Khalisa yang sudah remaja tumbuh menjadi gadis yang begitu cantik. Setiap hari ada saja yang membuat suasana di rumah itu menjadi ramai. Tentu saja semua itu karena ulah Dhafi yang selalu mengganggu adiknya, dan Daffa yang akan selalu membela Khalisa. Akan tetapi, walaupun begitu Khalisa menyayangi mereka berdua.
Seiring mereka tumbuh dewasa bersama, salah satu dari si kembar menyukai Khalisa, bukan sebagai adik, melainkan sebagai wanita. Namun Ia berusaha untuk menutupi perasaannya itu, karena ia anggap perasaannya tentu saja salah.
Hingga seorang wanita muslimah bercadar hadir di antara mereka, dengan kelembutan dan kedewasaannya membuat si kembar jatuh hati kepada wanita tersebut. Tentu saja Khalisa cemburu kepada wanita itu. Karena Abang yang selama ini selalu bersamanya malah terlihat menyukai gadis lain.
Ingin tahu bagaimana kelanjutannya? yuk nantikan bab selanjutnya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Musim_Salju, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pulang ke Bandung
Hari ini Khalisa mengikuti kedua abangnya ke kantor. Semua menatap ke arah dua atasan mereka serta wanita cantik yang tengah bersama sikembar. Siapa yang tidak mengetahui gadis cantik yang berjalan di antara dua lelaki tampan tersebut. Semua orang sudah pasti tahu jika Khalisa satu-satunya putri dari ustadz kondang dan sudah pasti adik dari Daffa dan Dhafi.
Khalisa selalu tersenyum setiap bertemu dengan para karyawan. Senyumannya yang manis membuat semua kaum, baik kaum Adam dan kaum hawa terpana di buatnya. Tidak ada yang tidak menyukai Khalisa. Gadis Sholehah, cantik dan selalu bersikap apa adanya.
"MasyaaAllah cantik banget adik bos kita."
"Iya, aku cewek aja insecure dengan adiknya dirut dan wakil dirut. Seolah-olah tidak ada kekurangan sama sekali. Mana cantik, ramah, baik, Sholehah, putri seorang ustadz, kaya raya. Pokoknya MasyaaAllah deh."
"Ya wajarlah, ustadz Taqa dan istrinya saja pasangan cantik dan tampan pada masanya. Bahkan sampai sekarang pun masih terlihat seperti muda dahulu."
Suara bisik-bisik antar karyawan tak dapat di elakkan. Walaupun Khalisa hanya mendengar pujian yang baik-baik saja, ia sama sekali tidak merasa tinggi hati dan berbangga diri. Di balik kelebihan yang ia miliki, ia tetap memiliki kekurangan yang orang lain tidak ketahui.
Kini mereka tiba di ruangan sikembar. Khalisa duduk di salah satu sofa yang ada di ruangan tersebut. Si kembar langsung mengerjakan pekerjaan masing-masing. Mengingat sore ini mereka langsung kembali ke Bandung, jadi semua pekerjaan harus di selesaikan hari itu juga.
"Dek, duduk di sini dulu ya. Abang ada meeting pagi ini."
"Siap Abang, fokus saja bekerja, adek tidak akan mengganggu kok."
Dhafi mengusak kepala sang adik yang tertutup hijab. Khalisa hanya mencebikkan bibirnya karena hijabnya sampai kusut, membuat sikembar gemas dengan adik mereka itu. Daffa langsung bersiap untuk meeting, ruangan meeting juga sudah di siapkan, di ikuti oleh Dhafi.
Rasanya waktu berjalan lambat, saat Khalisa hanya menggulir handphone miliknya. Lalu Khalisa memutuskan untuk melakukan muroja'ah, mengulang-ulang hapalannya. Hingga sikembar datang bersama seseorang, orang yang tengah bersama Daffa dan Dhafi menuju ruangan mereka mendengar suara Khalisa yang begitu merdu. Sampai membuat si pemuda kagum dengan wanita yang ada di ruangan sang rekan bisnis.
"MasyaaAllah, adem sekali suaranya. Siapa yang di dalam bro?"
"Adik kami, ayo masuk."
"Assalamu'alaikum,"
"Wa'alaikumsalam, eh Abang sudah selesai rapatnya?
Daffa menganggukkan kepalanya, lalu ia memperkenalkan rekan bisnis sekaligus teman semasa kuliahnya kepada sang adik. Khalisa menautkan ke dua tangannya di depan dada. Pemuda tersebut tak lepas memandang wajah cantik Khalisa, sedangkan Khalisa sama sekali tidak mengetahui jika ia tengah di perhatikan.
"Khem!"
"Eh, Khalisa ini masih kuliah?"
"Maba mah adik kita. Oh iya, gimana dengan pertunangan kamu? kapan mau lanjut ke jenjang lebih serius?"
