Cinta memang gila, bahkan aku berani menikahi seorang wanita yang dianggap sebagai malaikat maut bagi setiap lelaki yang menikahinya, aku tak peduli karena aku percaya jika maut ada di tangan Tuhan. Menurut kalian apa aku akan mati setelah menikahi Marni sama seperti suami Marni sebelumnya???
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Its Zahra CHAN Gacha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 30. Perubahan
Pagi itu Amar melihat Marni tampak berbeda. Wajahnya tampak pucat dan lusuh. Ia berpikir mungkin itu karena ia belum mandi. Marni tampak sibuk di dapur setelah sholat subuh hingga ia belum sempat mandi.
Setelah pekerjaannya selesai wanita itupun buru-buru mandi dan berdandan. Seperti biasa wanita itu menghampiri suaminya dan mengajaknya untuk sarapan. Jika biasanya Amar selalu terpukau dengan senyuman manisnya, kali ini Amar merasakan tak ada yang spesial dengan senyuman istrinya itu
Amar terus mengamati perubahan istrinya. Kenapa ia merasa tak ada yang spesial darinya. Ia bahkan terlihat biasa saja meskipun sudah berdandan.
"Kamu kenapa dek, apa kamu sakit?" tanya Amar
"Aku baik-baik saja Mas, memangnya ada apa dengan ku?" tanya Marni
"Kamu berbeda dek?" tanya Amar
"Apanya yang berbeda, aku sama saja," jawab Marni sambil memegangi wajahnya
"Ya, kamu memang masih sama, hanya perasaanku saja mungkin," jawab Amar
Marni pun seketika salah tingkah mendengar ucapan suaminya. Selesai makan Marni segera masuk kamar dan bercermin.
"Apa yang berbeda dariku??" ucapnya sambil mengamati wajahnya di depan cermin
"Apa aku sudah tidak cantik lagi??"
Marni mengusap keningnya seperti mencari sesuatu.
"Masih ada???"
Ia kemudian merapikan penampilannya dan keluar dari kamar.
"Mau kemana kamu dek?" tanya Amar
"Ke pasar Mas, kebetulan bahan-bahan makanan sudah habis," jawab Marni
"Yaudah aku anter ya, mumpung libur,"
Marni pun tak keberatan dan langsung duduk dibelakang Amar. Suara mesin motor Amar melaju meninggalkan halaman rumah.
Perjalanan ke pasar sedikit terganggu karena jalanan becek, Amar terpaksa mengurangi kecepatan sepeda motornya.
Marni meminta turun saat melihat orang-orang berkerumun. Ia sengaja memilih jalan kaki kerena daripada harus terjebak macet. Amar pun menurut dan memilih menitipkan sepeda motornya di rumah salah seorang warga.
Ia kemudian bergegas menyusul Marni yang berjalan lebih dulu.
Bila biasanya orang-orang akan tertegun saat melihat sosok Marni yang cantik jelita, kali ini tak satupun orang-orang yang melirik kearahnya. Mereka tampak acuh tak seperti biasanya. Mereka hanya menegurnya sebatas basa-basi seperti pada warga lainnya.
Tentu saja pemandangan ini membuat Marni heran.
Ternyata bukan hanya mas Amar yang berubah semua orang juga sama, Pikirannya. Marni mempercepat langkahnya dan segera membeli keperluan rumah yang habis. Kali ini Marni menyempatkan diri membeli kembang tujuh rupa.
Amar dengan setia menemaninya dan membawakan belanjanya. Ia bahkan mengajak Marni untuk menikmati bakso terenak yang ada di pasar sebelum pulang.
Marni tertegun melihat sikap romantis suaminya. Ia tetap memperlakukannya seperti biasa meskipun ia tahu dirinya sudah berubah. Ada rasa bangga bercampur sedih yang mulai mengganggu pikirannya. Ia bahagia karena ternyata Amar tak seperti lelaki lain yang meninggalkannya begitu melihat dirinya berubah.
Ia juga merasa sedih dan takut jika Amar akan meninggalkannya.
"Kok gak dimakan sih, gak suka?" tanya Amar membuat lamunan Marni seketika buyar
"Oh iya," jawab Marni gagap
Wanita itu langsung mengambil sendok dan menikmati bakso di depannya.
Sementara itu dari kejauhan seorang wanita tampak tersenyum simpul melihat mereka.
*********
Pagi hari di tempat kerja Amar.
