Namanya Gadis. Namun sifat dan tingkah lakunya yang bar-bar dan urakan sangat jauh berbeda dengan namanya yang jauh lebih menyerupai laki-laki. Hobinya berkelahi, balapan, main bola dan segala kegiatan yang biasa dilakukan oleh pria. Para pria pun takut berhadapan dengannya. Bahkan penjara adalah rumah keduanya.
Kelakuannya membuat orang tuanya pusing. Berbagai cara dilakukan oleh sang ayah agar sang putri kembali ke kodratnya sebagai gadis feminim dan anggun. Namun tidak ada satupun cara yang mempan.
Lalu bagaimanakah saat cinta hadir dalam hidupnya?
Akankah cinta itu mampu mengubah perilaku Gadis sesuai dengan keinginan orang tuanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nur Aini, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 27- Kedatangan Orang Tua
HAPPY READING
🥀🥀🥀🥀🥀🥀🥀
"Saya merasa tidak akan sanggup untuk membahagiakan Rebecca. Om dan Tante tau sendirikan, kehidupan saya yang pas-pasan? Saya tidak tau kapan saya bisa punya kehidupan layak, yang bisa saya gunakan untuk menikahi dan menghidupi Rebecca," lirihnya merasa rendah diri.
Sandy menarik nafas berat.
"Om mengerti masalahmu, Suf. Kamu pasti merasa minder dan tidak pantas kan untuk bersanding dengan Rebecca? Tapi, bukankah om juga sudah berulang kali bilang, kalau om dan tante tidak pernah mempermasalahkan status sosialmu. Om menerimamu apa adanya, karena om tau kamu adalah pria baik, bertanggung jawab dan taat pada agama. Dan, om rasa itu sudah cukup untuk kamu bisa bersanding dengan putri om. Karena, om tau kamu mampu membimbingnya." Sandy menepuk pundak Yusuf. Feby pun mengangguk setuju dengan pendapat suaminya.
"Saya sangat berterima kasih atas ketulusan Om dan Tante, yang bisa menerima saya apa adanya. Dan, saya sangat terkesan akan hal itu. Tapi, persoalannya tidak sesimpel itu, Om. Saya akan merasa berdosa kalau sampai mengajak Rebecca untuk hidup susah bersama saya, karena dia sudah terbiasa hidup enak bermanjakan kemewahan sejak kecil. Dan, saya tidak bisa merenggut kehidupannya."
"Tapi tante yakin, Suf, Rebecca akan bahagia karena dia sangat mencintaimu. Justru dengan kamu memutuskan hubungan kalian begitu saja secara sepihak, itulah yang akan membuatnya sakit hati."
"Atau, kalau kamu merasa tidak punya apa-apa untuk menghidupi Rebecca, kamu bisa bekerja di salah satu perusahaan om," timpal Sandy menawarkan.
Yusuf menggeleng.
"Tidak, Om. Itu sama saja dengan saya memanfaatkan kekayaan Om, supaya saya bisa hidup enak. Dengan kata lain, saya menggunakan modal dari Om untuk hidup bersama Rebecca. Lalu, dimana harga diri saya sebagai laki-laki? Saya ingin menikahi Rebecca, dari hasil jerih payah saya sendiri," tegasnya penuh tekad.
"Suf, kamu akan dibayar untuk bekerja, bukan gratisan. Om tau kamu itu cerdas dan lulusan terbaik. Jadi, om yakin kamu pasti akan mampu bekerja dengan sebaik mungkin."
"Sekali lagi, saya sangat berterima kasih atas kepercayaan dan ketulusan Om. Tapi maaf, Om, saya rasa itu tidak perlu. Nanti, apa kata karyawan lain kalau saya masuk kedalam perusahaan Om karena, saya adalah calon suami dari putri pemilik perusahaan? Saya sudah pasrahkan semuanya pada Allah, Om. Kalau memang saya dan Rebecca ditakdirkan untuk berjodoh, pada akhirnya kami pasti akan bersatu. Tapi sebaliknya, kalau kami tidak ditakdirkan untuk bersama, mau sekeras apapun berusaha, kami tetap tidak akan bersatu. Jadi, biarlah waktu yang akan menjawab segalanya."
🌻🌻🌻🌻🌻
Yusuf pulang dengan perasaan sedih dan bersalah. Ucapan dan tangisan Rebecca terus terngiang di benaknya. Dengan gontai dia berjalan memasuki pekarangan rumahnya.
"Gadis, sudah dong main tinju-tinjuannya. Kamu nggak capek apa? Mending kita masuk saja yuk. Kamu bantuin ibu masak buat makan siang."