Dhafi sengaja mengalihkan pembicaraan mengenai adiknya. Ia tidak suka jika ada orang lain menatap adiknya sampai sebegitunya dan sampai membicarakan sang adik. Ia tahu bagaimana playboy nya teman semasa kuliahnya itu.
Mereka mengobrol lumayan lama, sedangkan Khalisa sama sekali tidak terganggu dengan obrolan para abang-abangnya. Ia lebih senang berbalas pesan dengan Haina. Ia sampai tersenyum saat berbalas pesan, mencuri atensi Daffa yang duduk di sampingnya walaupun tidak terlalu berdekatan.
"Kenapa itu senyum-senyum, hem?"
"Bukan apa-apa Abang, adek hanya berbalas pesan dengan teman adek. Dia itu lucu banget tahu. Kapan-kapan adek kenalin deh. Katanya dia pingin kenal sama Abang Fa dan Abang Fi."
Daffa hanya mengelus kepala sang adik dengan sayang. Melihat adiknya tersenyum seperti saat ini saja membuat ia juga senang. Semoga saja ia bisa selalu melihat senyuman sang adik.
Hingga tak terasa waktu berjalan cepat, suara kumandang azan terdengar. Rekan bisnis sikembar juga sudah pergi sejak setengah jam yang lalu. Sikembar memutuskan untuk shalat ke mushalla yang ada di kantor tersebut di ikuti oleh Khalisa. Semua karyawan juga tampak menghentikan pekerjaan mereka masing-masing. Karena peraturannya, pada jam shalat, semua harus segera melaksanakan kewajiban mereka untuk menghadap yang Maha Kuasa.
Selepas shalat, semua kembali bekerja seperti biasa, hingga jam pulang tiba. Si kembar pun bersiap untuk berangkat langsung ke Bandung mengantarkan sang adik pulang. Mereka juga tidak perlu pulang kerumah terlebih dahulu atau membawa pakaian mereka, karena baju-baju mereka juga banyak di Bandung.
Kini mereka sedang berada di perjalanan. Suara merdu mereka menemani perjalanan yang lumayan macet. Shalawat bergema sepanjang perjalanan, memang keluarga yang sangat agamis sekali. Suara mereka sama-sama merdu. Sahut-sahutan terjadi, di awali oleh Daffa yang memang gemar bershalawat, dan diikuti oleh Dhafi dan Khalisa.
Di tengah perjalanan, kendaraan roda empat itu memerlukan tambahan bahan bakar. Daffa berbelok ke pom bensin di sebelah kiri, Khalisa pun juga mau ke toilet. Ia izin kepada kedua abangnya. Tak perlu waktu lama, perjalanan kembali di lanjutkan. Tidak ada yang tertidur sama sekali, toh perjalanan hanya memakan waktu lebih kurang 3 jam. Mereka juga mengerti bagaimana perasaan Daffa jika di tinggal tidur.
Setengah jam perjalanan lagi hingga mereka tiba di rumah ke dua orang tua mereka. Dhafi menoleh kebelakang saat melihat adiknya menatap jalanan.
"Adek, mau berhenti tidak? Mau beli sesuatu untuk di bawa ke rumah?"
"Iya bang mau, berhenti di toko kue langganan ya. Bunda pasti senang dibawakan bolu kesukaannya."
"Dengar kan Fa, tuan putri kita maunya apa?"
"Iya, siap laksanakan tuan putri."
Khalisa lterkekeh mendengar perkataan ke dua abangnya. Ia memang selalu di perlakukan bak tuan putri oleh keduanya, walaupun ia juga suka di jahili. Tapi Khalisa begitu menyayangi ke duanya sama besarnya.
Di tempat langganan, Dhafi menemani Khalisa untuk membeli bolu kesukaan sang bunda. Sedangkan Daffa menunggu di dalam mobil. Mereka cukup lama karena Khalisa juga mau membelikan untuk nenek dan kakek mereka, serta untuk kedua bibi mereka. Ia sudah lama tidak bermain ke rumah sang bibi dan bertemu dengan sepupu-seppupunya.
"Maaf ya bang lama, soalnya adek juga membelikan untuk nenek dan adik-adik ayah."
"Ia sayangnya Abang. Sini bolunya Abang masukkan ke bagasi."
Setelah memasukkan semua bolu dan perkuean ke dalam bagasi mobil, mereka kembali melanjutkan perjalanan. Hingga tiba di pelataran rumah bercat putih yang di penuhi dengan bunga-bunga anggrek ke sukaan sang bunda. Khalisa langsung keluar dari mobil, saat mobil sudah terpakir di halaman. Ia langsung berhambur ke dalam dekapan sang bunda saat pintu itu terbuka.
"Assalamu'alaikum bunda, adek kangen."
"Wa'alaikumsalam. MasyaaAllah sayang, bunda juga kangen."
...💜💜°°°💜💜...
...To Be Continued...
dan lebih tua yg mana?