He'S Obsessed

...happy reading...

"Hei kau tak kasihan padaku? Jika mereka terus berduaan bagaimana aku bisa mendapatkan wanitaku kembali. Tak mungkin aku memakai cara kotor sepertimu" dia memalingkan wajah, membuang muka dan kembali berdecak.

"Lalu haruskah kita kehilangan keuntungan hanya untuk keinginan pribadi mu? Jangan konyol. Aku tak mungkin menyia nyiakan kesempatan besar ini". Pria itu menggeleng pelan, bahunya meninggi dan dia bangkit.

" setidaknya aku tidak uring uringan sendiri sepertimu. Kau pikir mudah mengelola rumah sakit? Kenapa tidak kau dekati lagi dia dan kau ikat dia. Kau terlalu bertele-tele dan membosankan" ucap pria itu.

Dia lihat sekeliling ruangan itu sekilas, lalu menekuk mulutnya. "Jika kau memanggilku hanya untuk protes hal ini, itu tak ada gunanya. Aku akan pergi, masih banyak yang harus ku urus" pria itu melenggang pergi meninggalkan ruangan bertema dark itu.

Arsen mengusap wajahnya kasar, menghela napas dalam dalam dan dia hembuskan kasar. Rasa tak enak terus melekati perasaannya, dia tak bisa menahan diri lagi.

Cukup lima tahun baginya melepaskan wanitanya, bukan berarti dia lepaskan wanita itu pada pelukan pria lain. Cukup lima tahun memperhatikan nya secara diam diam. Hei! Dia hanya membiarkan wanita untuk mengejar mimpinya, bukan pacarnya.

Entahlah, kenapa rasa frustasi nya begitu sulit dia kendalikan. Sampai sampai arsen ingin mengamuk saja dari pada bekerja.

"Bisa gila aku kau begini. Kenapa sekarang kau jual mahal padaku ailen? Kau tak bisa melihat ku sedetik pun kah?" pria itu bermonolog sendiri seperti orang gila.

Rahangnya mengetat, uratnya tercetak dan dia sugar rambutnya ke belakang. Duduk di kursi kebesarannya, menekan pinggir meja dengan tangannya. Memperhatikan foto wanitanya di depan sana.

"Aku harus bagaimana? Haruskah aku buat kau hamil agar kau kembali?"

Yah, sepertinya otak pria ini sudah geser dan harus segera di lempar. Pikirannya sudah mulai melenceng dan di racuni hal hal busuk.

....

Wajahnya yang memerah semu, dengan perasaannya yang kini berbunga bunga. Ailen baru saja sampai di rumah nya setelah dia pulang dari rumah jess. Pria itu memperkenalkan nya secara resmi pada kedua orangtua nya.

"Uh, aku malu sekali" celetuk ailen pada sang kekasih.

Jess mengantarnya pulang, pria itu juga akan pamit pada orang tuanya. "Hei, kenapa malu? Kau memang pantas untuk di banggakan" itu sahutan jess pada ailen.

Ailen menutupi wajahnya dengan tangan, dia menggeleng geleng menggemaskan. Tadi jess dengan bangga nya memuji muji dirinya di depan orang tua pria itu, bukan tidak senang tetapi ailen malu. Dia sampai tak bisa menyahut apa apa.

"Tapi kau terlalu berlebihan. Aku tidak tahu harus berkata apa di depan orang tuamu" mengingatkan tadi, ailen yang kaku karena tak bisa mengatakan apapun.

"Hei, aku sudah menceritakan lebih dari itu pada mereka. Kau memang kekasih ku yang tercantik" ah, semakin merahlah kini pipi ailen. Gadis itu semakin tak karuan menahan senyumnya, jantungnya sudah berdisko di dalam sana.

"Kita sampai" ujar jess.

Pria itu memarkirkan mobilnya di depan rumah, dia turun bersama dengan ailen. Mereka masuk bersama, dan kebetulan haikal berada di depan tv.

"Kau sudah pulang?" haikal menyambut dengan pertanyaan.

"Um, aku baru pulang dari rumah jess" angguk ailen.

"Bagaimana pertemuannya?"

"Orang tuaku setuju dengan hubungan kami. Mereka juga sangat mendukung keputusan ku untuk melamar ailen dalam waktu dekat" sela jess.

Haikal tersenyum puas, menepuk pundak jess dengan bangga. "Aku bangga padamu" itu yang dia lontarkan.

"Dan aku kesini untuk pamit, Terima kasoh atas tumpangan nya selama ini. Maaf aku merepotkan kalian" jess mengatakan jelas maksudnya.

Haikal mempersilahkan, dia juga menyuruh jess berpamitan lebih dahulu pada istri dan arsen. Begitu kepergian jess, dengan perasaan senang ailen mulai naik.

Langkah kaki yang seolah di taburi bunga bunga menambah kesan pada ailen. Hatinya berdebar, seolah dia berpacu berkilo kilo meter dari rumah.

"Kau senang?"

...****************...