NovelToon NovelToon
Se Simple Bunga Selamat Pagi

Se Simple Bunga Selamat Pagi

Status: sedang berlangsung
Genre:Diam-Diam Cinta / Cintapertama / Dokter / Romansa
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: happy fit

kinandayu gadis cantik tapi tomboy terlihat semaunya dan jutek..tp ketika sdh kenal dekat dia adalah gadis yang caring sm semua teman2 nya dan sangat menyayangi keluarga nya....

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon happy fit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

chapter 29- dia hari sebelum riuh nya ospek

Dua hari sebelum ospek dimulai, Jogja terasa seperti kota yang sedang bersiap menyambut generasi baru. Setiap gang di sekitar kos Kinan dipadati mahasiswa baru yang datang dengan koper, ransel besar, atau bahkan kardus berisi bantal dan galon air. Suara roda koper di aspal bercampur dengan obrolan heboh, tawa, dan kadang keluhan kecil yang lucu.

Kinan bangun pagi dengan cahaya matahari yang masuk dari celah tirainya. Ia bangun agak siang karena semalam mengobrol lama dengan Danu lewat video call sampai ketiduran. Ia meraih ponsel, membuka chat, dan senyum otomatis begitu melihat pesan dari Danu yang masuk jam enam pagi.

Danu:

“Pagi cintaaa. Jangan lupa sarapan. Jangan lupa minum. Jangan lupa aku.”

Kinan langsung menutupi wajah dengan bantal.

Pacarnya itu betul-betul bikin muka panas tiap pagi.

Kinan:

“Pagi… kamu sok romantis banget pagi2. Udah makan?”

Danu:

“Beluuum. Tapi baca pesen kamu jadi kenyang.”

Kinan mengetik cepat.

Kinan:

“Danu.”

Danu:

“Iya?”

Kinan:

“Jangan gombal. Ini pagi. Aku belum siap.”

Danu:

“Makanya siapin hati kamu dari semalam.”

Kinan menatap langit-langit kamar, pipi memanas parah.

Pacaran jarak jauh itu memang penuh rindu, tapi anehnya… Danu selalu bisa membuat jarak terasa kecil sekali.

Setelah mandi, Kinan mulai mengemas perlengkapan ospek. List-nya panjang sekali, sampai ia sempat mengeluh pada dirinya sendiri.

“Ini ospek atau pindahan kantor… banyak amat barang wajibnya.”

Ia memasukkan name tag, botol minum, pita biru, kertas karton, spidol, dan segala macam barang lain ke dalam totebag besar. Mama pasti akan bangga melihat anaknya seorganisir ini. Di chat keluarga, Papa sudah mengirim pesan pagi.

Papa:

“Selamat beraktivitas, Kinan. Jangan lupa jaga kesehatan.”

Mama:

“Kalau ada yang kurang, bilang ya Nak.”

Shaka:

“Kak Kin, aku naik kelas 9. Btw titip oleh2.”

Kinan tersenyum dan membalas satu-satu.

Meski jauh, mereka terasa sangat dekat.

Setelah makan siang di burjo depan kos (yang porsi nasinya seolah ingin memberi makan tiga orang sekaligus), Kinan berangkat ke kampus untuk sesi briefing ospek. UGM hari itu penuh dengan rombongan maba berpakaian rapi seperti mau wawancara kerja. Ada yang sudah saling kenal, ada yang pendiam, ada pula yang wajahnya tegang seperti mau ujian nasional.

Kinan mengambil tempat duduk di bawah pohon rindang sambil mendengar panitia memberi arahan. Ia mencatat semuanya dengan rapi. Meskipun gugup, ia bertekad mengikuti ospek dengan baik — ini awal dari perjalanan panjangnya.

Setelah briefing selesai, ia berjalan pelan menyusuri halaman fakultas. Pohon-pohon besar menaungi jalan setapak, bangku-bangku beton tampak sejuk di bawah bayangannya, dan mahasiswa lalu-lalang membawa kertas, map kuning, dan botol minum.

