Namanya Gadis. Namun sifat dan tingkah lakunya yang bar-bar dan urakan sangat jauh berbeda dengan namanya yang jauh lebih menyerupai laki-laki. Hobinya berkelahi, balapan, main bola dan segala kegiatan yang biasa dilakukan oleh pria. Para pria pun takut berhadapan dengannya. Bahkan penjara adalah rumah keduanya.
Kelakuannya membuat orang tuanya pusing. Berbagai cara dilakukan oleh sang ayah agar sang putri kembali ke kodratnya sebagai gadis feminim dan anggun. Namun tidak ada satupun cara yang mempan.
Lalu bagaimanakah saat cinta hadir dalam hidupnya?
Akankah cinta itu mampu mengubah perilaku Gadis sesuai dengan keinginan orang tuanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nur Aini, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 29- Guru Baru
HAPPY READING
🥀🥀🥀🥀🥀🥀🥀
Yusuf sedang melakukan pekerjaannya di gudang. Dengan tekun dan gigihnya dia menyusun anggaran untuk operasional gudang, serta mengawasi para staf.
"Yusuf."
"Selamat pagi, Pak." Yusuf bangkit dan mendekati pak Ari, manager HRD yang telah menerimanya di perusahaan itu. Dengan sopannya dia menyalami pria berusia sekitar 40 tahunan itu.
Pak Ari datang bersama dua orang pria. Dan Yusuf sedikit terkejut melihat salah seorang pria yang datang bersama atasannya itu. Pria itu sangat familiar baginya. Dia adalah pria yang kemarin datang bersama Rebecca dan bertarung dengannya. Sama halnya dengan dirinya, Tirta juga tampaknya cukup terkejut melihatnya.
"Bagaimana? Semuanya lancarkan?" tanya pak Ari yang tidak menyadari aura ketegangan antara kedua pria muda dan tampan itu.
"Alhamdulillah, Pak. Semua barang ini sudah di packing. Sebentar lagi siap untuk dikirim." Yusuf berusaha tersenyum dan menetralkan ketegangan yang dirasakannya serta ketidak nyamanannya melihat tatapan tajam dan kebencian yang ditujukan Tirta padanya.
"Alhamdulillah. Oh ya, Suf, kenalkan ini pak Tirtayasa Hartono. Panggil saja Pak Tirta. Beliau adalah pemilik perusahaan ini." pak Ari menunjuk Tirta yang berdiri disebelahnya bersama seorang pria yang dapat dipastikan adalah asisten Tirta.
"Salam kenal, Pak Tirta." Yusuf mengulurkan tangannya. Dia berusaha untuk bersikap sopan dan formal terhadap pria yang ternyata adalah atasannya itu.
Bukannya menerima uluran tangannya, Tirta malah melirik pak Ari.
"Ikut saya," titahnya dengan tatapan tajam dan menggunakan isyarat gerakan tangan, mengajak pak Ari keruangan lain. Dengan patuh pria itu mengikuti sang atasan.
Yusuf menatap kepergian dua orang itu dengan feeling tidak enak. Bertemu dengan pria yang pernah bersiteru dengannya membuatnya merasa was-was. Apalagi, melihat tatapan penuh kebencian dimata pria itu terhadapnya.
Dia hanya berharap, semoga pria itu tidak akan menjadi masalah untuknya selama bekerja disana.
Karena tidak ingin terlalu berasumsi atau berpikiran negatif, Yusuf kembali melanjutkan pekerjaannya.
Sekitar 10 menit kemudian, pak Ari kembali kesana menemuinya.
"Yusuf."
"Iya, Pak?" Yusuf menyambut pak Ari dengan seulas senyuman.
"Sebelumnya saya minta maaf, sepertinya ini adalah hari terakhir kamu bekerja disini."
"Maaf, maksud Bapak apa ya?" tanya Yusuf bingung.
Pak Ari merangkul bahu Yusuf. Tampaknya dia sedang berusaha mencari kata-kata yang tepat untuk menjelaskan.
"Begini, Suf, jujur saya suka dengan kinerja kamu selama berada disini. Tapi maaf, saya tidak bisa lagi mempertahankan kamu disini."
"Maksud, Bapak, saya dipecat?" Yusuf bertanya dengan ketar-ketir.
Pak Ari menarik nafas berat.
"Dengan sangat terpaksa, saya harus memberhentikan kamu dari sini," ucapnya dengan berat hati.
"Tapi, salah saya apa, Pak? Apa, ada kelalaian yang mungkin tidak sengaja saya lakukan selama berada disini, atau..."
"Seperti yang sudah saya katakan barusan, saya sangat suka dengan kinerja kamu. Tapi, ini sudah menjadi perintah dari pak Tirta selalu pemilik perusahaan."
Yusuf menarik nafas berat mendengar penjelasan Ari. Sesuai dugaannya, ini pasti berhubungan dengan Tirta. Ternyata pria itu sangat membencinya, sampai tega melakukan semua ini.
"Sekali lagi saya minta maaf. Saya tidak bisa berbuat apa-apa." pak Ari menepuk-nepuk pundak Yusuf dengan perasaan bersalah.
