Diana, gadis manis yang harus merasakan pahit manisnya kehidupan. Setelah ayahnya meninggal kehidupan Diana berubah 180 derajat, mampukah Diana bertahan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aprilli_21, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23. Handphone Baru
Dengan perlahan Diana melangkahkan kaki menuju kelasnya, saat sampai di dalam kelas dilihatnya Bachtiar duduk di tempat duduknya dan memegang sebuah komik ditangannya.
Tanpa mengganggu Bachtiar, Diana memilih duduk melihat Bachtiar dari belakang.
"Cukup mengagumi dari kejauhan, karena aku tahu pasti bahwa aku tidak akan bisa mendapatkan cintanya."
Saat melihat Milen dan Bachtiar saling berpandangan, Diana dapat menilai jika Bachtiar menaruh hati kepada Milen.
Tidak ingin larut dalam lamunannya Diana memilih menghafal rangkumannya.
Dengan menutup mata dan telinga, Diana mengingat semua yang ia tulis di dalam buku catatannya.
Bachtiar yang semula fokus membaca komik menghentikan aktivitasnya lalu menoleh kebelakang, dilihatnya Diana yang fokus dengan hafalannya.
"Diana,"
Sebut Bachtiar di dalam hatinya
"Aku tahu kamu menaruh rasa kepadaku, tapi maaf aku tidak bisa membalas rasamu itu."
Gumamnya dalam hati, lalu ia menghadap lagi kedepan dan lanjut membaca komik yang dipegangnya sedari tadi.
Tepat pukul 07.00 WIB, semua murid masuk kedalam kelasnya masing-masing. Diana merasa jantungnya berpacu lebih cepat, ia merasa cemas karena akan berhadapan dengan Bu Ratna untuk membicarakan tentang Olimpiade MIPA.
"Bismillah Ya Allah, hati hamba tidak tenang sekali."
Gumam Diana dalam hati, beberapa menit kemudian Bu Ratna memasuki kelasnya.
"Assalamualaikum anak-anak,"
Semua murid yang semula mengobrol dan jalan-jalan di dalam kelas menghentikan aktivitasnya.
"Waalaikumsalam Bu,"
Jawab para murid serentak.
"Kita mulai pembelajaran hari ini, apakah ada tugas rumah?"
Semua murid terdiam karena banyak yang lupa mengerjakan tugas, tiba-tiba Milen berkata
"Ada Bu, tugasnya merangkum!"
Semua anak-anak menatap tajam Milen yang memberitahu Bu Ratna jika ada tugas merangkum.
"Kumpulkan tugas kalian kedepan, bagi yang tidak mengerjakan tugas silahkan keluar kelas!"
Tegas Bu Ratna yang membuat hampir sebagian murid keluar kelas karena tidak mengerjakan tugas.
Bu Ratna menggelengkan kepalanya melihat hanya beberapa murid saja.
"Kalian baca bab selanjutnya, Ibu kedepan dulu menghukum anak-anak yang tidak mengerjakan tugas!"
Ucap Bu Ratna berjalan menuju pintu
"Baik Bu."
Saat Bu Ratna berada di ambang pintu, semua murid yang tidak mengerjakan tugas berdiri rapi di luar kelas.
"Kalian semua berdiri disini sampai bel istirahat berbunyi, apabila ada yang jalan-jalan atau mengganggu kelas lain hukuman akan saya tambah lagi!"
Tanpa ada yang berani menjawab akhirnya Bu Ratna kembali ke dalam kelas.
"Diana, kesini sebentar!"
Diana yang semula fokus membaca tersentak kala namanya dipanggil oleh Bu Ratna.
"Baik Bu."
Diana melangkah dengan langkah gontai karena takut Bu Ratna semakin meradang.
"Bagaimana, apa kamu sudah berbicara kepada orang tuamu?"
Diana menahan nafasnya mendengar pertanyaan Bu Ratna lalu menghembuskan secara perlahan untuk meminimalisir ketegangan yang ia rasakan.
"Sudah Bu, Ibu saya tidak mengizinkan karena adanya biaya pendaftaran untuk syarat mengikuti lomba tersebut,"
Bu Ratna yang mendengar jawaban Diana hanya menghela nafas lelah lalu menyuruhnya kembali ke tempat duduknya.
"Ya sudah kalau begitu, kamu kembali lagi ke tempat duduk kamu."
Diana menundukkan kepalanya lalu kembali ketempat duduknya.
Milen ingin tahu apa yang Diana bicarakan dengan Bu Ratna, dengan suara lirih Milen bertanya kepada Diana.
"Na, Bu Ratna tanya apa ke kamu?"
Diana yang mendengar pertanyaan Milen menghembuskan nafas lelah.
