Terikat oleh kisah masa lalu yang saling bertalian, takdir pun menuntun langkah tiga pemuda pengembara untuk dipertemukan. Mereka harus melakukan perjalanan bersama untuk menggenapi takdir karmaphala.
Ada kutukan bawaan lahir yang harus dimusnahkan, ada juga kutukan takhta berdarah yang harus mereka hancurkan. Di samping itu, ada nama baik seseorang yang telah difitnah selama bertahun-tahun harus dibersihkan untuk mengembalikan kehormatannya.
Dibimbing takdir lewat jiwa-jiwa masa lalu yang masih tercecer di buana, ketiganya menghadapi berbagai macam rintangan dan goda tanpa gentar. Tujuan perjalanan mereka adalah Istana Kerajaan Jagat Kawiwitan karena dari sanalah segalanya berawal.
Namun, sebelum itu mereka harus singgah ke sebuah gunung untuk bertemu dengan ratu siluman ular. Perjalanan menuju ke sana pun tidak mudah, karena selama berada di wilayah hutan dan gunung ilmu kanuragan mereka tidak bisa digunakan, padahal ada begitu banyak bahaya mengancam.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Altairael, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
ARC 1.27 PERTEMUAN: JIWA KAMANDAKA TERBANGUN
Angin malam tiba-tiba berembus lebih kencang, memaksa daun-daun rapuh lepas dari tangkai, tanpa ampun menyapu apa pun yang dilalui demi menghantar ucap doa, dan pesan rindu dari mereka yang hatinya tengah merintih dirundung rindu dan lara.
Kamandaka .... Kamandaka .... Kamandaka ....
Suara memanggil-manggil diiringi isak tangis itu sayup-sayup terdengar di antara deru angin, turut terbang hingga tersampaikan pada tujuan. Jiwa yang tengah menenangkan diri di sudut tergelap itu pun mendengarnya dan serta-merta tergugah.
"Srikanti." Jiwa Kamandaka terbangun, tetapi tidak mampu mengambil alih raga yang tengah dikuasai jiwa lain yang jauh lebih tangguh darinya.
"Apa yang terjadi, Kamandaka?" Jiwa yang menguasai raga Kamandaka pun ikut terbangun.
"Aku mendengar suara Srikanti. Dia menangis."
"Jangan terjebak oleh ilusi. Karena itu adalah salah satu cara untuk melemahkanmu."
Kamandaka terdiam karena jiwa lemahnya seketika mengasihani diri yang tertimpa sial. Sial karena terlahir di keluarga durjana dan dia pun harus menanggung akibat dari karma yang tidak pernah dilakukannya.
"Butuh berapa lama lagi aku harus di sini? Di sini sangat gelap, membuat segala macam pikiran buruk muncul. Aku sangat tersiksa." Dari cara bicara yang mengandung keluhan, bisa dirasakan bahwa Kamandaka asli bukanlah orang dengan kepribadian yang kuat. Sebagai laki-laki, dia sama sekali tidak tangguh.
"Jangan lemah. Bukankah sudah pernah aku katakan? Kamu bisa kembali jika terang yang akan menghalau kegelapan itu sudah datang." Suara ini berbicara dengan tegas tanpa belas kasihan. "Bukan salahmu telah dilahirkan oleh ibu yang tidak punya hati nurani, tapi takdir menghendaki begitu. Percayalah, pasti ada satu anugerah besar di balik semua itu."
"Aku membencinya!" Kamandaka menggeram. "Sangat membencinya! Ibu terkutuk---"
"Cukup!" Suara itu menghardik.
"Kenapa tidak boleh?! Apa karena dia ibuku?! Nirwana ada di telapak kakinya jadi aku harus pasrah saja supaya nirwana tidak menolakku?!"
Jiwa asli Kamandaka berapi-api. Jadi, jiwa Prabu Jagad Kawiwitan yang hanya menumpang, tetapi berkuasa, harus bisa meredamnya. Dengan suara yang jauh lebih lembut, tetapi tidak meninggalkan kesan tegas dia pun berkata, "Semua yang kamu sebutkan itu benar, karena perempuan yang telah menjadi ibu secara langsung akan dianugerahi hak istimewa oleh Sang Hyang Acintya. Begitu pun romomu."
"Hak istimewa? Apa itu?" tanyanya sinis.
"Mereka diberi kuasa atas anak-anaknya. Kuasa itu digunakan dengan baik atau buruk, hanya Sang Hyang Acintya yang berhak menilai dan memberi ganjaran. Sebagai anak, patuh dan menghormati orang tua adalah kewajiban, bukan pilihan. Seburuk-buruknya orang tua, anak dilarang mengutuknya, tidak boleh membicarakan keburukannya, apalagi melawannya dan durhaka."
"Itu tidak adil. Kalau orang tua mengajarkan keburukan, apa anak juga harus menurutinya?"
