NovelToon NovelToon
Hidupku Seperti Dongeng

Hidupku Seperti Dongeng

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Beda Usia / Teen School/College / Mengubah Takdir / Persahabatan / Kutukan
Popularitas:733
Nilai: 5
Nama Author: Umi Nurhuda

Kisah berawal dari gadis bernama Inara Nuha kelas 10 SMA yang memiliki kutukan tidak bisa berteman dengan siapapun karena dia memiliki jarum tajam di dalam hatinya yang akan menusuk siapapun yang mau berteman dengannya.

Kutukan itu ada kaitannya dengan masa lalu ayahnya. Sehingga, kisah ayahnya juga akan ada di kisah "hidupku seperti dongeng."

Kemudian, dia bertemu dengan seorang mahasiswa yang banyak menyimpan teka-tekinya di dalam kehidupannya. Mahasiswa itu juga memiliki masa lalu kelam yang kisahnya juga seperti dongeng. Kehadirannya banyak memberikan perubahan pada diri Inara Nuha.

Inara Nuha juga bertemu dengan empat gadis yang hidupnya juga seperti dongeng. Mereka akhirnya menjalin persahabatan.

Perjalanan hidup Inara Nuha tidak bisa indah sebab kutukan yang dia bawa. Meski begitu, dia punya tekad dan keteguhan hati supaya hidupnya bisa berakhir bahagia.

Inara Nuha akan berjumpa dengan banyak karakter di kisah ini untuk membantu menumbuhkan karakter bagi Nuha sendiri.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Umi Nurhuda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 29 Hidupku Seperti Dongeng

"Ap- Apa yang tante lakukan?!" Nuha langsung menghempas kedua tangan Wanita yang masih ia anggap misterius itu.

Warna keabu-abuan menjalar di tubuh Nuha mulai dari leher lalu bergerak ke dua sisi pundaknya dan berhenti di lengan sebelah kanan. Seolah berjalan memeluknya dari belakang.

"I- ini apa?" Nuha mulai ketakutan. Nuha memeluk dirinya sendiri karena serasa gemetaran. Dia melihat Asa dan Sifa yang menatapnya penuh bingung dan cemas. Lalu, matanya beralih ke Fani yang masih mengambang di kolam renang.

Alam bawah sadarnya mulai mengendalikannya lagi, tubuhnya mulai bergidik seperti kedinginan.

Perlahan-lahan tubuh Fani mengeluarkan darah yang bercampur dengan air kolam. Ikan-ikan terapi itu sedikit demi sedikit menggigiti Fani sampai kulitnya mengelupas dan mengeluarkan darah.

Nuha mulai merasa mual di perut. Tangannya beralih memegangi perutnya. Matanya bergetar karena tidak bisa mengendalikan pikirannya.

"Tidak! Jangan.. jangan terjadi lagi." Nuha berusaha menolak pengendalian itu, suaranya terdengar putus asa. "Tidak!"

Sementara itu, Ibu Fani masih berdiri tegap di hadapan Nuha yang jatuh bertekuk lutut. Pandangannya gelap menatap Nuha yang berada di bawahnya.

"Ini sudah terjadi. Itulah takdir yang kamu miliki. Kamu tidak akan bisa mengubahnya," kata Ibu Fani dengan nada dingin dan tanpa belas kasihan.

Nuha berusaha menaikkan pandangannya dan melihat wajah yang berbicara itu. "Aku... gak ngerti...," katanya dengan gemetaran.

"Carilah orang yang mau berkorban nyawa untukmu, atau AKHIRILAH HIDUPMU!" teriak Ibu Fani dengan lantang dan langsung mendorong Nuha hingga jatuh ke dalam kolam.

"BYUURR!!"

Dengan cepat air kolam yang dingin menyelimuti tubuh Nuha, mengguncang pikirannya yang sudah kacau. Nuha merasa tidak berdaya.

Ibu Fani beranjak perg, dengan langkah kaki dingin seolah tidak terjadi apa-apa. Beliau berjalan mendekati Asa dan Sifa, lalu berkata, "Tante akan ambilkan minum buat kalian."

Seketika, Asa dan Sifa jatuh pingsan.

Nuha merasa dirinya masih setengah sadar, bahkan dia bisa bicara di dalam hati. "Air apa ini? Kenapa aku terus terjatuh seolah tidak ada ujungnya di bawah sana? Jika begini terus, aku akan..."

Gerakan air terasa seolah-olah menekan tubuhnya, menyeretnya ke dasar kolam yang gelap. Tubuhnya semakin tenggelam ke dalam air yang dingin.

Matanya mulai terpejam, dan kepanikan menyelimuti pikirannya. Dia merasakan air yang dingin masuk ke dalam paru-parunya, membuat setiap napasnya semakin berat.

Telinganya dipenuhi suara gemuruh air yang bergolak, sementara pandangannya semakin kabur.

Nuha mencoba menggerakkan tangannya, tetapi tubuhnya terasa kaku dan tidak responsif. Jari-jarinya berusaha meraih apa saja yang bisa memberi pegangan, tetapi hanya air yang dingin yang dia rasakan.

"Ayah, Ibu, Kak Muha, gak pernah bilang kalo aku punya kutukan. Tapi, orang lain selalu menyebutku punya kutukan sebab aku bisa menyakiti hati orang lain jika aku berinteraksi dengan mereka."

"Aku mencoba menanyakannya kepada ayah apakah benar aku ini dikutuk, tapi jawaban ayah selalu sama. Tidak ada kutukan di dunia ini dan aku hanyalah berbeda. Iya, hanya terlihat berbeda. Aku gak boleh khawatir."

