Hati siapa yang tidak hancur saat mengetahui kalau calon suami sahabatnya adalah kekasih yang selalu bicara cinta padanya, apalagi pernikahan mereka karena Dina hamil.
Milea memilih pergi karena Arkan memilih diam, tidak memberikan penjelasan apa-apa.
5 tahun kemudian takdir mempertemukan mereka kembali bahkan Dina yang ternyata sudah tiada meninggalkan wasiat untuk mereka berdua
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bareta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kembalinya Arkan
Sekitar jam 5 sore sesudah membantu Henri membersihkan diri, Arumi turun ke lobby rumah sakit. Milea sudah menunggunya di kafe yang ada di sana untuk membicarakan perihal pengunduran dirinya sebagai asisten Arumi.
“Apa perlu kamu sampai mengundurkan diri ? Aku sangat membutuhkanmu di saat seperti ini, Lea.”
“Maafkan saya, Bu, apa yang terjadi beberapa hari yang lalu membuat saya malu karena sudah berani mengambil keputusan untuk menerima ajakan Arkan. Terima kasih saat itu Ibu sudah membela saya, tapi tidak mungkin juga saya membuat Ibu dan Arkan menentang orangtua sendiri terus-terusan.”
“Aku melakukan itu bukan untukmu, Lea, tapi untuk Arkan, adikku. Aku bahagia saat melihatnya memiliki semangat hidup lagi saat bersamamu dan aku percaya kalau kamu adalah gadis yang baik dan tidak akan memanfaatkan kesempatan itu untuk membalas sakit hatimu pada Arkan.”
“Terima kasih atas kepercayaan Ibu yang begitu besar pada saya,” Milea tersenyum.
“Sebetulnya hati kecilku ingin menolak pengunduran dirimu apalagi saat ini perhatianku harus dibagi untuk mengurus Mas Henri, tapi rasanya aku terlalu egois kalau mencegahmu. Satu hal yang harus kamu ingat, Lea kalau Arkan belum tentu akan berhenti mengejarmu meski kamu pindah ke tempat lain. Kamu tahu kan bagaimana kerasnya sifat adikku itu sampai-sampai dia tidak pulang sejak bertengkar dengan Mami di rumah sakit.”
“Sudah 2 hari ini Arkan tidak menghubungi saya, Bu. Mungkin dia sedang menenangkan diri.”
“Iya, aku dan Papi juga tidak mau mengusiknya dulu apalagi Mami masih belum mau mengakui kalau sikap Mami padamu sedikit keterlaluan.”
“Saya mengerti posisi Tante Mira, Bu. Tidak perlu terlalu dipikirkan,” ujar Milea sambil tersenyum.
“Terima kasih Ibu sudah bersedia menerima pengunduran diri saya dan untuk waktunya saya akan menunggu sampai Pak Henri keluar dari rumah sakit jadi Ibu bisa tenang merawat suami.”
“Aku sendiri masih galau, Lea. Aku tahu kalau Emilia dan Mas Henri tidak bersalah karena keduanya sama-sama tidak tahu dengan status mereka dan hanya korban dari keegoisan Dina. Tapi sebagai perempuan, aku merasa sudah dikhianati dan rasanya hati ini tidak mudah untuk menerima semuanya begitu saja.”
“Saya mengerti apa yang Ibu rasakan, tapi melihat Pak Henri sampai depresi, rasanya Ibu harus memberikan kesempatan pada Pak Henri untuk membuktikan kesungguhan cintanya dan kalau ini semua bukan keinginannya.”
Arumi terdiam dan mengaduk-aduk minuman dengan sedotan, wajahnya terlihat sedang serius berpikir.
****
“Elo yakin nggak masuk kerja lagi hari ini, Bro ? Kerjaan mulai terlantar,” keluh Vino, partner kerja Arkan di perusahaan.
Sudah 4 hari ini Arkan bukan hanya tidak pulang ke rumah tapi juga tidak masuk kerja.
“Masih nggak mood, kalau dipaksain bisa-bisa gue salah hitung paku,” sahut Arkan santai.
“Mau sampai kapan elo ninggalin gue, Sayang ? Nggak kasihan kalau kelamaan ditinggal gue bisa jadi stress dan kurus kering ?”
“Geli !” gerutu Arkan. “Kayak nggak ada karyawan lain yang bisa elo suruh-suruh.”
Vino tergelak membayangkan wajah Arkan yang mudah emosi. Sebetulnya tugas-tugas Arkan masih bisa ditangani oleh Vino dan anggota tim lainnya, hanya saja Vino mendapat mandat dari Henri untuk mencari tahu keberadaan Arkan.
Pesan Arumi dan Henri hanya dijawab singkat dan panggilan telepon kakaknya itu tidak diangkat.
“Udah dengar berita terbaru ?” pancing Vino.
“Demen banget sih jadi biang gosip !”
“Bukan gosip tapi fakta. Kakak ipar elo lagi kepusingan karena asisten istrinya mau berhenti jadi nggak ada yang jagain Pak Henri di rumah sakit.”
“Tinggal cari penggantinya, susah amat.”
“Mana bisa segampang itu cari asisten pribadi. Lagian Bu Arumi kan lagi pusing mikirin kesembuhan Pak Henri, butuh banget asisten lama yang udah ngerti kerjaaannya.”
