NovelToon NovelToon
Istrimu Aku, Bukan Adik Iparmu

Istrimu Aku, Bukan Adik Iparmu

Status: tamat
Genre:CEO / Selingkuh / Keluarga / Angst / KDRT (Kekerasan dalam rumah tangga) / Tamat
Popularitas:4.6k
Nilai: 5
Nama Author: Caca Lavender

Yujin hanya ingin keluarga utuh dengan suami yang tidak selingkuh dengan iparnya sendiri.

Jisung hanya ingin mempertahankan putrinya dan melepas istri yang tega berkhianat dengan kakak kandungnya sendiri.

Yumin hanya ingin melindungi mama dan adiknya dari luka yang ditorehkan oleh sang papa dan tante.

Yewon hanya ingin menjalani kehidupan kecil tanpa harus dibayangi pengkhianatan mamanya dengan sang paman.
______

Ketika keluarga besar Kim dihancurkan oleh nafsu semata.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Caca Lavender, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Jejak Darah

Langit masih gelap saat rombongan penyisir mulai bergerak. Di antara para polisi, satu sosok bersikeras ikut turun ke semak dan bebatuan di sekitar perbukitan rumah penyekapan. Dia adalah Jisung. Jaket panjangnya sudah basah oleh embun dan lumpur, tapi langkahnya tidak goyah.

Setiap detik terasa seperti kematian perlahan. Ia tidak peduli pakaiannya kotor atau sepatunya tenggelam di tanah becek. Di kepalanya hanya ada satu nama. Kim Sumin.

“Unit Alfa, menemukan jejak darah. Titik 3.2 barat dari lokasi rumah,” suara petugas terdengar dari radio.

Jisung langsung menoleh ke arah yang disebutkan. Ia berlari ke sana bersama dua petugas lain. Mereka menemukan kain robek berwarna putih tersangkut di pagar kawat yang berkarat. Tidak jauh dari sana, jejak darah memanjang di tanah.

“Ini kemeja sekolah,” ucap salah satu petugas sambil mengangkat kain dengan sarung tangan.

“Sumin masih hidup,” gumam Jisung dengan suara tercekat, “kalau tidak, jejak ini tidak akan sejauh ini.”

Mereka mengikuti jejak itu hingga masuk ke area perbukitan kecil, semak belukar semakin padat. Seorang polisi dengan anjing pelacak berseru, “ada bau darah dan manusia! Ke arah timur!”

Detik itu juga, regu pencari bergerak cepat. Jisung mempercepat langkahnya, dadanya berdebar tidak karuan. Dalam hati, ia ingin meminta Sumin untuk tetap bertahan.

“Kontak visual! Kami menemukan korban dengan kondisi masih hidup!”

Teriakan dari petugas menggema melalui radio. Jisung langsung berlari ke arah suara. Dan ia melihatnya. Di bawah sebuah pohon beringin besar, tubuh kecil Sumin tergolek. Kulitnya pucat, bibirnya membiru, kakinya telanjang dan penuh luka. Kemejanya robek di banyak bagian dan terbuka di bagian depan. Di sela-sela kain itu, terlihat bercak kering yang menyakitkan untuk dipandang.

Begitu melihat tubuh Sumin yang tak bergerak di tanah, jantung Jisung serasa berhenti berdetak.

“Sumin!!”

Ia berlutut di samping tubuh gadis itu, lalu memeriksa denyut nadi. Masih ada. Lemah tapi masih terasa. Petugas medis bergerak cepat membaringkan tubuh Sumin di tandu darurat. Mereka memasang selimut termal dan infus.

“Helikopter evakuasi darurat dalam perjalanan!”

Jisung menggenggam tangan Sumin erat-erat, meskipun gadis itu tak merespons.

“Kamu aman sekarang, Sumin. Bertahan, Nak,” gumam Jisung dengan suara bergetar.

...----------------...

Di rumah sakit pusat Seoul, koridor dipenuhi langkah-langkah cepat. Lampu operasi menyala. Tim medis masuk dengan tandu dan peralatan lengkap.

Yujin menunggu di luar ruang IGD dengan tubuh gemetar. Gaun putih yang tadi pagi dikenakannya kini penuh noda dan kusut. Ia terlihat lebih tua sepuluh tahun hanya dalam satu malam.