"Tapi, semakin hari serangkaian kejadian aneh muncul sebab aku mulai gak bisa mengendalikan alam bawah sadarku. Jujur, aku sangat cemas. Aku sangat takut. Kucoba untuk mengabaikan itu semua. Kujalani hidupnya dengan normal dan tanpa beban."

"Dan ternyata, aku gak kuasa. Bayangan-bayangan itu juga, aku masih gak ngerti apa maksudnya. Mungkin, aku harus mengakhirnya sampai di sini." Air mata Nuha keluar hingga bercampur dengan dinginnya air.

"Aku, tidak ingin melawannya," akhirinya. Tubuh Nuha sudah terlalu lemah. Napas terakhirnya membawa masuk air yang lebih banyak, dan rasa sakit di dadanya semakin hebat. Entah sampai kapan tubuhnya tidak menyampai dasar kolam.

Perlahan, kesadaran Nuha mulai menghilang. Matanya benar-benar terpejam, dan tubuhnya menyerah pada tarikan kolam yang dingin.

Dalam hitungan detik, Nuha jatuh pingsan, tenggelam dalam keheningan dan kegelapan yang mencekam.

.

.

.

"Blluuuurrrbbbb.."

Suara seseorang yang masuk ke dalam air kolam dengan sangat cepat memecah keheningan. Sosok itu menyelam dengan gesit mencari, kedua tangannya meruncing tajam dan kakinya mendorong kuat, menciptakan dorongan yang memungkinkan dia bisa bergerak cepat. Matanya dengan cepat mencari keberadaan Nuha yang telah tenggelam, menembus kegelapan yang menyelimuti kolam.

Buih-buih air mengelilinginya saat dia berenang di dalam, pandangannya tetap fokus meski cahaya redup semakin berkurang. Dia merasakan desakan waktu yang semakin mendesak, dan jantungnya berdegup kencang. Setiap detik terasa berharga, setiap gerakan terasa penting.

Akhirnya, di kejauhan, dia melihat bayangan tubuh Nuha yang terombang-ambing di bawah sana. Dengan segenap tenaga, dia berenang lebih cepat, tangannya meraih tubuh Nuha yang tak berdaya. Ketika dia meraih lengan Nuha, perasaan lega sejenak menyelimuti hatinya, tetapi dia tahu bahwa pekerjaan belum selesai.

Dia menarik tubuh Nuha mendekat, kemudian memeluknya erat, memastikan kepala Nuha tidak tenggelam lebih dalam. Kakinya menendang kuat, mendorong mereka berdua menuju permukaan air. Setiap dorongan terasa seperti perjuangan melawan tarikan yang kuat, tetapi tekadnya tidak goyah. Dia harus menyelamatkan Nuha.

Permukaan air semakin mendekat, dan dengan satu dorongan terakhir, dia berhasil membawa kepala Nuha ke atas air. Nafasnya terengah-engah, tetapi dia tidak berhenti. Dengan cepat, dia berenang ke tepi kolam, mengangkat tubuh Nuha ke atas permukaan. "Nuha! Bertahanlah! Bertahanlah!" Ucapnya terus menerus.

Nuha dibaringkan di tepi kolam, "Ayo bangun, Nuha. Bangun.." ucapnya dengan suara serak, sementara tangannya berusaha mengeluarkan air dari paru-paru Nuha. Dia memompa dada Nuha dengan cepat, dan berkali-kali memberikan nafas buatan, berharap dapat memulai kembali napasnya.

"Bangun, Nuha! Sadarlah, aku mohon! Aku tidak ingin kamu terjebak terus seperti ini. Ayo, bangun!" suara penuh harap dan ketegangan itu terus memanggil, mencoba membangunkan Nuha dari kegelapan yang memeluknya.

.

.

.

Akhirnya, setelah beberapa saat yang terasa seperti seumur hidup, Nuha mulai terbatuk, air keluar dari mulutnya. Matanya terbuka perlahan, dan dia menarik napas dalam-dalam, mencoba memahami apa yang terjadi.

"Uhuk uhuk.. uhuk uhukk.."

Tangis lega dan kebahagiaan pun pecah di mata pemuda itu, menyelimuti momen dramatis itu dengan harapan baru. "Syukurlah.. syukurlah.. Terima kasih, Tuhan. Terima kasih." ucapnya berkali-kali seraya memeluk kepala Nuha dengan lembut dan penuh kasih sayang.

"Uhuk uhuk.. uhuk uhuk." Nuha masih terbatuk-batuk dan merasa sakit di dada. Dia hanya bisa berakhir menangis di pelukan kekasihnya yang menolongnya.

"Sudah, Nuha. Gakpapa.. gakpapa.. kamu udah baik-baik aja sekarang. Tenangkan dirimu." Ucap Naru dengan penuh lemah lembut.

Sementara Nuha masih dipelukan Naru, pemuda itu melihat ke sekeliling ruangan. Ada Asa dan Sifa yang masih pingsan juga Fani yang masih begitu anteng mengambang di sisi kolam yang lain.

"Apa lagi ini?" Selidiknya dalam hati.

Naru mulai mengangkat tubuh Nuha dan mendudukkannya di kursi, dia melihat sejenak seragam yang tersingkap itu dan tidak melihat tubuh gadis itu diselimuti bayangan hitam. Nuha hanya menundukkan kepalanya.

Ibu Fani datang membawakan minuman dan selembar handuk. "Oh, Pemuda Cinderella, sudah lama kita tidak bertemu." Nadanya berubah sedikit ramah.

1
Tara
we can not 😂predict the future..buat we can always try 🤔🫢
Tara
pemalu kah or nanti disangka sombong lagi🤔
Miu Nurhuda: Gimana kak menurutmu sifat Nuha itu?
total 1 replies
Miu Nurhuda
hope so...
masih panjang kak perjalanannya ✍✍
Tara
smoga happy ending
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!