Jogja punya suasana yang tidak bisa dibandingkan dengan kota lain — tenang, tapi hidup. Ramai, tapi tidak sesak.

Ia mengambil foto pemandangan fakultas, mengirimnya ke grup Maya dan Andi.

Kinan:

“Misi ospek selesai. Aku mau pulang kos.”

Maya:

“Anak Jogja asli nih wkwk udah keliling fakultas.”

Andi:

“Kin, aku bangga banget sama kamu. Disini Maya drama banget beresin printilan ospek.”

Maya:

“KAMU MAU SAYA DRAMA-IN LEBIH LAGI?”

Kinan tertawa keras.

Bestinya itu memang selalu membawa warna ke hidupnya.

---

Malam datang pelan-pelan, membawa udara hangat dan aroma sate yang menyebar dari salah satu ujung gang. Kinan memutuskan keluar mencari makan malam sambil jalan-jalan melihat suasana Jogja di malam hari.

Ia memakai hoodie tipis favoritnya, menenteng totebag kecil, lalu keluar dari kos. Jalanan kecil itu masih ramai. Ada mahasiswa yang nongkrong sambil gitaran di teras kos, ada tukang cilok lewat mendorong gerobaknya sambil bersenandung, dan ada juga pasangan yang sedang makan mie ayam sambil berdebat lucu.

Jogja benar-benar terasa seperti kota yang hidup selama dua puluh empat jam penuh.

Kinan memilih berjalan sedikit lebih jauh dari biasanya. Lampu-lampu jalan memantulkan cahaya pada aspal yang masih lembab setelah hujan sore. Ia melewati warung angkringan dengan tikar digelar rapi, aroma nasi kucing dan sate usus menggoda sekali.

Tapi ia tetap meneruskan langkah, ingin eksplor sedikit lebih jauh.

Akhirnya, ia berhenti di depan gerobak mie ayam yang ramai pembeli. Ia duduk di bangku plastik biru, memesan seporsi mie ayam bakso. Sambil menunggu, ia membuka ponsel.

Ada pesan baru dari Danu.

Danu:

“Kamu dimana? Kok aku ngerasa kamu lagi jalan2.”

Kinan terdiam sebentar.

Kinan:

“Aku lagi cari makan. Jalan kaki.”

Tak sampai 10 detik, balasan masuk.

Danu:

“Hati-hati ya sayang. Kamu sendirian?”

Kinan:

“Iya kok. Ini rame.”

Danu:

“Kirim foto.”

Kinan memotret gerobak mie ayam dan mengirimnya.

Beberapa detik kemudian, masuk pesan suara dari Danu.

Suara cowok itu terdengar serak manja dan… merindukan.

Danu (voice note):

“Kok aku pengen duduk sebelah kamu sekarang. Jogja jauh banget tau.”

Kinan menunduk, senyum malu-malu.

Ia membalas teks.

Kinan:

“Nanti kamu ke Jogja kalo libur.”

Danu:

“Kalau aku ada sayangnya di Jogja, masa aku nggak ke sana. Kamu tinggal panggil, aku dateng.”

Kinan:

“Kamu romantis banget sih.”

Danu:

“Kamu pacar aku, wajar dong.”

Ada jeda beberapa detik sebelum Danu mengirim pesan lagi.

Danu:

“Aku sayang banget sama kamu, Kin.”

Kinan menggigit sedotan es tehnya.

Jantungnya, ya Tuhan, kayak dipukul lembut dari dalam.

Ia membalas pelan.

Kinan:

“Aku juga sayang kamu.”

Setelah itu Danu tidak berkata gombal lagi. Hanya mengingatkan untuk makan pelan-pelan, jangan sampai kepedasan, dan pulang sebelum terlalu malam. Perhatiannya membuat Kinan merasa hangat — seperti ada seseorang yang memeluknya dari jauh.