"Jumat Kliwon tinggal sehari, aku harus bersiap-siap. Kali ini aku tidak boleh gagal?" Amar menatap kalender meja di ruang kerjanya.
Ia mengambil sebuah marker dan melingkari angka yang menunjukkan malam Jumat Kliwon.
"Memangnya ada apa dengan malam itu??" tanya seorang wanita tiba-tiba duduk di meja kerjanya
Amar seketika menjauhkan kursinya dari meja kerjanya.
"Tidak ada apa-apa," jawab Amar berusaha bersikap biasa
Wanita itu tersenyum sinis mengejeknya.
"Ok, anyway aku harus berterimakasih sama Lo. Karena lo sudah melakukan apa yang tidak bisa aku lakukan, thanks," ucap wanita itu sengaja mendekatkan wajahnya kepada Amar
"Terimakasih untuk apa??" tanya Amar mengernyit
"Suatu saat kamu akan tahu," bisik wanita itu
"Hmm!"
Ajeng segera menarik diri dan menjauhi Amar saat melihat kedatangan Damar dan Ruri.
"Wow, sepertinya ada yang mulai sksd ( sok kenal sok dekat) nih!" celetuk Ruri menatap tajam kearah Ajeng
"Memangnya kenapa apa ada yang salah?" jawab Ajeng menepuk pundaknya
"Kalau ada yang masih perjaka mengapa mengincar yang sudah ada bininya, apa semenarik itu suami orang," sahut Ruri
Ajeng tersenyum sinis menatap Ruri. Perlahan wanita itu melangkah mendekatkan dirinya kepada lelaki di hadapannya.
"Seandainya saja lo lebih menarik, mungkin aku bisa mempertimbangkannya," bisik Ajeng seolah mengejeknya
Seketika Ruri langsung mengeluarkan cermin kecil dan meletakannya di depan wajahnya.
"Hanya wanita baik-baik yang bisa melihat ketampanan ku," jawab Ruri telak membuat Ajeng melotot
Ia pun segera bergegas meninggalkan ruangan itu dengan wajah kesal.
Ruri pun terkekeh melihatnya.
"Ngapain dia kemari?" tanya Damar
"Entah, dia datang secara tiba-tiba dan berkata hal aneh yang tidak aku mengerti," jawab Amar
"Kamu harus hati-hati sama dia Mar," ucap Ruri menimpali
"Memangnya kenapa?" tanya Amar
"Entahlah, yang jelas feeling ku tidak enak sama dia," jawab Ruri
"Benar, kamu hati-hati saja, apalagi kamu pingsan kan setelah bersalaman dengan dia kemarin," imbuh Damar
"Apa kamu melihat sesuatu pada diri Ajeng?" tanya Amar
Damar menggelengkan kepalanya.
"Sudah-sudah, daripada mikirin manajer baru itu mending kita makan," jawab Ruri menggandeng kedua sahabatnya itu keluar dari ruangan.
Sementara itu Marni tampak memandangi wajahnya di depan cermin.
"Apa yang membuat ku berubah???"
Marni meletakan kembang tujuh rupa di sebuah piring kecil. Tak lupa ia meletakan beberapa sesaji di baki dan membakar dupa.
Marni meletakan sebuah air di dalam baskom kecil.
"Apa yang terjadi padaku Nyai??" ucap Marni menatap baskom berisi air di depannya
Cukup lama ia menunggu kemunculan seorang wanita yang ia panggil nyai dalam baskom air. Namun sosok itu tak kunjung muncul sampai dupa yang ia bakar habis.
"Nyai, apa kamu pergi meninggalkan aku?"
Air dalam baskom itu tetap diam, membuat Marni semakin kesal.
"Cih, jadi ini penyebabnya!" seru Marni
Ia tersenyum kecut setelah mengetahui apa yang menimpanya.
Ia kemudian bangun dari duduknya dan melepaskan semua buntelan daun sirih yang tergantung di Jendela.
"Semua ini tak ada artinya sekarang," ia kemudian berjalan mendekati kalender yang terpajang di dinding kamarnya.
"Siapapun yang melakukannya, aku akan segera menghabisinya," Ia mengepalkan tangannya saat melihat kalender yang menunjukkan malam Jumat Kliwon.
Angin berhembus kencang menerpa rambut panjang seorang wanita yang terdiri mengamati kediaman Marni dari kejauhan.
"Sekarang tak ada yang melindungi mu lagi Marni, bahkan sebentar lagi siluman itu akan mati, jadi bersiaplah karena kau juga akan mati!"