Cinta memang gila, bahkan aku berani menikahi seorang wanita yang dianggap sebagai malaikat maut bagi setiap lelaki yang menikahinya, aku tak peduli karena aku percaya jika maut ada di tangan Tuhan. Menurut kalian apa aku akan mati setelah menikahi Marni sama seperti suami Marni sebelumnya???
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Its Zahra CHAN Gacha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4 REVISI
Amar yang ketakutan melihat Marni, Ia segera berlari keluar meninggalkan kamarnya. Karena paniknya ia sampai menabrak lemari di ruang tamu.
*Brakkk!!
*Pranng!!
"Ups!"
Amar meraba keningnya kemudian mengusapnya.
Mendengar suara benda pecah Surti dan suaminya terbangun. Wanita itu buru-buru keluar untuk melihat apa yang terjadi.
Ia begitu kaget saat melihat Amar tengah mengusap kepalanya yang terbentur lemari.
"Ono opo toh le, kok berisik ngono!" gerutu Surti
Amar begitu gugup saat hendak menjelaskan apa yang terjadi kepada sang ibu. Gelagat Amar yang kesulitan berbicara membuat Surti menyadari ada sesuatu yang terjadi pada putra semata wayangnya itu.
"Pak tolong ambilkan air buat Amar," ucap Surti
Lelaki itu segera bergegas menuju ke dapur. Tidak lama ia kembali dengan segelas air putih untuk Amar.
Dengan tangan gemetar Amar mengambil air dari tangan sang ayah dan meminumnya.
"Ada apa le?" tanya Surti
Amar menghela nafas panjang kemudian menatap wajah sang ibu. Pria itu menceritakan apa yang dialaminya perlahan kepada sang ibu.
Tubuh Surti tiba-tiba limbung dan nyaris jatuh ke lantai setelah mendengar cerita Amar. Beruntung Amar segera menangkapnya dan membawanya duduk di sofa.
"Ceraikan dia le, ceraikan Marni!" ucap Surti meremang saat menatap wajah putra semata wayangnya
"Tapi Bu...." Amar masih merasa berat dan ragu
Bukan karena ia cinta mati dengan Marni namun lebih tepatnya Amar tidak bisa bertindak gegabah apalagi sampai menyakiti hati Marni karena tiba-tiba menceraikannya.
Meski ia tahu bahaya tengah mengintainya saat ia bersikeras untuk mempertahankan pernikahannya. Setidaknya ia tidak mau membuat Marni kecewa. Ia bisa merasakan bagaimana jika ia menjadi Marni, bahkan ia sudah dikucilkan oleh teman-temannya dan dibuang oleh keluarganya, jadi bagaimana bisa ia menambah penderitaannya.
"Tapi apa lagi le, apa kamu mau nunggu sampai kamu jadi korban berikutnya," ucap Surti begitu ketus
"Bukan begitu Bu, hanya saja aku gak tega sama Marni. Sebenarnya tadi pagi aku ketemu sama perempuan yang memiliki tanda lahir sama seperti Marni. Bedanya tanda lahir itu sudah berwarna coklat. Dia bilang jika ia berhasil membunuh toh itu," jawab Amar
Ia bahkan menjelaskan secara rinci apa yang dibicarakannya dengan wanita yang ditemuinya di kampung tempat tinggal Marni.
"Tapi nyawa taruhannya Le, apa kamu sanggup???"
Amar tersenyum sinis mendengar pertanyaan sang ibu. Ia tahu benar kemampuannya, tapi tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini jika mau berusaha.
Amar pun membulatkan tekadnya untuk mendapatkan restu dari kedua orangtuanya meskipun sebenarnya ia juga tidak yakin.
Setelah berbincang cukup lama dengan ayah dan ibunya Amar pun kembali ke kamarnya.
Ia melihat Marni sudah terlelap seperti bayi. Ia pun merebahkan tubuhnya di samping wanita itu dan berusaha memejamkan matanya.
Suara kumandang adzan subuh membuat Amar terbangun. Ia buru-buru pergi ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya.
Selesai Mandi, Amar bergegas menuju ke masjid untuk menjalankan ibadah sholat subuh berjamaah.
Pria itu memilih untuk melaksanakan sholat subuh berjamaah di mushola karena ingin berkonsultasi dengan seorang Ustadz. Semua orang terkejut melihat kedatangannya di mushola.
Maklum saja, karen biasanya seorang pengantin baru akan bangun kesiangan dan melewatkan sholat subuh. Namun berbeda dengan Amar yang justru bangun lebih pagi dari orang-orang lainnya. Ia bahkan pergi ke Mushola untuk menjalankan ibadah sholat subuh berjamaah.