"Aku tidak diizinkan mengikuti olimpiade MIPA Len, tadi Bu Ratna bertanya apakah orang tuaku menyetujui atau tidak dan aku menjawab sesuai apa yang orang tuaku katakan,"
Milen hanya menganggukkan kepalanya merasa menang.
"Rasakan kamu, belagu sih jadi orang mau ikutan olimpiade segala! "
Padahal yang merekomendasikan Diana untuk mengikuti olimpiade adalah Bu Ratna namun Milen berfikiran bahwa Diana lah yang mencari perhatian Bu Ratna sehingga beliau menyuruh Diana mengikuti olimpiade tersebut.
Dua minggu sebelum olimpiade diadakan Bu Ratna memberitahu semua murid yang ingin berpartisipasi mengikuti olimpiade, namun akan diseleksi terlebih dahulu sebelum mengikuti olimpiade tersebut.
Di kelas lima ada sepuluh anak yang berpartisipasi mengikuti olimpiade tersebut, sebelum pulang mereka diwajibkan mengikuti seleksi di perpustakaan yang mana pembimbing serta pengujinya ialah Bu Ratna.
Dari sepuluh murid yang berpartisipasi yang terpilih hanya tiga orang, yaitu Milen, Friska dan Narendra.
Diana hanya menatap sendu para peserta yang mengikuti olimpiade tersebut, dilihatnya Milen, Friska dan Narendra memasuki mobil yang akan mengantarnya menuju tempat terselenggaranya olimpiade MIPA tersebut.
Bu Ratna membebaskan para murid yang tidak mengikuti olimpiade, sebagian murid memilih ke kantin atau bermain dilapangan, Diana memilih di dalam kelas.
Bachtiar yang tidak mengikuti olimpiade memilih berdiam diri di kelas bersama Diana.
"Diana,"
Panggil Bachtiar saat melihat Diana melamun seorang diri.
"Eh Tiar, ada apa?"
Diana tersentak saat namanya dipanggil oleh Bachtiar.
"Kamu kenapa tidak ikut berpartisipasi, barangkali kamu terpilih juga mengikuti olimpiade."
Diana hanya menggelengkan kepalanya, ia malas untuk membicarakan hal itu lagi.
Bachtiar yang melihat Diana hanya menggelengkan kepalanya tanpa bersuara akhirnya paham jika Diana enggan membicarakan hal itu.
Lalu ia memilih membaca komik yang sedari tadi dipegangnya, sedangkan Diana memilih menelungkupkan kepalanya diatas meja.
Bel pulang sekolah telah berbunyi semua murid bergegas pulang kerumahnya masing-masing, saat Diana sampai dirumahnya ia tidak sengaja mendengar obrolan orang tuanya.
"Mas, kita harus beli Hp untuk komunikasi dengan pelanggan,"
Ucap Bu Sari kepada Pak Ahmad yang sedang menyesap kopinya.
"Terserah kamu sudah Dik, Mas manut apa kata kamu, Mas tidak bisa menggunakan Hp jadi kamu saja yang mengatur itu semua,"
Bu Sari yang mendengar jawaban Pak Ahmad hanya tersenyum lalu beliau berdiri setelah itu beliau menuju kamarnya.
Diana yang mendengar ucapan Ibunya yang akan membeli Hp menghela nafasnya sesak, karena baginya harga Hp dan uang pendaftaran olimpiade jauh lebih mahal Hp.
Diana melangkah memasuki rumahnya
"Assalamualaikum,"
Pak Ahmad yang semula menyesap kopinya menaruh kembali gelas kopi yang beliau pegang.
"Waalaikumsalam, sudah pulang Na?"
Diana menghampiri Ayahnya lalu mencium punggung tangan Ayahnya.
"Iya Yah, Nana masuk ke kamar dulu ya Yah,"
Pak Ahmad menganggukkan kepalanya
"Ya sudah kamu istirahat dulu sana."
Diana masuk ke dalam kamarnya tanpa menoleh lagi kepada sang Ayah.
Pak Ahmad tahu jika Diana menahan rasa kecewa karena saat Pak Ahmad dan Bu Sari membicarakan masalah Hp beliau mendengar langkah kaki dan beliau telah mengira jika itu langkah kaki Diana.
Pak Ahmad memijat pelipisnya, lalu mencari cara agar Diana bisa tersenyum kembali. Saat Pak Ahmad merogoh saku nya ternyata ada uang sebesar sepuluh ribu rupiah, setelah itu Pak Ahmad mengetuk pintu kamar Diana.
"Na, boleh Ayah masuk?"
Tanpa ada jawaban dari dalam namun terdengar suara knop pintu terbuka.
"Kenapa Yah?"
Diana memasang wajah datar, Pak Ahmad yang melihat Diana seperti itu hanya menghela nafasnya.
