NovelToon NovelToon
Ibu Palsu Untuk Anak-anak Ku

Ibu Palsu Untuk Anak-anak Ku

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / BTS / Blackpink / CEO / Percintaan Konglomerat / Ibu Tiri
Popularitas:16.6k
Nilai: 5
Nama Author: zahra xxx

Victor Winslow, seorang CEO sukses, terlibat dalam kecelakaan tragis saat terburu-buru menjemput anak-anaknya, menabrak seorang wanita yang kehilangan ingatannya dan tidak memiliki identitas. Sementara itu, putrinya Kayla mengalami penurunan kesehatan yang drastis dan menginginkan seorang ibu. Victor, dengan keputusan yang ekstrem, memberikan ingatan dan informasi palsu kepada wanita itu agar bisa menjadi ibu bagi anak-anaknya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zahra xxx, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

chapter 26

Chaeyoung berjalan menuju lobi rumah sakit dengan langkah pelan, membawa satu paperbag kecil yang berisi obat. Wanita itu baru saja menemui dokter untuk memeriksa kesehatannya, terutama karena belakangan ini dia benar-benar sibuk sampai lupa makan. Dokter menyarankannya untuk dirawat di rumah sakit karena kondisinya yang melemah, tapi Chaeyoung menolak. Sebagai sekretaris Ketua Kim, dia merasa banyak pekerjaan yang harus diselesaikan.

Sementara itu, Daniel keluar dari lift dengan terburu-buru. Ia baru saja menerima pesan bahwa ada masalah serius dengan proyek mereka. Beberapa investor yang sudah mengetahui tentang situasi Kim Group memutuskan untuk membatalkan kerja sama dan ingin menarik investasi mereka. Keadaan ini membuat Daniel hampir panik. Dia harus segera ke kantor untuk menangani masalah ini.

Dengan langkah cepat, Daniel bergegas melintasi lobi. Tanpa sengaja, ia menabrak Chaeyoung yang sedang berjalan pelan. Karena kondisinya yang masih lemah, Chaeyoung terjatuh dengan paperbag berisi obat yang terlepas dari genggamannya.

"Maafkan aku, Nona," ujar Daniel buru-buru sambil membantu Chaeyoung berdiri. Dia merasa sangat bersalah setelah menyadari siapa yang ditabraknya.

Chaeyoung mendongak dan melihat wajah Daniel. Daniel, yang mengenali Chaeyoung sebagai sekretaris Ketua Kim, semakin merasa bersalah. "Maafkan saya, Nona. Saya tadi buru-buru ingin ke perusahaan," ujar Daniel dengan sopan, berusaha menjelaskan situasinya.

Chaeyoung melepaskan tangan Daniel yang masih memegangi tubuhnya untuk membantunya berdiri. Dia menatap Daniel dengan tajam, membuat pria itu merasa semakin tidak nyaman. "Lain kali hati-hati," ujar Chaeyoung dengan nada dingin sebelum berbalik dan berjalan pergi, meninggalkan Daniel yang masih merasa bersalah.

Daniel hanya bisa menatap punggung Chaeyoung yang semakin menjauh, masih merasakan rasa bersalah dan khawatir. Chaeyoung berjalan menuju parkiran dengan langkah mantap, meski tubuhnya masih terasa lemah. Ia langsung masuk ke dalam mobil Porsche yang sudah menunggunya, dengan Haru di kursi pengemudi.

"Apakah kau benar-benar tidak mau dirawat?" tanya Haru dengan nada khawatir.

"Tidak perlu, oppa. Penyakitku bukan yang terpenting sekarang. Kita harus menyelesaikan ini secepat mungkin," ujar Chaeyoung sembari memasang seatbelt.

Haru menjalankan mobilnya, menghela napas dalam-dalam. "Aku sudah menemukan lokasinya," katanya.

Wajah Chaeyoung yang semula pucat dan lelah kini tampak lebih bersemangat. "Benarkah? Apakah tim IT kita sudah memperbaikinya?" tanyanya, nada suaranya penuh harapan.

Haru menatap lurus ke arah jalan, menggeleng pelan. "Bukan. Aku menyuruh seseorang memperbaikinya. Sepertinya tim IT berbohong ketika mereka mengatakan tidak bisa memperbaikinya," jelas Haru sambil membelokkan setir mobil.

"Kita kemana?" tanya Chaeyoung setelah melihat Haru memutar mobilnya.

Haru tidak menjawab, hanya fokus pada GPS yang ada di dashboard. Chaeyoung menatap keluar jendela, merasakan ketegangan dan harapan bercampur menjadi satu. Ia berharap semua masalah ini bisa segera terselesaikan.

Mobil Porsche mereka melaju kencang, membelah hutan lebat yang semakin menambah suasana misterius. "Bukankah kita menuju mansion tua itu? Apa dia ada di sana?" tanya Chaeyoung, matanya menatap jalan yang semakin menyempit.