Lamunan Yusuf terputus mendengar suara lembut sang ibu yang tampak sedang berusaha membujuk Gadis yang asik bermain tinju dengan samsak yang menggantung diatas pohon, dengan membalut tangannya menggunakan sarung tinju.
"Hah? Bantuin masak? Aduh, Bu, kalau masalah itu nggak deh. Kapok, Bu. Entar kayak kemarin lagi, salah potong sayurnya."
"Tidak apa-apa, Nak. Kalau salahkan, bisa ibu ajarkan sampai kamu bisa. Ya." bu Santi masih terus membujuk Gadis dengan ekspresi dan suara selembut mungkin. Namun Gadis tetap membantah.
"Aduh, Bu, kenapa sih orang tua tuh ribet banget? Kalau mau makan, tinggal beli aja, daripada ngajakin rombongan buat masak."
Yusuf hanya bisa menarik nafas berat dan geleng-geleng kepala melihat kelakuan Gadis. Dia berjalan mendekati kedua wanita itu.
"Assalamualaikum."
Keduanya terkejut dan spontan menoleh.
"Waalaikum salam. Eh, Suf? Sudah pulang?"
Yusuf memegang dan mencium tangan sang ibu, lalu dia berjalan menuju teras dan menghenyakkan duduk pada kursi yang ada disana. Mencoba mengistirahatkan tubuhnya yang terasa lelah. Bu Santi mengikutinya.
"Gimana? Kamu sudah bicara sama Rebecca?" tanyanya penasaran.
"Sudah, Bu."
"Terus, gimana kelanjutan hubungan kalian? Kalau menurut ibu, kamu jangan terlalu lama menggantungkan anak orang. Tidak baik, Nak, mempermainkan perempuan."
Gadis yang kepo dengan pembicaraan mereka pun ikut menyusul ke teras.
"Yusuf tidak pernah mempermainkan siapapun, Bu. Tapi ibu tau sendirikan kondisi kita? Yusuf hanya takut tidak bisa bertanggung jawab. Itu saja," jawab Yusuf membela diri.
"Bu, Mas Yusuf, emangnya, Rebecca itu siapa sih? Dari kemarin bahas dia mulu. Pacarnya?" tanya Gadis yang tidak bisa lagi menahan rasa penasaran serta cemburu pada gadis bernama Rebecca yang dia sendiri tidak tau yang mana orangnya.
"Dia itu..." ucapan Yusuf terputus begitu mendengar suara deru mobil memasuki pekarangan rumahnya.
"Suf, itu siapa lagi tu? Mobil mewah begitu parkir didepan rumah kita." bu Santi menatap dua mobil mewah yang berjalan beriringan dan berhenti didepan rumahnya.
Gadis yang merasa kedua mobil itu tidak asing, memperhatikannya dengan seksama. Enam orang pria berbadan tinggi dan kekar turun dari mobil yang ada dibelakang.
Dari mobil yang didepan turun dua orang pria dengan pakaian yang sama, lalu membukakan pintu jok belakang. Para pria yang berprofesi sebagai bodyguard itu tampak tidak asing dimata Gadis.
Dan dugaannya pun terbukti. Dia terkejut dan terperangah begitu melihat kedua orang tuanya turun dari mobil itu.
"Gadis," seru Najwa dengan senyum haru yang merekah diwajahnya begitu melihat putrinya.
"Waduh, kok bokap sama nyokap gue bisa ada disini ya?" gumam Gadis bingung dan gelagapan.
Yusuf yang mendengar gumamannya terkejut.
"Bokap nyokap? Dis, maksudnya itu orang tua kamu?" tanyanya memastikan. Gadis hanya bisa menggaruk-garuk kepalanya karena bingung harus menjawab apa.
Najwa berlari mendekati Gadis.
"Gadis, mama kangen sekali, Nak sama kamu," ucap Najwa dengan mata berkaca-kaca. Kedua tangannya terangkat untuk memeluk sang putri.
Namun bukannya menyambut pelukan sang ibu, Gadis malah menepisnya.
"Oh ya? Mama yakin, kangen sama aku? Bukannya Mama sama Papa malah senang ya, karena anak kalian yang tukang buat masalah ini bisa hilang dari hidup kalian?" tanyanya sinis. Membuat Yusuf dan ibunya saling beradu pandang karena bingung.
"Gadis, kok kamu bicaranya begitu? Mana ada seorang ibu yang senang anaknya menghilang? Justru, mama sangat cemas memikirkanmu selama beberapa hari ini. Begitu juga dengan papa, oma dan Galang. Kami semua selalu memikirkanmu," papar Najwa sedih.
"Dan, kalian pikir aku masih bisa percaya setelah kalian menyerahkanku sama tante cerewet itu?" Gadis pun berlalu masuk kedalam.
"Gadis. Dengarkan mama dulu, sayang."
BERSAMBUNG