Setelah selesai makan, Kinan berjalan pulang. Di jalan, ia melihat mahasiswa yang sedang menyiram tanaman depan kos, ada juga dua anak kecil bermain mercon kecil sambil tertawa heboh. Angin malam Jogja terasa lembut di kulitnya.

Ketika sampai di kos, ia masuk kamar, meletakkan tas, lalu duduk di kasur sambil menatap sekeliling.

Lampu kamar yang kuning hangat.

Meja belajar kecil dengan sticky notes warna-warni.

Gorden krem yang Mama pilihkan.

Rak kecil berisi buku-buku baru.

Udara Jogja yang pelan-pelan terasa seperti rumah.

Ia memegang ponsel.

Danu mengirim pesan terakhir.

Danu:

“Selamat malam, sayang. Besok jangan capek-capek. Aku di sini.”

Kinan tersenyum pelan, menutup mata.

Jogja masih asing.

Tapi malam itu… Kinan tidak merasa sendirian.

Ia punya keluarga.

Ia punya sahabat.

Dan ia punya seseorang yang menunggunya meski jauh — Danu Alfareza.

Hari itu ditutup dengan rasa hangat yang mengisi dadanya.

Perjalanan baru akan dimulai. Dan Kinan siap.

Kinan belum langsung tidur. Setelah menutup chat dengan Danu, ia mengambil bantal kecil dan memeluknya sambil menatap langit-langit kamar. Suara kipas angin kos yang berputar pelan jadi musik latar yang bikin suasana makin syahdu.

Ia tiba-tiba ingat sesuatu.

Di meja belajar ada foto keluarga ukurannya kecil, bingkainya warna putih. Mama yang senyum lebar, Papa yang selalu terlihat tenang, dan Shaka yang posenya selalu sok keren. Kinan mengambil foto itu, mengelus pinggir bingkainya.

“Aku kangen,” bisiknya pelan.

Entah kenapa, malam kedua di Jogja justru terasa lebih sunyi dibanding malam pertama. Mungkin karena euforia pindahan sudah lewat, dan realita mulai terasa:

Ia tinggal di sini sekarang.

Sendirian.

Jauh dari Papa Mama.

Tapi sebelum rasa sedih itu keburu tumbuh, ponselnya tiba-tiba bergetar lagi.

Maya:

“KINAAAAANNNNN aku beli binder lucu buat ospek!! WARNA PINK PUTIH ABU KAMU HARUS LIATTT.”

Andi:

“Kin maafin aku. Maya baru aku tinggal 5 menit langsung belanja.”

Maya:

“DIA LEBAYYYY.”

Kinan langsung ngakak kenceng.

Udah mau mellow, eh dua manusia itu muncul kayak duo badut profesional.

Ia membalas panjang, cerita tentang mie ayam, tentang Jogja malam hari, tentang suasana kos. Maya pun langsung heboh ingin video call melihat isi kamar Kinan.

Akhirnya, dibiarkan juga.

Kinan mengarahkan kamera ke seluruh kamar.

“Wah rapi banget Kin! Ini kamar kos atau ruang tamu hotel?”

Maya berkomentar sambil memicingkan mata sok menilai.

Andi ikut muncul di belakang Maya.

“Kin, sumpah itu kasur kamu empuk banget keliatannya. Kalo Maya main ke Jogja dia bakal tidur disana sampe ngorok.”

“ANDI!”

Maya menepuk bahunya kesal.

Kinan tertawa lagi.

Setiap tawa dari mereka membuat kamar kecil itu terasa lebih ramai.

Setelah beberapa menit, Maya bilang mau mandi dan Andi pamit mau bantu ibunya di dapur. Call berakhir, dan kamar kembali tenang.

Kinan menunduk pada foto keluarga di tangan.

