Ketemu Jodoh Siswa Ibu Kos

Tahun 2022 Ifah hamil selama 40 minggu, dihitung mulai bulan Januari hingga bulan Oktober 2022. Suka duka dilaluinya, kehamilannya sungguh membuatnya bedrest tanpa bekerja apa pun.

"Yank, aku berhenti saja ya kerja karena loyo nih! Lemes rasanya badanku yank." ujar Ifah jujur.

"Iya gak apa apa yank, sudah ada tabungan kita. Demi anak yank! Nanti kita cari lagi untuk beli rumah dan kendaraan sendiri." ujar sang suami.

Mau tidak mau semua di stop, karena mau turun dari ranjang saja rasanya mau jatuh. Ke kamar mandi saja atau mau berwudhu Ifah digendong oleh Saddam.

"Istirahatlah yank, jaga kesehatan kamu demi sang buah hati." ucapnya sambil tersenyum. "Mana ini ayah dan ibu gak ada yang berkunjung." batin Saddam dongkol.

"Yank, aku gak apa kok. Kamu kalau mau kerja berangkat saja! Ada Nisa nanti ku mintai tolong." ucap Ifah sambil tersenyum manis.

"Baik baik di rumah ya! Kabari aku kalau ada apa², kalau butuh sesuatu chat saja nanti aku belikan kalau pulang yank." ucap Saddam tulus. Ifah mengangguk sebagai jawaban sambil tersenyum untuk sang suami.

"Terima kasih suami, semoga pernikahan kita langgeng sampai maut yang memisahkan, bahagia dunia akhirat." doa Ifah dalam hati melihat kepergian suaminya keluar kamar. "Semoga pekerjaannya lancar, selamat di tempat kerja, lancar rezekinya suami demi isteri dan anak." imbuhnya.

Hari hari berlalu, ibu Setya datang berkunjung menemani menantunya hanya tiga kali. Pertama karena menantu ngidam ingin makan sayur tumis masakan ibu, lebih tepatnya rindu masakan almarhumah mama kandung. Selain itu, karena terus didesak oleh ayah Putra supaya mengunjungi menantu yang sedang hamil, ibu Setya akhirnya datang bersama Novi sang putri tercinta. Kedua, ibu Setya datang karena permintaan sang anak (Saddam), kesibukannya bekerja maka Ifah butuh teman, sedang sang adik pergi Kuliah Kerja Nyata (KKN). Ketiga karena permintaan sang menantu untuk ditemani karena bosan sendirian di rumah. Saat kehamilan memasuki usia 9 bulan, Ifah disuruh pindah ke rumah mertua.

"Nanti kalau sudah dekat perkiraan kelahiran bermalam di rumah saja, supaya setelah lahir langsung ke rumah." saran ibu Setya.

"Kalau saya dari isteriku saja bu!" jawab Saddam.

"Boleh juga yank, biar enak kalau ada apa apa ada ibu yang bantu, kalau sibuk ki juga kerja biar ada ku temani." jelas Ifah.

"Dari kita saja yank, aku ikut saja bagaimana baiknya." Saddam hanya ingin isterinya merasa tenang, nyaman, apalagi ibu hamil moodnya berubah ubah.

Tepat bulan Oktober Saddam dan Ifah pindah lagi ke rumah mertua setelah beberapa tahun mereka pindah. Semua sudah dibereskan dan dibersihkan untuk menyambut calon anak bagi Saddam dan Ifah, calon cucu bagi kakek Putra dan Nenek Setya.

"Kok gak kerasa mules atau gimana ya! Katanya kalau orang hamil tua akan merasakan kontraksi." batin Ifah lalu mencari tau di google atau youtube.

"Ternyata beda² jadi gak perlu khawatir." gumamnya lagi. Setiap pagi dan sore Ifah rajin jalan kaki semenjak usia kandungan 7 bulan. Kalau pagi biasa melakukan yoga hamil meski dalam kamar, tujuannya untuk mempermudah proses persalinan. Tiga hari sebelum lahiran Ifah pergi ke pesta.

"Ya Allah.... sudah hamil besar. Gak nyangka ya!" ujar sepupu Saddam.

"Alhamdulillah kak. Semoga kakak segera nyusul ya. Aamiin." ucap Ifah ramah dan mendoakan dengan tulus. Usai berbincang ringan mereka mengantar pengantin, meski tidak jauh tapi Ifah naik mobil karena menjelang siang cuaca cukup panas.

"Waw berapa bulan de?" tanya sepupu Saddam lainnya lagi.

"Sembilan bulan kak." jawab Ifah sambil tersenyum. "Tunggu lahiran kak, tapi mau diajak ke pesta dulu." ujarnya lagi.

"Kuatnya ya! Masya Allah." jawabnya singkat. Usai acara, sorenya mereka pulang karena Ifah merasa lelah.

"Alhamdulillah sampai di rumah." gumamnya. Ganti pakaian, bersih² lalu rebahan, nyamannya pikir Ifah.

Keesokan harinya disaat bangun subuh Ifah merasa melow, sedih, sendiri, entah mungkin bawaan bayi pikirnya! Menelfon sang adik Nayla tapi malah nangis, jadi cemas lah adiknya.

"Kakak kenapa? Bumil jangan sedih? Kak Saddam mana?" tanyanya beruntun.

"Huaaa." hanya itu jawaban Ifah, lalu menghapus air matanya yang tiba² menetes. "Gak tau kenapa sedih dek!" masih sesenggukan meski berusaha tenang. Mungkin karena jauh dari keluarga pikir Ifah.

"Baik baik disana de, salam buat papa!" ucap Ifah mengakhiri obrolan karena air matanya terus mengalir dipipinya. "Mama, kok jadi sedih gini sih! Kangen mama." batin Ifah. "Maaf kan ibu nak, ibu gak tau kenapa sedih, berusaha untuk berhenti nangis tapi masih saja menetes ini air mata nak." gumam Ifah pelan sambil mengusap usap perut besarnya, sang anak menendang kecil dari dalam perutnya.