“Nama pasien Kim Sumin, usia 17 tahun, luka fisik berat, dehidrasi, infeksi, dan trauma psikis. Mulai transfusi segera.”

Suara dokter berlalu-lalang. Yujin tidak mengerti semua istilah itu. Ia hanya bisa berdoa dan memeluk dirinya sendiri. Beberapa menit kemudian, Jisung masuk dan duduk di sampingnya. Wajahnya penuh debu dan kotoran, tapi mata mereka bertemu.

“Dia pasti bisa bertahan,” ucap Jisung pelan.

Yujin mengangguk, air matanya mengalir deras, “putriku…”

Jisung merengkuh tubuh rapuh Yujin dan menyandarkan ke bahunya. Jisung tidak sanggup menahan air mata yang sedari ia tahan agar tetap kuat mengurus semuanya.

...----------------...

Tiga jam berlalu. Rasanya seperti tiga tahun bagi Yujin yang menunggu tanpa henti di luar ruang IGD. Tangannya dingin, wajahnya tak lagi memperlihatkan riasan rapi yang ia kenakan pagi tadi. Matanya sembab, rambutnya kusut, dan kakinya gemetar tak bisa diam.

Akhirnya, lampu merah di atas pintu IGD padam. Seorang dokter keluar dengan wajah lelah. Masker bedahnya masih tergantung longgar di bawah dagu.

“Nyonya Song?”

Yujin bangkit begitu namanya dipanggil. Suaranya tercekat, “bagaimana kondisi putri saya? Tolong, katakan dia selamat…”

Dokter itu mengangguk, “kami berhasil menstabilkan kondisi fisiknya. Luka-luka luar sudah kami bersihkan dan jahit. Ada trauma dalam yang serius di area pelvis dan rahim, tapi tidak mengancam nyawa secara langsung. Ia juga mengalami dehidrasi parah dan syok sistemik. Sekarang kami fokus pada pemulihan dan observasi trauma psikisnya.”

Yujin menutup mulut dengan tangan, menahan jeritan yang nyaris meluncur. Lututnya nyaris lemas jika bukan karena Jisung yang memapahnya dengan sigap.

“Bolehkah saya menemuinya?” tanya Yujin dengan suara lirih.

“Dia belum sadar, tapi boleh masuk satu orang sebentar,” jawab sang dokter.

Yujin mengangguk cepat, tak menunggu lebih lama. Ia menggenggam lengan Jisung erat sebelum melepaskannya perlahan. Yujin memakai pakaian steril dan mencuci tangan, lalu melangkah ke dalam ruangan.

Di balik pintu itu, aroma antiseptik menyengat. Cahaya redup menyelimuti ruangan tenang itu. Sumin terbaring lemah di ranjang pasien. Tubuhnya dibalut selimut hangat rumah sakit. Di punggung tangannya, infus menempel, dan monitor detak jantung berdetak lambat dan stabil.

Yujin menarik napas panjang. Dadanya seperti ditimpa batu besar. Ia melangkah mendekat, lalu duduk di kursi kecil di samping tempat tidur. Tangannya menggapai jemari Sumin yang kecil, kurus, dan dingin.

“Minnie … bayiku …” ucapnya pelan, penuh cinta dan luka, “mama di sini, Nak… Kamu aman sekarang.”

Air mata jatuh tanpa bisa ia cegah. Hujan tangis itu mengalir bebas membasahi tangan anaknya yang masih diam.

“Maafkan mama … maafkan mama karena membiarkanmu terluka separah ini…”

Suara Yujin pecah. Ia mengelus pipi bengkak Sumin dengan punggung tangannya, jemarinya menggigil hebat.

“Kamu sangat kuat, Minnie … Kamu bertahan sejauh ini.”

Ia mengecup punggung tangan Sumin berkali-kali.

“Kamu akan sembuh. Kamu akan kembali ke sekolah, bermain basket, dan mengejar semua mimpimu. Kamu akan tertawa lagi. Dan kali ini … mama akan pastikan tidak ada satu orang pun yang bisa menyakitimu lagi,” ucap Yujin di sela tangisnya.

Hening. Tapi detak jantung Sumin di layar monitor jadi satu-satunya bukti bahwa anak itu masih bertahan.

...🥀🥀🥀🥀🥀...

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!