"Ayah minta maaf Na, ini Ayah punya uang sepuluh ribu dan kamu diam ya jangan cerita ke Ibu,"
Mata Diana berbinar-binar saat sang Ayah memberinya uang sepuluh ribu rupiah, karena pada saat itu uang sepuluh ribu sudah banyak sekali dan bisa untuk mentraktir teman.
Pak Ahmad yang melihat binar mata Diana hanya tersenyum geli, lalu menutup kembali pintu kamar Diana.
Pada malam harinya Bu Sari membeli Hp No*ia, Diana sangat antusias karena dapat menghubungi teman-temannya saat suntuk dan bisa bercerita panjang lebar walau tidak bertatap muka.
Untuk pertama kalinya bagi Diana memiliki Hp, orang yang pertama kali ia beritahu adalah Milen.
Iya, Milen seorang gadis cantik, pintar, dan memiliki segalanya. Tanpa Diana sadari, Milen dan Bachtiar saling berkomunikasi dan menjalin hubungan.
"Milen kemarin Ibuku membeli handphone baru, aku minta nomor telepon kamu dong,"
Diana bercerita dan meminta nomor telepon Milen, Milen yang mendengar itu hanya tersenyum palsu.
"Oh iya, 082332...."
Milen memberikan nomor teleponnya kepada Diana, Diana pun mencatat lalu memasukkannya ke dalam tas agar tidak hilang.
"Nanti aku save ya."
Milen hanya mengangguk lalu Milen menoleh kearah buku yang ia pegang, tanpa Diana sadari Milen tersenyum sinis."
"Baru punya Hp saja heboh sekali, dasar kampungan!"
Maki Milen dalam hatinya.
Diana menimbang-nimbang apakah ia meminta nomor ponsel Bachtiar atau tidak, banyak sekali pertimbangan membuatnya mengurungkan niat untuk meminta nomor Bachtiar.
Keesokan harinya seperti biasa Diana meminta tolong kepada Ayahnya untuk menguncir rambutnya.
"Yah, tolong ikatkan rambut Nana dan beri pita ini,"
Diana memberikan pita berwarna kuning kepada Ayahnya, setiap kelas warna pitanya berbeda.
Pak Ahmad mengikat rambut Diana bak ekor kuda dan menyisakan sedikit rambutnya di samping kiri dan kanan telinga Diana.
Saat berada di sekolah bel belum berbunyi dan Diana diajak bermain bersama Friska,
"Na, mumpung belum masuk kita main petak umpat yuk,"
Ajak Friska dan Diana mengiyakan ajakannya.
"Ayo,"
Saat asyik bermain tiba-tiba Milen menghentikan Diana yang sedang berlarian.
"Na, berhenti dulu sebentar!"
Milen memegang bahu Diana dan memutar badan Diana, Diana bingung apa yang Milen lakukan kepadanya.
"Kenapa Len, apa ada yang salah?"
Tanya Diana kepada Milen yang menatapnya lekat.
"Oh tidak ada, ya sudah kamu lanjutkan lagi mainnya."
Diana bergegas lari mencari tempat persembunyian, Milen yang melihat Diana dari kejauhan menatap nyalang.
"Cuma di kuncir satu saja kok bisa ya dia terlihat lebih manis?!"
Umpat Milen di dalam hatinya, Milen melihat penampilan Diana yang terlihat lebih manis dari biasanya, membuatnya meradang karena ia tidak ingin Diana terlihat lebih cantik dari dirinya.
Bel masuk telah berbunyi semua murid memasuki kelasnya masing-masing, saat Diana memasuki kelasnya Narendra menatapnya lekat dan Milen mengetahui hal itu.
"Kok hari ini Diana terlihat manis ya, padahal biasanya dia juga rambutnya di kuncir seperti itu, apa coba yang membuatnya berbeda hari ini? "
Batin Narendra dalam hati, tanpa Narendra sadari sejak tadi Milen menatap kearahnya.
"Sial Narendra menatap kearah Diana dari tadi, apa sih yang membuat Diana berbeda dari biasanya?! "
Ucap Milen dalam hati dan mengepal erat tangannya, saat netra Narendra mengalihkan pandangannya ke arah Milen ia baru sadar jika Milen menatapnya dengan tatapan tidak biasa.
"Apa sih, tidak jelas sekali tuh orang! "
Maki Narendra dalam hati ketika melihat Milen yang menatapnya seperti itu.
Diana yang tidak tahu apa-apa hanya bersenandung lirih dan menggerak-gerakkan kepalanya sehingga rambutnya bergerak ke kanan dan ke kiri membuat Milen semakin meradang karenanya.
salam kenal
terus semangat
jangan lupa mampir ya