Ibu,,, aku merindukanmu,, airmatanya pun berderai tatkala ia melihat seorang ibu dan anaknya bercanda bersama. Dimanakah ibu saat ini,, aku membutuhkanmu ibu,,,
Kinara gadis berusia 18thn yang harus menjadi tulang punggung keluarga semenjak kepergian kedua orang tuanya yang mengejar bahagia mereka sendiri, hingga ia harus merelakan harga dirinya yang tergadai pada seorang CEO untuk kesembuhan sang adik,,apakah bahagia akan hadir dalam hidupnya atau hanya derita dan derita,,,,
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Liliana *px*, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab31 perpisahan Naya
Malam kini perlahan mulai meninggalkan peraduannya, pertanda sang surya akan terbit dari timur. Sayup sayup terdengar suara adzan berkumandang, membuat gadis ini pun terjaga dan terbangun dari tidurnya. Sesaat ia memandangi kamar yang telah ditempatinya selama tujuh bulan ini.
Kamar yang menjadi saksi bisu semua keluh kesahnya. Hanya tempat inilah dan bantal sebagai pelabuhan terakhirnya selama ini untuk meluapkan semua rasa sakit dan sesak di dadanya saat melihat Kakak tercintanya berderai airmata karena kesedihannya ditinggalkan orang yang sangat berarti di dalam hidupnya.
Tempat yang menjadi saksi bisu saat airmatanya jatuh karena merindukan kedua orang tuanya. Karena ia tak mau membebani kedua saudaranya dengan masalah yang mereka semua rasakan.
Dan kini, kamar ini akan ditinggalkannya untuk waktu yang lama. Naya pun mengambil nafas dalam dalam lalu menghembuskannya dengan berat. Ditatapnya lukisan yang terpajang di dinding, ya,,, lukisan dirinya dan juga kedua orang yang sangat dikasihinya. Kakak tercinta Nara juga adik tersayangnya Rana yang sedang tersenyum bahagia di lukisan tersebut.
Naya pun tersenyum melihatnya.
"Aku janji pada kalian berdua, akan pulang dengan kebanggaan sebagai seorang Dokter, restui aku Ibu, meski kini kutak tau dimana dirimu, apa kau masih mengingat kami dan merindukan kami."
Tiba tiba saja buliran bening itu pun mengalir dari sudut mata Naya. Dan segera di hapusnya karena ada yang membuka pintu kamarnya.
"Pagi sayang,, ayo bangun kita sholat subuh dulu."
Nara sudah duduk di tepi ranjang Naya yang kini menatapnya dengan sendu. Lalu berhambur ke pelukan kakak nya itu.
"Aku tahu ini berat untuk kita, tapi demi masa depan cita dan cintamu, aku ikhlas melepasmu pergi sayang, raih semuanya, jadikan kami bangga padamu."
Nara menyelipkan separuh rambut Naya yang menutupi sebagian wajahnya ke belakang telinganya.
Lalu mengecup kening adik tercintanya itu.
"Cepat bersihkan dirimu, keburu waktu subuh habis sayang, Dr. Rendra sudah menanti kita untuk sholat berjamaah."
Naya pun mengangguk, lalu mengambil handuk berlari ke kamar mandinya. Sepuluh menit kemudian, ia keluar dari kamarnya dengan mukena melekat di tubuhnya, berjalan cepat kearah ruang musholla keluarga. Di sana sudah ada Dr. Rendra, Nara dan Rana.
Setelah siap semua, Dr. Rendra pun menjadi imam dalam sholat berjamaah itu.
Selesai sholat, Naya pun mencium punggung tangan Dr. Rendra.
Nara pun tersenyum melihat kelakuan adiknya.
"Ternyata kau sudah dewasa sayang, aku baru menyadarinya sekarang, kau bukan adik kecilku lagi. Semoga Allah memberikan kebahagiaan itu untuk kalian berdua, tidak seperti aku,,,"
Tiba tiba saja Nara menitikkan airmatanya mengingat suami tercintanya.
"Kakak baik baik aja kan ?"
Rana menghapus lembut air mata yang membasahi pipi Nara. Membuat senyuman tersungging di bibir Nara.
"Aku baik baik saja sayang, tadi Kakak hanya terharu melihat Kak Naya dan Dr. Rendra, mengingatkan Kakak padanya."
Naya dan Dr. Rendra yang mendengar penuturan Nara pun mendekatinya. Naya pun memeluk kakaknya itu dari samping.
"Jangan bersedih lagi Kak, yakinlah,,, Kak Raffi selalu bersama dengan kita, dia selalu menjaga Kakak dari sana."
