Lewat Jalur Cinta

Sinar matahari menerobos masuk melalui celah jendela kaca. Sepasang mata yang sedang terpejam mulai mengerjap pelan, menatap samar-samar pada tirai berwarna putih. Masih dengan posisi tidur tengkurap, Aksa meraih ponselnya dari atas nakas dan menyalakannya. Begitu banyak panggilan masuk dari papa dan asistennya.

Semalam setelah keluar dari hotel, Aksa memutuskan untuk pulang ke rumah neneknya, Oma Berlina. Sebenernya sudah sejak lama Oma Berlina meminta Aksa untuk tinggal bersamanya, karena Oma Berlina hanya tinggal seorang diri di rumah itu. Suaminya meninggal tidak lama setelah Arini meninggal. Saat itu terjadi pertengkaran hebat antara Herman dan papanya, Tuan Darius. Tuan Darius tetap kekeuh menolak hubungan Herman dengan Dewi. Kejadian itu membuat Tuan Darius mengalami serangan jantung dan akhirnya meninggal dunia setelah sempat di rawat selama beberapa hari di rumah sakit.

Aksa meletakkan ponselnya di atas kasur tanpa berniat ingin membalas pesan atau menelfon balik papanya. Dia segera beranjak bangun dari tempat tidurnya dan masuk ke dalam kamar mandi. Meskipun semalam dia bertengkar dengan papanya, tapi Aksa akan tetap datang ke kantor hari ini.

Sementara itu di lantai bawah Oma Berlina sudah menunggu Aksa untuk sarapan. Wanita dengan potongan rambut gaya classic bob itu sengaja tidak membangunkan cucunya itu karena tidak ingin mengganggu istirahat sang cucu. Jarang-jarang Aksa datang berkunjung apalagi sampai menginap dirumahnya. Apalagi sejak dua tahun lalu, sejak Aksa mulai bergabung di Libra Group, cucunya itu jarang sekali datang untuk mengunjunginya karena kesibukan di kantor.

"Selamat pagi cucu kesayangan Oma." Oma Berlina menghampiri Aksa yang sudah rapi dengan style kerjanya dan memeluknya sebentar.

"Selamat pagi juga, Oma."

"Ayo duduk, kita sarapan dulu," ajak Oma Berlina. Keduanya berjalan ke arah meja makan dan duduk di sana.

Seorang asisten rumah tangga bernama Mbak Sari membantu mengambilkan makan untuk Oma Berlina. Mbak Sari memang sudah lama bekerja di rumah Oma Berlina.

"Kamu bertengkar lagi dengan papa kamu?" Tanya Oma Berlina.

Aksa menatap wajah Omanya sebentar, lalu dia mengambil selai coklat dan mengoleskannya diatas roti tawar yang sudah disiapkan di atas piring. Setiap pagi Aksa memang terbiasa sarapan dengan roti saja.

"Tinggallah di sini bersama Oma, biar ada yang menemani Om," pinta Oma Berlina.

"Akan Aksa pikirkan," jawab Aksa singkat, lalu mengarahkan roti tawar yang sudah diolesi selai ke mulutnya.

"Jangan keras kepala seperti papa kamu, Aksa. Oma tidak ingin kamu terus hidup tertekan jika hidup dengan orang-orang itu. Jika saja papa kamu tidak egois dengan membawa wanita itu ke rumah, mungkin sekarang mama kamu masih ada disini bersama dengan kita." Oma Berlina nampak murung dan tertunduk sedih. Oma Berlina memang sangat menyayangi mendiang menantunya seperti putri kandungnya sendiri.

Aksa menghentikan makannya dan menatap wajah Omanya, "Sudahlah Oma, apa yang sudah terjadi jangan disesali. Mama sudah tenang di alam sana, jadi Oma jangan terus memikirkan masalah ini." Aksa meraih tangan Omanya yang berada di atas meja dan menggenggamnya erat. "Aksa janji, mulai hari ini Aksa akan tinggal di sini bersama dengan Oma. Aksa akan menemani Oma."

Mata Oma Berlina nampak berkaca-kaca mendengar apa yang dikatakan oleh cucunya, "Sungguh? Kamu mau tinggal di sini bersama dengan Oma?"

Aksa menganggukkan kepalanya, "Iya, Oma. Aksa akan tinggal di sini."