“Aku nggak sendirian kok,” gumamnya, senyum kecil muncul.

Ia meletakkan foto itu kembali di meja, lalu memutuskan membuka jendela sebentar. Udara malam Jogja masuk, membawa aroma tanah basah dan suara jangkrik yang halus.

Dari kejauhan, ia melihat dua mahasiswa berjalan sambil membawa gitar. Mereka berhenti di bawah pohon, duduk di trotoar, dan mulai memainkan lagu mellow yang familiar.

Suara gitar mengalun lembut:

Lingkaran kecil tak berujung…

Kinan terdiam.

Suara itu indah, khas Jogja. Ada rasa damai yang sulit dijelaskan.

Ia tanpa sadar menautkan tangan pada dadanya sendiri, seperti ingin menjaga hangat yang perlahan tumbuh.

Ponsel bergetar lagi.

Kali ini hanya satu pesan.

Danu:

“Kamu udah tidur, sayang?”

Kinan tersenyum.

Kinan:

“Belum. Kamu?”

Danu:

“Belum juga. Nonton kamu tadi jalan malam… aku jadi mikir.”

Kinan mengernyit.

“Mikir apa?”

Beberapa detik kemudian, pesan balasannya muncul.

Danu:

“Kalau kamu homesick… kamu bilang aku duluan ya. Jangan dipendem sendiri.”

Kalimat itu sederhana, tapi masuknya dalam.

Hampir seperti pelukan dalam bentuk teks.

Kinan:

“Iya… makasih.”

Danu:

“Dan kalau kamu takut… kamu bilang juga. Aku nggak bisa selalu ada secara fisik, tapi aku selalu siap kalau kamu butuh aku.”

Kinan memejamkan mata, meresapi tiap kata-kata itu.

Sampai akhirnya ia membalas dengan jujur.

Kinan:

“Dan… kalau aku kangen kamu… aku bilang juga?”

Danu:

“Kamu harus bilang.”

Kinan:

“…Aku kangen.”

Balasan Danu datang cepat, hampir seperti ia sudah menunggu.

Danu:

“Aku kangen kamu lebih, Kin.”

Kinan menyeru bantal, geli sendiri, manja sendiri, dan bahagia dalam diam.

Pacaran jarak jauh memang berat… tapi saat kata-kata itu masuk, rasanya jarak antara Bandung dan Jogja tinggal seujung jari.

Ia memandang keluar jendela sebentar. Mahasiswa yang bermain gitar sudah mulai bernyanyi, suaranya lembut dan menenangkan.

Malam Jogja seperti memeluknya.

Pelan. Halus.

Menenangkannya.

Ia kembali ke kasur, menarik selimut sampai dada, dan mengetik pesan terakhir sebelum tidur.

Kinan:

“Good night, Danu.”

Danu:

“Good night, cintaku.”

Kinan menutup layar, memeluk bantal kecilnya, dan membiarkan dirinya tenggelam dalam kehangatan kecil itu.

Jogja tidak sedingin yang ia kira.

Hati yang baru mulai tumbuh dewasa… ternyata menemukan tempatnya perlahan-lahan.

Dan malam itu, Kinan tidur dengan senyum yang tidak bisa dia tahan.

✨✨Sekian dulu ya best.. ya ampun nulis chapter 29 ini aku sedih best, aku yang nulis aku yang mewek 😭😭

1
Endah Sulistyowati
sangat bagus mengena di hati saya sangat, hati kecil saya tersentuh
happy fit: makasih 😍 dukung aku terus ya
total 1 replies
Rachmad Irawan
semangat author.. jangan lupa update yg rutin ya thor 😍😍 love you author
Guillotine
Bravo thor, teruslah berkarya sampai sukses!
Winifred
Gak terasa waktu lewat begitu cepat saat baca cerita ini, terima kasih author!
happy fit: makasih komentar nya best..dukung author trs ya 🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!