Prabu Jagad Kawiwitan terkekeh ringan. "Manusia dianugerahi akal supaya bisa memilah dan memilih," ujarnya kemudian. "Kalau tau ajarannya salah berarti si anak bisa menolak dan justru punya tugas mulia untuk menyadarkan orang tuanya. Tapi percayalah, apa pun yang dilakukan orang tua tujuannya pasti untuk kebaikan anak-anaknya. Salah dan benar hanya waktu yang akan membuktikan. Selama ini apakah orang tuamu tidak menyanyangimu atau pernah mengajarkan hal yang tidak baik?"
"Tidak," jawab jiwa asli Kamandaka cukup lugas.
Masa-masa bersama orang tuanya pun satu per satu melompat dari ingatan. Kamandaka memang tidak pernah kekurangan kasih sayang. Terlahir dengan kesehatan buruk dan melalui masa kanak-kanak dengan sakit-sakitan, tetapi orang tuanya tidak pernah menyerah. Mereka selalu berusaha keras demi kesembuhannya. Mencoba berbagai macam cara untuk mengobati hingga akhirnya dia pun bisa sembuh saat menginjak usia satu dasa warsa.
Setelah itu, seorang guru pun didatangkan untuk mengajari Kamandaka ilmu karunagan sampai usianya hampir mencapai dua windu. Di saat mulai menginjak dewasa inilah Kamandaka pun mulai malas belajar karena sibuk mengejar dara ayu bernama Srikanti, kedua orang tuanya pun tidak marah. Mereka justru mendukung demi kebahagiaannya. Ketika Srikanti yang dia cinta dengan sepenuh hati dibawa secara paksa oleh utusan istana, Kamandaka pun kehilangan akal karena merasa bodoh dan tidak berguna. Orang tuanya tetap menjadi tempat bernaung yang paling aman dan nyaman.
Dia memang sempat dipasung karena sering mengamuk. Namun, itu mereka lakukan bukan karena membencinya, melainkan untuk kebaikan semua. Kidung Tilar pernah ada di dalam tubuhnya, itu pun karena kedua orang tuanya ingin dia sembuh. Niat baik mereka memang tidak selalu menghasilkan kebaikan, tetapi mereka melakukannya karena rasa sayang yang sangat dalam. Orang tuanya memang telah melakukan kejahatan besar, tetapi terhadap anaknya mereka selalu berusaha memberikan yang terbaik.
"Hak istimewa itu ibarat orang tua yang tidak rela anak-anaknya dimarahi orang lain di depan umum, tapi ketika sampai di rumah mereka akan memarahi habis-habisan anak-anaknya yang bersalah, bahkan mungkin akan memukulnya. Orang tua di sini adalah gambaran Sang Hyang Acintya, sebesar apa pun kesalahan anaknya tidak akan membiarkan orang lain mengganjarnya. Karena Dia lebih tau apa yang harus dilakukan. Kamu mengutuk orang tuamu karena mereka salah, itu tetap tidak dibenarkan. Mengerti, kan, Kamandaka?"
Setelah mengingat semua itu, Kamandaka pun merasakan penyesalan yang teramat dalam karena selama ini selalu mengutuk orang tuanya. Di tempat gelap itu, kebencian di jiwanya semakin tumbuh subur alih-alih pupus seperti yang seharusnya dia lakukan. Itu karena dia belum bisa berdamai dengan masa lalu dan dirinya sendiri.
Dengan suara serak dan bergetar, Kamandaka pun berkata, "Mereka sudah pulang, sekarang pasti sedang dimarahi atau mungkin dipukuli. Padahal selama hidup mereka sama sekali tidak pernah memarahi atau memukulku. Ternyata akulah yang tidak tau diri. Aku tidak seharusnya menyimpan marah pada mereka. Terima kasih sudah menyadarkanku, Raden."
Raga Kamandaka yang berbaring di atas dahan besar, kelopak matanya terbuka dan langsung bersitatap dengan sang candra paripurna.
"Purnama yang sangat indah," ujarnya. "Cepat selesaikan urusan hatimu, Kamandaka. Supaya bisa segera kembali untuk menikmati purnama-purnama yang akan datang."
"Baik, Raden. Terima kasih sudah bersedia mendengarkanku."
"Hmm hmm hmm ...."
Suara gumaman senandung lirih mengalihkan pandangan Kamandaka. Di dahan pohon lain, Kidung Kahuripan tengah duduk mengayun kaki sambil menatap langit. Prabu Jagad Kawiwitan mengenali tembang yang sedang digumamkan gadis itu. Tembang yang berasal dari negeri siluman tentang bulan purnama yang energinya sangat mempengaruhi dunia tersebut.
Dari Kidung Kahuripan, Kamandaka mengalihkan pandangan ke sosok bercahaya yang duduk bersila di atas batu besar di tengah sungai. Bumirang sedang bersemadi untuk menyerap nur candra paripurna.
Kalian adalah calon-calon pilar jagat raya ini. Teruslah tumbuh menjadi lebih kuat dan lebih bijak.
mungkinkah author punya jalannya sendiri /Hey//Hey/
cerita ini penuh dengan perjuangan, cinta kasih, juga tantangan
pokoknya berasa ugh.....banget
pada dasarnya Oyot Ngulo itu Ular yang seperti akar atau akar yang seperti ular...???
/Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm/
bukannya lagi bertarung di luar y