Suara bisik-bisik jamaah terdengar hingga imam mushola memberikan aba-aba untuk berhenti membicarakan Amar.
Suasana kembali sunyi, dan saat itulah Amar diam-diam mencari tempat untuk meletakan potongan rambut Marni.
Setelah memastikan semuanya beres Amar kembali ke mushola untuk melanjutkan ibadah sholat subuh berjamaah.
Amar segera mendekati ustadz Hamzah.
I mulai menceritakan tentang istrinya dan tanda lahir di tubuhnya.
"Seorang pengantin baru tidak mungkin akan bangun sepagi ini, jika tidak punya masalah. pasti kamu kewalahan menghadapi istri mu ya!" celetuk Ustadz Gani
"Ah Ustadz bisa aja, sebenarnya aku hanya ingin meminta bantuan mu untuk menghilangkan tanda lahir di tubuh istriku," jawab Amar
"Wah kamu benar-benar keren, ini nih baru pria sejati. Salut aku sama kamu. Hanya saja aku tidak tahu banyak tentang hal-hal seperti itu,"
Meskipun Amar sedikit kecewa dengan jawaban ustadz Gani.
Lelaki itu kemudian menggandengnya dan mengajaknya masuk kedalam surau. Gani bahkan memperkenalkan sosok Zibran.
"Ia lebih tahu tentang hal-hal seperti itu. Mudah-mudahan ia bisa membantu mu," tandas Ustadz Gani
Selesai sholat Amar pun segera mendatangi kediaman Zibran. Lelaki yang direkomendasikan oleh Ustadz Gani..
Setibanya di kediaman Zibran, mar pun langsung menceritakan maksud kedatangannya. Ia kemudian menceritakan tentang istrinya perihal yang istrinya dan tanda lahir yang dimilikinya..
Ustadz Zibran benar-benar terkejut mendengar cerita Amar. Ia kemudian menyuruh Amar untuk menceritakan lebih detail tentang tanda lahir istrinya.
Zibran terlihat manggut-manggut mendengar cerita Amar.
Berbeda dengan Amar yang masih ketakutan saat menceritakan bagaimana Marni menyanyi kidung jawa.
"Hmm, sepertinya kamu harus menyelidiki latar belakang istrimu. Aku takut ini bukan hanya masalah toh saja, tapi ada hal yang lebih besar di balik tanda lahir itu. Apalagi saat mendengar ia bisa berkidung jawa,"
"Hanya orang-orang tertentu yang bisa menyanyikan kidung jawa kuno itu,"
" Sepertinya aku tahu siapa orangnya yang bisa membantu mu menyelesaikan masalah kamu ini," ujar Zibran
"Namanya Kartini, dia adalah warga desa ini. Dia pernah mengalami kejadian sama seperti istrimu. Bahkan toh yang dimilikinya sama seperti milik Marni," imbuhnya
Netra Amar berbinar-binar mendengar ucapan Zibran
Ia sedikit kaget, saat mengetahui ada orang lain yang memiliki nasib seperti istrinya.
"Baik Ustadz, aku janji akan segera menemuinya. Semoga saja dia akan memberikan jalan keluar untuk masalahnya. Seperti janji amar, ia pun segera menemui Kartini siang harinya.
Seperti yang diceritakan Zibran, Amar mendatangi desa tempat tinggal Kartini.
Seorang wanita paruh baya dengan senyuman manis keluar dari balik pintu dan menyapanya lembut. Ia mempersilakan Amar masuk dan menyuruhnya duduk. Seperti sebelumnya Amar menceritakan tentang Marni kepada wanita itu.
"Apa letaknya ada di dada dan kemaluan?" tanya Kartini
Amar pun mengangguk.
"Apa dia suka berbicara sendiri??" tanya Kartini lagi
"Bukan bicara sendiri tapi berkidung??" jawab Mm membuat Kartini tampak terkejut
"Sudah berapa lama kamu menikahinya??"
"Baru dua hari," jawab Amar
"Jadi kamu belum berhubungan dengannya?!"
Amar mengangguk. Meskipun sebenarnya ia malu untuk mengungkapkan kehidupan pribadinya.
"Baiklah aku mengerti sekarang," jawab wanita itu
"Alhamdulillah akhirnya ada juga menanyakan hal ini padaku? Amar terlihat penuh harap
,"semoga kamu bisa hidup bahagia,"
.