Asistenku Bukan Laki-laki

Ciara sesekali memperhatikan Hassel yang sedang fokus mengetik di depan sana. Sejujurnya Ia bingung bagaimana cara mengajak laki-laki itu ke cafe yang Virza minta.

Tak sengaja mata mereka bertemu saat Ciara sedang memperhatikan Hassel. Hassel menampilkan tatapan tajamnya membuat Ciara langsung menunduk dan menelan ludah.

Tiba-tiba saja Hassel menutup laptopnya dan beranjak dari duduknya seraya menghampiri Ciara.

"Temani saya makan siang." Pinta Hassel sambil membawa bekal yang sudah Ciara siapkan untuknya. Ciara mengangguk seraya beranjak dari duduknya.

"Pak." Ciara menarik tangan Hassel ketika laki-laki itu hendak berjalan pergi.

Hassel menoleh ke arah Ciara dengan satu alis terangkat.

"Saya pengen makan di cafe cerry boleh gak Pak?"

"Ayo." Balas Hassel dan kembali melangkah.

Ciara bersorak dalam hati. Ternyata tidak sesusah itu untuk mengajak sang Bos.

Keduanya pun sampai di cafe cerry. Ciara memilihkan meja nomor 02 yang telah Virza instruksikan di chat.

Setelah Hassel duduk Ciara pun ikut duduk di depan sang Bos. Hassel nampak celingukan ke arah sekitar yang terlihat sangat sepi.

"Tumben cafenya sepi?" Bingungnya.

"Mungkin karena ada grand opening di cafe depan." Alibi Ciara.

Hassel hanya ber-oh dan mulai memainkan handphonenya acuh.

"Saya ke toilet bentar ya Pak." Hassel hanya berdekhem.

Ciara pun mulai menghubungi Virza memberi kabar bahwa Hassel kini telah duduk sendirian di mejanya. Ciara menyembunyikan dirinya di balik tangga dan mulai mengintip seorang perempuan cantik yang sudah mulai memasuki cafe.

"Hay." Sapa perempuan itu kepada Hassel seraya duduk di depannya.

Hassel melirik ke arah perempuan cantik berambut panjang itu dengan tatapan tidak suka.

"Itu tempat asisten saya. Kalo mau duduk di meja lain aja." Dinginnya.

"Oh, aku cuma sebentar aja kok aku cuma mau kenalan sama kamu. Aku Davina." Perempuan itu menyodorkan tangannya.

"Hassel." Balas Hassel acuh tanpa menjabat tangan perempuan itu.

Perempuan itu mengangguk-angguk dan menarik tangannya kembali.

"Oh iya, aku owner cafe ini. Kamu suka sama cafe aku?"

"Hmm." Balasnya tanpa menatap Davina.

Davina nampak mulai bingung untuk menentukan topik. Hassel nampak terlalu fokus dengan handphonenya.

"Umur kamu berapa?"

"Privasi." Davina mengatupkan bibirnya mendengar respon laki-laki itu.

"Oke gak papa kalo kamu gak mau ngasih tau aku."

"Aku punya menu spesial buat kamu." Davina mengode karyawannya untuk mendekat dan membawakan makanan yang telah Ia siapkan.

"Ini gratis buat kamu." Hassel menatap makanan di atas meja dengan dahi mengernyit.

"Selamat menikmati." Pelayan itu berbalik badan.

"Tunggu." Hassel meraih tangan pelayan itu agar dia menghentikan langkahnya.

"Aaarrrggghh..." Hassel mengerang keras dan terjatuh dari kursinya seraya memegangi dadanya.

"Hassel." Davina beranjak dari duduknya berniat untuk membantu membangunkan Hassel.

Namun bukannya Hassel terbantu Ia malah semakin merasa kesakitan karena Davina tidak sengaja terpegang leher bagian belakangnya yang tentunya membuat jantungnya semakin sakit.

"Pak Hassel." Ciara langsung keluar dari persembunyiannya dan mengambil alih tubuh Hassel.

Ciara membangunkan Hassel dan mendudukkan kembali laki-laki itu ke kursinya seraya memberinya minum.

Ciara menatap pelayanan cafe di sampingnya dengan tatapan bingung. Ciara merasa bingung kenapa bisa Bosnya itu merasa kesakitan setelah menyentuh pelayan laki-laki itu.

"Kamu laki-laki?" Pelayan itu menggeleng.

"Saya aslinya perempuan cuma penampilan saya saja yang seperti laki-laki."

Ciara memejamkan mata dan menghela nafas gusar. Pantas saja.

"Kami permisi." Hassel beranjak dari duduknya dengan ekspresi datar dan berjalan pergi keluar cafe.

Ciara pun buru-buru mengikuti sang Bos.

Di perjalanan Hassel nampak hanya diam melamun sambil memperhatikan jalanan di depannya.

"Bapak udah membaik?" Hassel tak menjawab.

"Saya minta maaf Pak."

"Langsung ke rumah saya aja gak usah ke kantor lagi." Pinta Hassel dingin.

"Baik Pak." Balas Ciara seraya membelokkan mobil ke arah menuju rumah Hassel.