Turun Ranjang
Fawwas, seorang dokter ahli bedah tidak menyangka harus mengalami kejadian yang menyenangkan sekaligus memilukan dalam waktu yang bersamaan. Saat putrinya dilahirkan, sang istri meninggal karena pendarahan hebat.
Ketika rasa kehilangan masih melekat, Fawwas diminta untuk menikahi sang adik ipar. Dia adalah Aara, yang juga merupakan seorang dokter kandungan. Jelas Fawwas menolak keras, belum 40 hari istrinya tiada dia harus menikah lagi. Fawwas yang sangat mencintai istrinya itu bahkan berjanji untuk tidak akan menikah lagi.
Tapi desakan dari keluarga dan mertua yang tidak ingin cucu mereka diasuh oleh orang lain membuat Fawwas terpaksa menerima pernikahan tersebut. Terlebih, itu juga merupakan wasiat terakhir dari sang istri meskipun hanya tersirat.
Bagaimana Fawwas menjalani pernikahan nya?
Apakah dia bisa menerima adik iparnya menjadi istri dan ibu untuk putrinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IAS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
IB 30: Sekedar Pemanasan
Beberapa hari ini Aara selalu dibuat spot jantung oleh Fawwas setiap bangun tidur. Bagaimana tidak, ia pasti mendapati dirinya berada di pelukan sang suami. Bahkan wajah mereka begitu dekat, Aara sampai bisa merasakan deru nafas pria tersebut.
Perlahan Aara mengendurkan pelukan Fawwas, ia juga mengalihkan tangan milik suaminya itu dari perutnya. Secara hati-hati Aara beringsut mundur agar bisa segera bangkit dari g tidur itu masih selalu membuat Aara berdebar. Padahal dia bukan hanya sekali ini mendengarnya. Bisa dibilang setiap pagi setelah mereka memutuskan untuk berbagi kamar.
" Aku harus menyiapkan MPASI untuk Nei, Kak," sahut Aara. Dia memilih diam dan tidak menggerakkan sedikitpun tubuhnya.
Sraaak
Cup
Mata Aara membelalak sempurna ketika bibir Fawwas mendarat lembut di pipinya. Tidak berhenti disitu, Fawwas yang sudah memutar tubuh Aara sehingga mereka saling memandang satu sama lain itu, kini sudah mengecup lembut kening Aara. Ciuman itu terus turun menuju ke mata hidung dan bernaung di bibir. Aara sangat terkejut, dia tidak menyangka Fawwas akan melakukan sejauh itu.
" Bernafas Ra, jika tidak kamu bisa lewat," gurau Fawwas.
" Haah ... haaah. Kak .. ini," ucap Aara tertahan karena Fawwas kembali mengecup bibirnya. Kali ini bukan hanya sekedar kecupan, melainkan sesapan dan lumataan. Fawwas sedikit menggigit bibir Aara agar lidah miliknya bisa menerobos ke rongga mulut Aara. Fawwas menahan tengkuk Aara agar ciumannya semakin dalam.
Sementara satu tangan milik Fawwas yang lain mulai menelusuri leher mulus milik sang istri. Tangan itu terus turun hingga ke bawah dan meraih dress tidur sang istri. Fawwas menurunkan bagian leher hingga ke lengan. Sangat elastis karena memnag dipilih Aara agar dia mudah menyusui Neida. Satu hal yang membuat Fawwas baru menyadari kali ini bahwa Aara ternyata tidak menggunakan dalamaan. Entah hanya kali ini saja atau malam-malam sebelumnya juga, dia tidak tahu persis.
" Ra, apakah boleh?" tanya Fawwas. Ia menghentikan ciumannya dan menatap dalam ke mata Aara.
Tidak ada jawaban dari sang istri, hanya anggukan kepala yang ia dapatkan sebagai respon. Dan wajah yang merona semakin membuat Fawwas gemas. Ia pun melanjutkan aksinya yakni menelusuri leher putih nan mulus milik Aara menggunakan bibirnya. Bibir itu terus menyesap setiap inci kulit leher milik Aara dan terus turun hingga bersemayam di dada.
" Eeeuhhh!" Aara melenguh saat mulut Fawwas ada di sana dan memainkan miliknya yang biasa dimiliki oleh Neida. Ini sungguh membuatku gila. Kepala ku terasa kosong. Aku belum pernah merasakan perasaan yang seperti ini. Ada sesuatu yang ingin meledak dalam diriku, batin Aara. Dia terus berbicara dalam hati saat Fawwas menyentuhnya dengan kelembutan
Fawwas melakukannya dengan begitu lembut. Ia tahu bahwa ini merupakan hal baru bagi Aara. " Ra, jangan tegang. Aku akan melakukannya dengan lembut dan perlahan," ucap Fawwas di sela-sela bibirnya menciumi setiap senti tubuh Aara. Satu hal yang pasti, bahwa hasratnya sudah tidak bisa dibendung. Beberapa malam tidur bersama berbagai ranjang membuat keinginan biologis Fawwas rupanya muncul juga.
" Aara, maafkan sikapku selama ini. Aku sungguh menyesal telah mengabaikan mu. Aku harap kamu bisa menerimaku dan memaafkan kekhilafan ku," lirih Fawwas. Entahlah, padahal berkali-kali ia mengatakan maaf. Akan tetapi ia tetap merasa tidak puas.
" Kak, sudah lebih dari sekali kamu mengatakan itu. Aku sudah memaafkan mu, aku paham apa yang kamu rasakan. Kita sudah berada dalam tahap ini sekarang. Aku menyerahkan diriku sepenuhnya untukmu. Bahkan aku mengerti, dalam hatimu nama Mbak Aira pasti masih bersemayam di sana. Itu tidak mengapa, karena memang Mbak Aira menempati hatimu lebih dulu. Aku malah merasa begitu buruk, karena seakan-akan aku merebut mu darinya."
Aara berucap dengan nada sendu. Fawwas kemudian menghentikan sentuhannya. Kini ia merangkak ke atas dan menatap wajah Aara lurus. Ia menyelami apa yang dirasakan oleh istrinya tersebut. Satu hal yang ia tahu, bahwa Aara memiliki rasa ketidakberdayaan yang besar.
" Ra, Aira memanglah selalu dalam hatiku. Akan tetapi, saat ini kau adalah istriku. Aku tidak merasa direbut olehmu. Mari kita hilangkan perasaan itu. Mari kita sama-sama saling menerima tanpa merasa bersalah. Dan, kita harus hentikan ini hahaha. Neida sudah bangun."
Keduanya tertawa bersama. Pagi ini ternyata mereka hanya melakukan pemanasan dan belum ke acara inti. Namun, ternyata hal tersebut efektif dilakukan karena keduanya bisa berbicara lebih dalam satu sama lain.
TBC
kita pasti bisa...
memang betul trauma seseirqng akan susah untuk di lupakan...memakan waktu...
itu juga ku alami sendiri,sampai skrng masih harus pergi kaunseling..untuk menyembuhkan rasa trauma yg sdh 2 thn lbh...hhuuuffzz.../Sweat/
skrng tugasmu untuk memulihkan keadaan...
turun ranjang bro...