Naya berusaha untuk menghibur dan menguatkan Nara yang kini sedang rapuh hatinya.
"Aku bangga padamu sayang, meski kau masih belia, namun kedewasaanmu tak terbantahkan lagi, aku makin sayang dan kagum padamu, selamanya kau takkan pernah ku lepaskan."
Bisik hati Dr. Rendra yang memandang kearah Naya dengan penuh cinta.
"Ciee,, ekhemm,,"
Suara itu pun menyadarkan Dr. Rendra lalu memandang ke arah Rana yang sudah menatapnya dengan senyuman sejuta makna.
"Kak Naya, nanti di kota B, jangan biarkan para buaya mendekati Kak Naya.Terutama yang bernama Rendra he,, he,, he,, liat Kak Nara, cara dia melihat Kak Naya, ingin memakannya hidup hidup,,, wkwkwk,,"
Goda Rana pada Dr. Rendra yang membuatnya jadi malu namun ditutupinya dengan pura pura marah pada Rana.
Ia pun mencubit lembut hidung gadis kecil itu. Membuatnya cemberut sambil memegangi hidungnya yang mungkin terlihat memerah karena ulah Rendra.
"Rasakan itu, karena sudah berani mengataiku seperti buaya, dan menertawakanku, jangan salahkan aku jika nanti saat kemo teraphi, aku memberkan tugas itu pada Dokter Ana.
Rana yang mendengar nama Dr. Ana disebut nyalinya pun menciut, mulanya ia merasa akan sangat senang sekali jika mengerjai Dokter tampan itu, namun kenyataan kini berbalik, justru dia yang menjadi ledekan Dr. Rendra.
"Gimana Rana, kamu sangat menyayangi Dr. Ana bukan, sampai tiap kali kalian bertemu pasti kamu ingin lari dari kemo saat itu."
Ledek Dr. Rendra sambil menaik turunkan.alisnya. Yang membuat Naya juga Nara hanya bisa menggigit bibir bawah mereka menahan tawa.
Karena mereka tau, Dr. Ana itu siapa. Dialah satu satunya Dokter yang bisa menjinakkan sikap keras kepala dan kekanak kanakan Rana saat menjalani kemo teraphinya yang penuh drama saat Dr. Ana tak di tempat.
"Iya deh Dokter, aku cabut kataku tadi, Dokter yang terbaik di dunia, tapi tidak baik untuk Kak Naya, he,, he,, he,,,"
Dokter Rendra yang semula tersenyum penuh kemenangan, kini berubah lesu dan menekuk wajahnya, pura pura bersedih setelah mendengar penuturan Rana. Membuat Nara dan Naya tertawa bersamaan.
"Sudah,, sudah bercandanya, ayo sayang kita siapkan semua keperluanmu selama tinggal di kota B."
Naya hanya menganggukkan kepalanya lalu mengikuti langkah Nara menuju kamar Naya.
Mereka pun menyiapkan semua keperluan Naya dengan memasukkan dalam koper Naya.
Setelah sarapan bersama, kini mereka sudah berada di halaman rumah yang dikelilingi dengan beraneka bunga itu.
"Jaga dirimu baik baik sayang,,, jangan lupa makan yang teratur, nggak lucu kan calon Dokter kalau sakit karena kelaparan, he,, he,, he,,"
Goda Nara pada Naya yang membuat mereka berempat tertawa bersama.
"Kalian juga jaga kesehatan, jangan bandel Dek, kasihan Kakak, ingat jangan pernah buat Kakak sedih lagi ya,,,"
Ucap Naya sambil memeluk Rana, tanpa terasa matanya yang tadi berkaca kaca dan ingin tumpah kini tak bisa di bendungnya lagi, kini ketiganya pun saling berpelukan dengan tangis yang mengiringi perpisahan mereka.
"Maafkan aku, tapi sudah saatnya kita pergi Naya,,,"
Ucapan Dokter Rendra pun memutus pelukan ketiganya. Dengan berat hati, Naya pun melangkah masuk ke dalam mobil Dokter Rendra. Setelah melambaikan tangan pada kedua saudaranya, mobil itu pun melaju ke luar halaman dan menuju tempat impian Naya yang ingin diraihnya.
Nara juga Rana masih terpaku di tempat sambil melihat mobil yang semakin jauh dan hilang dari pandangan mereka. Saat Nara mengajak Rana untuk masuk ke dalam rumah, tiba tiba saja ada suara yang mengejutkannya. Suara yang sangat dikenalinya.
Ia pun segera menengok ke belakang, mencari sumber suara itu. Matanya membulat sempurna melihat sapa yang ada di depan mereka sekarang.
"Kakak,,,"
bersambung 🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