengeraskan suaranya.
"Pak Rey." Alea sejenak melihat layar ponselnya, ditakutkan kalau sambungan teleponnya terputus, akan tetapi masih tersambung. Ia kembali mendekatkan ponselnya ke telinganya.
"Rey," panggilnya.
"Akhirnya kau sadar juga," suara Rey di balik ponsel.
"Hah? ... Sadar?" Alea seolah kebingungan.
"Iya, kau sudah berhasil mengkoreksi panggilanmu kepadaku."
Alea sejenak terdiam, dan tak berapa lama ia mengerutkan dahinya. "Oh ... ya ya ya." Alea sadar, bahwa tadi ia memanggil Rey dengan sebutan Pak, makanya Rey tak ingin menyahutinya.
"Sudah berapa kali aku bilang, aku suamimu, panggil aku dengan sebutan nama, jangan pakai kata Pak!" Suara Rey terdengar kesal.
"Iya iya Reyhan suamiku!" tegas Alea dengan sebal.
"Apa? Kau bilang apa barusan?" Suara Rey terdengar antusias, seolah ada rasa bahagia tersendiri.
"Apa? Aku tidak bilang apa-apa," kilah Alea, yang sebenarnya ia juga tahu Rey kegirangan dipanggil suami.
"Barusan! Kau bilang ... Reyhan suamiku," ulang Rey masih dengan nada bicaranya yang terdengar bersemangat.
Alea berdecak, sambil memutar kedua bola matanya. "Iya memangnya kenapa? Kan memang kamu suamiku, atau harus aku panggil kamu dengan sebutan, Reyhan bosku?"
"Tidak, jangan! Aku lebih suka kau memanggilku dengan sebutan suamiku."
Hening, Alea seolah enggan untuk membahasnya.
"Oh ya, kau sedang apa?" tanya Rey.
"Baru selesai menyiapkan pakaian untuk lokarya besok."
"Oh iya, aku hampir lupa, besok kan lokarya teammu ya."
"Hm, kenapa memangnya? Apa kamu akan datang juga ke sana?"
"Emh, tidak tahu, lihat besok saja," jawab Rey. "Kenapa kok nanya gitu? Kangen ya sama aku?"
Alea langsung mencibir, mengerucutkan bibirnya. "Idih... siapa juga yang kangen sama kamu! Jangan geer!"
"Kalau kangen juga enggak apa-apa kali."
"Ya tapi aku enggak kangen sama kamu, Pak Rey!" tegas Alea geregetan.
Suara Rey terdengar terbahak. "Kalau aku yang kangen sama kamu gimana?"
Alea terdiam, merengutkan wajahnya. "Aku gak salah dengar 'kan?" batinny sejenak menjauhkan ponsel dari telinganya.
Hening ... tidak ada jawaban dari Alea.
"Alea," suara Rey kembali terdengar.
"Hm ...."
"Ku kira kamu mematikan teleponnya."
"Jadi gimana? Kalau aku yang kangen sama kamu?"
Perkataan itu, seolah membuat Alea merasa ilfil, tetapi entah kenapa ia juga malu mendengarnya. "Jangan! Kata Dilan juga, kangen itu berat kamu enggak akan kuat!"
"Emh, siapa bilang?"
"Dilan!"
"Ya maksudnya, siapa Dilan? Itu mah si Dilan aja yang enggak kuat, kalau aku mah kuat, nih buktinya aku lagi kangenin kamu, masih kuat-kuat aja."
"Iya lah ... terserah kamu saja." Alea tampak malas menjawabnya.
Lalu setelah berbincang-bincang cukup lama, Alea merasakan kantuk yang tiada tara, ia pun pamit pada Rey untuk tidur terlebih dahulu.
"Baiklah, selamat tidur istriku," suara Rey di balik ponsel.
"Hm, dah Rey." Jawab Alea begitu dingin, langsung mematikan ponselnya begitu saja, padahal di balik ponsel, Rey masih menunggu ucapan selamat tidur dari Alea.
"Ck, membosankan sekali berbicara dengan dia," gumam Alea, menggeliatkan tubuhnya, lalu beranjak naik ke tempat tidur.
"Dari pada ngobrol dengan dia, mending aku tidur aja ah," ucapnya memeluk guling.
ha ha ha
ha ha ha