"Entahlah. Kita harus mengikuti GPS ini," ujar Haru pelan.

Mobil mereka melaju semakin dalam ke dalam hutan rimbun, hingga akhirnya mereka mencapai titik di mana jalanan terlalu sempit untuk dilalui mobil. Panah GPS menunjukkan arah yang harus mereka tempuh dengan berjalan kaki.

"Kita harus turun dan melanjutkan perjalanan dengan kaki," kata Haru sambil mematikan mesin mobil. Dia mengambil ponselnya, memastikan GPS tetap aktif, dan mulai berjalan, diikuti oleh Chaeyoung yang tampak sedikit gemetar.

Mereka menyusuri jalur setapak yang ditunjukkan oleh GPS, suara langkah kaki mereka terdengar jelas di antara gemerisik dedaunan. Hutan itu terasa semakin gelap dan dingin, menambah ketegangan di antara mereka.

"Oppa, apakah kita benar-benar bisa menemukannya di sini?" tanya Chaeyoung.

Haru tidak berhenti berjalan, menatap ponselnya dengan penuh konsentrasi. "Kita harus mencoba, Chaeyoung. Ini satu-satunya petunjuk yang kita miliki," jawabnya tegas.

Mereka terus berjalan, menembus semak-semak dan pohon-pohon besar, mengikuti arah GPS yang terasa semakin membingungkan. Chaeyoung berusaha tetap tenang, meski rasa cemas dan lelah semakin menguasainya.

Setelah berjalan beberapa lama, mereka akhirnya tiba di tepi jurang. Haru berhenti dan memandang GPS di tangannya. "GPS-nya berhenti di sini," ujarnya dengan nada kebingungan.

Chaeyoung memberanikan diri untuk melihat ke bawah jurang yang terjal dan curam. Pemandangan yang menakutkan membuat bulu kuduknya merinding. "Kalau ada orang yang jatuh dari sini, pasti akan mati mengenaskan," gumamnya dengan suara gemetar.

Haru mengalihkan pandangannya dari GPS ke arah hutan di sekitarnya. "Aku tidak tahu ada jurang di dekat mansion ini. Jika kita melewati bagian belakang mansion, ternyata sangat dekat," katanya, mencoba memahami situasi.

"Tapi untuk apa dia di sini? Meski dia gila, tapi tidak mungkin segila ini," ungkap Chaeyoung dengan penuh kebingungan.

Haru mengangguk setuju. "Entahlah, ada yang tidak beres di sini. Jejaknya terakhir ada di sini, tapi ini tidak terlihat seperti tempat terakhir yang dia datangi. Buktinya, benda itu bahkan rusak," jelasnya sambil mengingat-ingat perkataan orang yang memperbaiki sistem itu.

Chaeyoung mengerutkan alisnya, mencoba mencerna informasi yang ada. "Dia pasti sengaja meninggalkan jejak palsu. Aku yakin dia sedang bersenang-senang di suatu tempat," ujarnya curiga.

Haru menghela napas panjang, merasa frustasi dengan situasi yang membingungkan ini. "Aku harap begitu. Ayo kembali ke hotel. Kau masih belum pulih," katanya, sembari meraih tangan Chaeyoung dengan lembut.

Mereka berdua berjalan kembali ke arah mobil dengan perasaan campur aduk. Haru memastikan Chaeyoung berjalan di jalur yang lebih aman, menghindari akar-akar pohon dan batu-batu yang licin. Sementara itu, Chaeyoung tetap waspada, matanya terus memindai sekitar, mencari tanda-tanda yang mungkin terlewatkan.

Setibanya di mobil, Haru membuka pintu dan membantu Chaeyoung masuk. "Kau harus lebih berhati-hati," katanya, menatapnya dengan cemas.

Chaeyoung tersenyum lemah, merasa bersyukur atas perhatian Haru. "Terima kasih, oppa. Aku hanya ingin kita segera menyelesaikan semua ini," balasnya sambil memasang seatbelt.

Haru mengangguk dan segera menjalankan mobil, kembali mengikuti jalan setapak yang mereka lalui sebelumnya. Sepanjang perjalanan, mereka berdua tenggelam dalam pikiran masing-masing, mencoba mencari solusi untuk masalah yang semakin rumit ini.

Chaeyoung turun dari mobil dengan langkah hati-hati, sementara Haru harus pergi ke suatu tempat untuk mengurus masalah perusahaan. Dia mengucapkan selamat tinggal dan melihat mobil Haru menjauh sebelum berjalan menuju pintu masuk hotel dengan perasaan sedikit lelah.

Di lobi hotel, Chaeyoung terkejut melihat kakaknya, Park Yohan, yang sedang menunggunya. Wajahnya yang khawatir langsung berubah menjadi senyum hangat saat melihat adiknya.

"Oppa!" seru Chaeyoung seraya berlari kecil dan memeluk kakak laki-lakinya itu erat-erat. Kehadiran Yohan selalu membuatnya merasa lebih tenang.