Arkan terdiam karena baru sadar kalau asisten pribadi kakaknya itu adalah Milea. Kenapa gadis itu mendadak berhenti ? Apa jangan-jangan Milea berniat untuk menghilang lagi dari kehidupan Arkan ?
”Gue mules nih, kalau ada yang penting baru telepon gue lagi. Paling malas kalau elo cuma mau membahas gosip yang nggak penting !” omel Arkan langsung menutup panggilan teleponnya bersama Vino,
Di meja kerjanya, Vino tertawa karena yakin kalau Arkan sedikit panik mendengar Milea akan berhenti kerja.
Vino pun langsung mengirimkan pesan pada Henri, melaporkan kalau dia gagal mencari tahu dimana Arkan tinggal, tapi berhasil membuat adik ipar Henri itu galau karena berita Milea.
****
“Kamu ngapain di sini ? Bukannya lagi semedi di gua. ?” Milea menautkan alisnya dan wajahnya terlihat sebal saat melihat Arkan sudah berdiri di dekat meja resepsionis.
“Mau jemput pacar, nggak boleh ?”
“Kamu tuh masuk DPO, bukan laporan sama Kak Rumi malah nongol di sini dengan alasan mau jemput aku.”
“Jangan ngomel melulu, bahagia kenapa sih ? Dimana-mana kalau dijemput pacar tuh bahagia bukannya cemberut begitu,” Arkan langsung menarik tangan Milea dan membawanya keluar gedung menuju parkiran.
“Kamu kemana 2 hari ini ? Bukannya kasih kabar ke Bu Arumi atau Pak Henri,” gerutu Milea saat keduanya sudah berada di dalam mobil.
“Kamu kangen ya ? Cinta banget sama aku, ya sampai khawatir begitu,” ledek Arkan sambil tertawa melihat Milea mencebik dan wajahnya ditekuk.
Mobil yang dikemudikannya mulai meninggalkan area kantor Arumi.
“Dih ge-er banget,” ketus Milea.
“Biasanya cewek kalau kesal banget begini tanda-tanda lagi kangen berat tapi malu mau bilang terus terang.”
“Terserah kamu mau mikir gimana deh, yang penting jangan bikin banyak orang khawatirin kamu.”
Arkan tertawa dan membawa Milea ke rumah makan tanpa bertanya dulu pada gadis itu.
“Mau kemana ? Aku mau pulang. Aku kan udah bilang nggak akan menjalin hubungan lagi sama kamu.”
“Eh mana bisa begitu, baru 24 jam jadian, masa mau langsung putus lagi ? Aku nggak mau putus sama kamu makanya aku nggak mau pulang ke rumah.”
“Mana bisa begitu ! Masalah orangtua kamu ya harus dihadapi bukannya malah kabur-kaburan, kayak anak kecil aja !”
“Kamu sendiri gimana ? Mau pergi kemana setelah berhenti kerja dari Kak Rumi ?”
“Gara-gara dengar aku mau berhenti dari tempat Bu Arumi kamu datang ke kantor ?” Mata Milea menyipit, memperhatikan Arkan dari samping.
“Nggak percaya banget sih kalau aku tuh kangen sama kamu, pacar aku, calon istriku.”
“Calon istri gimana ? Bukannya usaha dapat restu orangtua malah kabur-kaburan tanpa kabar berita,”
sungut Milea.
Arkan tidak menjawab karena fokus mencari parkiran di area rumah makan yang dipilihnya.
“Aku nggak mau makan, mau pulang aja,” tegas Milea tetap duduk di kursi tanpa melepas sabuk pengamannya.
Arkan mengerutkan dahi namun detik berikutnya dia terbahak saat mendengar perut Milea berbunyi.
“Kenapa ? Mau bilang kamu nggak lapar. Sayangnya perut kamu nggak sejalan dengan bibir kamu tuh. Mau aku lepaskan sabuk pengamannya atau lepasin sendiri ?”
Mata Milea langsung melotot karena kesal dengan Arkan dan tangannya buru-buru melepas sabuk pengaman sebelum Arkan yang melakukannya. Sudah bisa dipastikan kalau Arkan tidak hanya melepaskan sabuk pengamannya.
Buru-buru Milea membuka pintu dan keluar dari mobil. Arkan kembali tertawa melihat tingkah laku Milea yang menggemaskan.
“I love you Milea. I miss you too,” bisik Arkan sambil menggigit cuping telinga Milea membuat gadis itu menggeliat kegelian.
Ingin rasanya melepaskan tangan Arkan yang menggenggamnya tapi hati Milea tidak bisa membantah kalau ia juga merindukan Arkan yang hilang kabar sejak pertengkaran dengan orangtuanya di rumah sakit.
Milea sempat kecewa dan sedih saat Arkan tidak mengejarnya keluar dari rumah sakit dan tidak menghubunginya sama sekali setelah itu, bahkan mengirimkan pesan sekedar menanyakan keadaan Milea pun tidak.
Tapi melihat sikapnya saat ini, Milea yakin kalau Arkan punya alasan mengapa ia tidak langsung mengejar Milea waktu di rumah sakit.