Oma Berlina menatap haru pada cucunya, setelah bertahun-tahun akhirnya cucunya itu mau untuk tinggal bersama dengannya di rumah itu. Lalu keduanya kembali melanjutkan sarapan mereka.

Awalnya Aksa berniat untuk membeli sebuah apartemen untuk dia tinggali setelah dia memutuskan keluar dari rumah. Namun, melihat wajah Omanya yang murung membuat Aksa merasa tidak tega. Apalagi diusia Omanya yang sudah menginjak kepala tujuh, Omanya pasti ingin berkumpul dengan keluarganya dihari tuanya.

☘️

☘️

☘️

Saat ini Zevana datang berada di salon milik Lucas. Dia sedang duduk di kursi sofa di ruangan pribadi milik Lucas, sementara Lucas sedang berdiri di depan cermin sambil memakai pensil alis untuk menebalkan alisnya.

Zevana menceritakan pada Lucas tentang apa yang terjadi semalam di kamar hotel bersama dengan Aksa. Dia juga menceritakan rencananya yang akan menerima keputusan papanya untuk menikah dengan Aksa demi melancarkan misi balas dendamnya atas kematian Nadia.

"Apa Beb? Menikah??" Tanya Lucas, dia meletakkan pensil alisnya di kotak makeup lalu berjalan menghampiri Zevana.

"Hanya ini satu-satunya cara untuk aku bisa dekat dengan Aksa dan membuatnya jatuh cinta padaku," ucap Zevana.

Lucas segera duduk di samping Zevana, "Nah iya kalau dia jatuh cinta sama kamu. Kalau kamu yang jatuh cinta sama dia gimana, Beb?"

"Tidak mungkin, aku tidak akan jatuh cinta padanya." Zevana sangat yakin jika dia tidak akan pernah jatuh cinta pada Aksa, tujuannya mendekati Aksa adalah untuk membalas dendam atas apa yang terjadi pada Nadia.

"Kok bisa yakin?"

"Dia itu cowok breng-sek, semalam saja dia menyewa seorang wanita untuk menemaninya di kamar hotel. Bisa-bisanya Nadia menyukai pria breng-sek seperti itu, bahkan Nadia sampai rela mengakhiri hidupnya hanya karena seorang pria." Zevana tidak mengerti mengapa Nadia bisa begitu tergila-gila pada Aksa, padahal di dunia ini begitu banyak pria yang lebih baik dari Aksa yang bisa mencintai Nadia dengan tulus.

"Masalah hati memang sulit, Beb. Apalagi kalau sudah pernah..." Lucas saling menempelkan dua jari telunjuknya sambil memainkannya, sekilas dia melirik ke arah Zevana.

"Itulah sebabnya aku harus membalas dendam pada pria itu. Aku tidak terima dia menyakiti Nadia. Aksa harus merasakan sakit yang sama seperti apa yang dirasakan oleh Nadia!!"

Zevana beranjak bangun dari duduknya, lalu dia meraih pergelangan tangan Lucas dan menariknya untuk ikut berdiri. Zevana ingin mengajak Lucas pergi keluar untuk jalan-jalan sekaligus menjernihkan pikirannya. Membicarakan Aksa terus membuat kepala Zevana terasa penat.

"Ayo temani aku keluar," ajak Zevana.

"Mau kemana, Beb?" Tanya Lucas.

"Aku ingin jalan-jalan ke mall dan berbelanja," jawab Zevana sembari menarik tangan Lucas, membawanya keluar meninggalkan ruangan pribadi milik Lucas.

Lucas tidak berkomentar lagi, kedua sahabat itu keluar dari dalam salon dan naik ke dalam mobil Zevana. Zevana yang duduk di kursi pengemudi langsung menyalakan mesin mobilnya dan melajukan mobilnya pergi meninggalkan area salon.

Dulu, biasanya mereka akan pergi bertiga bersama dengan Nadia. Meskipun kuliah dan tinggal di London, namun setiap liburan semester Zevana selalu pulang dan menghabiskan waktunya bersama dua sahabatnya, Lucas dan Nadia.

Braaakkk...

Zevana mengerem mendadak saat mobil didepannya tiba-tiba berhenti. Mobilnya menabrak bagian belakang mobil didepannya hingga menimbulkan suara benturan cukup keras. Nampak seorang pria dengan pakaian formal keluar dari dalam mobil itu. Pria itu berjalan menghampiri mobil Zevana dan mengetuk kaca samping bagian depan mobil Zevana.

"Permisi...."

...🍃🍃🍃...