Yusuf mengangguk paham. Dia tidak bisa menyalahkan pak Ari, karena dia mengerti posisi beliau yang juga karyawan di perusahaan itu. Yang bisa dia lakukan sekarang hanyalah pasrah dan menahan kekecewaannya.
Namun, yang menjadi beban pikirannya adalah ibu. Apa yang harus dia katakan pada ibunya. Beliau pasti akan sangat sedih kalau tau dirinya kembali menjadi pengangguran atau pekerja serabutan. Sekarang dia harus kembali mencari pekerjaan.
🌻🌻🌻🌻🌻
"Jadi, saya diterima, Pak, sebagai guru di sekolah ini?" tanya Yusuf dengan mata berbinar-binar. Setelah dipecat dan tiga Minggu menganggur mencari-cari pekerjaan, akhirnya hari ini dia mendapat kesempatan disebuah SMA ternama.
"Kalau melihat dari riwayat pendidikanmu sih, saya rasa kamu mampu," jawab sang kepala sekolah dengan ramahnya.
Yusuf tersenyum sumringah karena akhirnya dia bisa kembali mendapatkan pekerjaan.
"Tapi mohon maaf, untuk saat ini tidak ada lowongan untuk guru tetap atau pegawai. Ditambah lagi, kamu belum ada pengalaman sebagai guru. Jadi, mungkin kamu akan mendapat posisi sebagai guru honorer. Itu pun kalau kamu tidak keberatan. Nanti kalau kinerja kamu bagus dan kamu mampu berbaur atau membuat anak-anak merasa nyaman sama kamu, mungkin akan ada kesempatan untuk kami menaikkan jabatanmu sebagai guru tetap dengan gaji yang lumayan."
Penjelasan sang kepala sekolah membuat Yusuf sedikit kecewa, hingga dia tampak berpikir untuk mempertimbangkan tawaran itu.
"Jadi, bagaimana? Apa kamu bersedia?"
Yusuf mengangguk antusias dan mengulurkan tangannya.
"Insya Allah, Pak. Dengan senang hati saya menerimanya."
Kepala sekolah menyambut uluran tangan Yusuf dengan senyum puas.
Walau tidak terlalu puas dengan jabatan yang diterimanya, namun Yusuf tetap tidak mau menyia-nyiakan kesempatan itu. Setidaknya, dia sudah kembali mendapatkan pekerjaan.
Dia yakin dengan ketekunan dan kegigihannya, dia pasti akan berhasil menaikkan jabatannya. Yang penting dia tetap bersyukur.
"Sekali lagi, terima kasih atas kesempatannya, Pak."
🌻🌻🌻🌻🌻
Bel yang menandakan pelajaran pertama dimulai pun berdering. Semua murid sudah berkumpul didalam kelasnya masing-masing. Mereka masih asik membuat kericuhan lantaran guru belum masuk, termasuk didalam kelasnya Gadis.
Tampak semua anak masih bersorak, berlarian dan meloncat kesana kemari dengan girangnya. Mereka baru terdiam dan duduk di bangkunya masing-masing dengan tertib dan tenang, setelah beberapa temannya yang berdiri didekat pintu memberi tau akan kedatangan guru yang akan masuk kedalam sana.
"Selamat pagi semuanya," sapa seorang guru dengan sikap dingin dan berwibawa begitu memasuki ruang kelas itu dan berjalan menuju meja dan kursi guru.
"Pagi, Pak!" seru semua murid serempak. Mereka terpana melihat sosok pria tampan dan gagah dengan tubuhnya yang tinggi dan atletis. Mirip aktor-aktor Bollywood.
"Perkenalkan, nama saya Yusuf Alfarizi. Kalian bisa panggil saya pak Yusuf. Saya adalah guru baru yang akan menggantikan pak Dahlan untuk mengajarkan pelajaran agama dan matematika dikelas ini," papar Yusuf menjelaskan.
Gadis yang sedang mengantuk, sedikit terkejut mendengar suara guru baru yang agak familiar baginya. Dia pun memfokuskan pandangannya kedepan.
"Mas Yusuf?" serunya dengan mata berbinar-binar melihat sosok pria yang dia rindukan.
"Gadis?" desis Yusuf yang juga terkejut melihat Gadis.
Gadis bangkit dari kursinya. Sedangkan Yusuf berjalan agak dekat dengan posisi bangku Gadis yang berada di barisan ketiga paling tengah.
"Kamu, sekolah disini?" Yusuf memperhatikan penampilan Gadis yang mengenakan seragam sekolah itu dan berada diantara para siswanya.
Dia tidak menyangka ternyata perempuan yang pernah numpang dirumahnya ini, masih berstatus sebagai siswi SMA. Dia pikir Gadis ini sudah dewasa atau berstatus mahasiswi.
"Mas Yusuf jadi guru disini? Wah, asik dong. Daripada guru yang kemarin, bawelnya minta ampun." Gadis tersenyum ceria.
"Dis, lho kenal, sama guru baru ini?" bisik siswi yang duduk disebelah Gadis dengan ekspresi penasaran.
BERSAMBUNG