Yohan memeriksa tubuh adiknya dengan teliti, membalik tubuhnya ke kiri dan ke kanan. "Ku dengar kau sakit, dimana sakitnya?" tanya Yohan dengan nada penuh kekhawatiran.

Chaeyoung tersenyum lemah, berusaha menenangkan Yohan. "Tubuhku tidak terluka, hanya kelelahan. Dokter bilang aku harus istirahat total," ujarnya sambil berusaha tampak lebih tegar dari yang sebenarnya.

"Lalu kenapa kau masih bekerja? Apa Ketua Kim memaksamu?" tanya Yohan dengan nada yang lebih serius, alisnya berkerut dalam.

"Tidak, oppa. Ini pilihanku sendiri. Ayo masuk, aku ingin kau membuatkan aku bubur," ujar Chaeyoung, mencoba mengalihkan perhatian kakaknya dari kekhawatiran.

Mereka berjalan menuju lift, dan Yohan mengikutinya tanpa banyak bicara. Kamar hotel Chaeyoung adalah suite khusus yang mewah, terlihat seperti sebuah apartemen lengkap dengan dapur, ruang tamu, bahkan kolam renang dan ruang makan. Hotel ini adalah salah satu properti milik Kim Group.

Setibanya di kamar, Chaeyoung menghela napas panjang dan duduk di sofa yang empuk. "Akhirnya bisa duduk dengan tenang," gumamnya.

Yohan mengikuti adiknya ke dapur, membuka lemari dan mulai mencari bahan-bahan untuk membuat bubur. "Kau benar-benar harus menjaga kesehatanmu, Chaeyoung. Apa yang sebenarnya terjadi di perusahaan sampai kau harus bekerja keras seperti ini?" tanyanya sambil memotong sayuran.

Chaeyoung menghela napas lagi, kali ini lebih dalam. "Banyak masalah, oppa. Beberapa investor menarik diri, proyek-proyek besar terancam gagal. Aku harus membantu Ketua Kim menangani semua ini," jelasnya dengan nada lelah.

Yohan menatap adiknya dengan penuh perhatian sambil terus menyiapkan bubur. "Tapi kau tidak bisa mengorbankan kesehatanmu. Apakah Ketua Kim tahu tentang kondisimu?" tanyanya.

"Dia tahu, tapi aku yang memilih untuk terus bekerja. Aku merasa ini tanggung jawabku," jawab Chaeyoung, suaranya melembut.

Yohan menghentikan pekerjaannya sejenak dan menatap adiknya dengan serius. "Tanggung jawab itu penting, tapi kesehatanmu juga. Jika kau jatuh sakit lebih parah, siapa yang akan membantu perusahaan?" katanya dengan bijak.

Chaeyoung terdiam, merenungkan kata-kata kakaknya. Ia tahu Yohan benar, tapi tekanan yang dirasakannya begitu besar. "Aku mengerti, oppa. Aku akan mencoba beristirahat lebih banyak," akhirnya ia mengakui.

Yohan tersenyum, lalu kembali fokus pada bubur yang sedang ia buat. "Bagus. Sekarang, duduklah dengan tenang dan biarkan aku membuatkan bubur yang lezat untukmu."

Setelah beberapa menit, aroma harum bubur mulai memenuhi ruangan. Yohan membawa semangkuk bubur hangat ke meja makan dan mengajak Chaeyoung duduk. "Ini dia, bubur spesial dari oppa," katanya sambil menyodorkan mangkuk ke Chaeyoung.

Chaeyoung mengambil sendok dan mulai makan. Rasa hangat dan lezat dari bubur itu membuatnya merasa lebih baik. "Terima kasih, oppa. Buburmu selalu yang terbaik," katanya dengan senyum.

Yohan duduk di sebelahnya, menatap adiknya dengan penuh kasih sayang. "Apapun yang terjadi, kau selalu bisa mengandalkan oppa. Jangan ragu untuk meminta bantuan."

Chaeyoung mengangguk pelan, merasa bersyukur memiliki kakak yang begitu peduli. Mereka menikmati momen kebersamaan itu, sementara di luar sana, dunia terus berputar dengan segala masalah dan tantangannya. Tetapi untuk saat ini, di dalam suite mewah itu, Chaeyoung merasa tenang dan terlindungi.

1
Siti Rosita
kk ko bersambung .. mana kelanjutannya kk ..
FeVey
wah... wah.... gak bahayata...??? ternyata victor punya niatan menjadikan korban kevelakaan mnjdi istrinya.... /Shy/
Dedi Aljufri
baru baca tp cerita nya buat penasaran .. . semangat Thor 😊
Dede Dedeh
okk masih nyimak!!
Anita Jenius
1 iklan buatmu
Mắm tôm
Mantap banget nih thor, jangan berhenti menulis ya!
Keyla: makasih, tenang aja gk bakalan berhenti
total 1 replies
Ryner
Ceritanya bikin nagih thor, terus lanjut ya!
Keyla: makasih
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!