Memperhatikan cerita kehidupan seseorang yang sedikit berbeda, membuat wanita cantik bernama Nining tertarik akan sebuah masalah kehidupan Ustadznya.
Nining berniat mengajak Ustadznya menikah hanya sebuah gosipan.
Berhasil dan si lelaki menyetujui, apa yang akan di lakukan Nining selanjutnya saat setelah menikah dengan Ustadznya yang bernama Ilham?
Akankah nantinya Nining menyesal telah mengajak menikah Ilham?
Mari kita saksikan kisahnya hanya di aplikasi noveltoon.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cici Wulandari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab - 27
Nining masih fokus membaca bukunya sembari menunggu Ilham pulang. Kata-kata di dalam tulisan itu membuat ia sedikit memahami tentang arti dari sebuah kata pernikahan.
Pernikahan yang Nining ketahui hanyalah sebatas agar perempuan dan laki-laki bisa saling bersentuhan dengan menjadikan ladang pahala untuk keduanya. Ia tidak tahu bahwa arti kata bersentuhan itu untuk membuat garis keturunan yang menjadikan manusia terus berkembang biak.
Kata sebuah percintaan juga tertulis di dalam sana. Nining baru sadar bahwa ia menikah dengan Ilham hanya sebagai tameng untuk kehidupan Ustadznya yang sekarang telah menjadi suaminya.
Kata cinta di dalam perasaan keduanya saja tidak ada. Maka apa gunanya mereka menikah? Nining kembali terpikirkan. Menyukai lawan jenis belum Nining alami. Namun memang ada sesosok santri yang tidak sengaja Nining perhatian. Orangnya berbanding terbalik dengan Ilham.
Bagi Nining suaminya itu banyak diam dan terlihat cuek tidak begitu menyenangkan. Sedikit-sedikit ia harus di hukum. Apa semacam itu Ilham membuktikan bahwa ia tidak menyukainya? Nining merebahkan tubuhnya di atas kursi sofa sembari memikirkan perkataan Ilham yang menyangkut poligami tadi.
'Apa sebenarnya Abi menyukai seseorang? Apa sebenarnya Abi ingin poligami dan memiliki perempuan yang dia sukai tapi dia takut aku bersedih?'
Nining membuang nafas dalam sembari berpikir dengan jalan kehidupannya. 'Aku harus ngomong sama Abi. Aku enggak mau Abi terluka gara-gara aku yang mengajaknya menikah. Kami enggak saling mencintai. Apalagi hal lainnya.' Nining menutupi wajahnya dengan buku yang sedari ia pegang. Ia mencari jalan agar Ilham mau menikah lagi dan memiliki sebuah kebahagiaan.
"Ummi sayang bangun." Ilham membangunkan Nining yang ternyata banyak berpikir itu ia sampai ketiduran.
"Ummi kenapa tidurnya di sini?" tanya Ilham yang melihat pergerakan Nining pertanda istrinya itu sudah terbangun dari tidurnya.
Nining perlahan membuka matanya yang ternyata Ilham sudah duduk berjongkok di sampingnya. "Abi kapan pulangnya?" Nining perlahan duduk.
"Baru aja pulang. Maaf ya Mi. Abi pulang jam segini. Pasti Ummi sekarang lapar, Abi tadi mampir di jalan beli ini," Ilham menujuk plastik hitam di atas meja.
"Memangnya ini sudah jam berapa Bi?"
"Tuh lihat aja." Ilham menunjuk jam di dinding yang tidak jauh dari mereka berdua.
Nining melihat jam yang ternyata sudah pukul 9 malam. 'Ternyata aku ketiduran.'
"Sekarang kita makan dulu." Ilham berdiri sembari membawa bungkusan ke arah dapur.
Nining mengikuti dari belakang. "Abi beli apa?"
"Beli nasi goreng pak Yahya. Dia langganan Abi. Enak Mi. Di coba aja." Ilham menyerahkan satu piring nasi goreng yang sudah ia masukkan ke dalam wadah sembari mengisi piringnya dan duduk di sebelah Nining.
"Nining mengambil sendok dan ingin menyuapkan makanan itu ke dalam mulutnya."
"Ummi..." panggil Ilham sembari mengangkat kedua tangannya.
Nining berhenti bergerak dengan melihat gaya Ilham yang mengajaknya berdoa terlebih dahulu. Nining tersenyum malu. "Hehehe... Lupa aku Bi. Abi sih lama pulang." Nining mencari sebuah alasan agar Ilham tidak memarahinya lagi.
"Mau keadaan kita dalam kondisi apapun. Jangan lupa berdoa dan mengingat Allah, Mi. Walau pun kita sedang tergesa-gesa sekali pun. Kita sebagai makhluk di ciptakan untuk menyembahnya. Kita makan bukan untuk mengenyangkan perut. Tapi untuk mengisi energi agar bisa melanjutkan hidup dan menyembah sang maha pencipta. Kita di berikan hidup bukan untuk bersenang-senang di dunia ini. Kita di minta agar bisa melewati ujian di dunia ini dan setelah ujian itu kita lakukan maka kita akan di panggil dan di perhitungkan. Di situlah kita di tentukan mau di masukkan ke surga atau neraka. Ummi mengerti sekarang?"
"I-iya Bi."
"Kalau begitu Ummi baca doa Abi mau dengar. Jangan sampai doa makan aja Ummi enggak bisa."
"Abi segitunya menuduh aku. Walau kayak begini-begini aku bisa sekali ingat kok Bi. Hanya saja,"
"Malas belajar. Ummi jangan banyak ngomong. Baca doa. Setelah ini ingat pada hukuman Ummi."
'Beginilah nasib menikah dengan Ustadz yang paham banget agama.' gerutu Nining.
"Ummi malahan melamun."
"I-iya Bi." Nining mengangkat kedua tangannya. "Bismillahirrahmanirrahim. Allahumma baarik lanaa fiimaa rozaqtanaa wa qinaa 'adzaa bannaar. Aamiin." Nining langsung mengusap wajahnya.
"Artinya Mi." perintah Ilham.
Nining kembali mengangkat tangannya. "Dengan nama Allah yang maha pengasih, maha penyayang. Ya Allah berkahilah rezeki yang engkau berikan kepada kami, dan karuniakanlah rezeki yang lebih baik dari itu dan peliharalah kami dari siksa api neraka. Ya Allah terimalah doa kami." Nining dan Ilham mengusap wajah masing-masing.
Nining memperhatikan makanan di hadapannya kini terlihat tidak menggairahkan gara-gara mendengar ceramah Ilham.
"Kenapa nasinya sekarang di lihatin aja Mi? Bentuk dan porsinya sama dengan Abi. Kali ini enggak ada yang berbeda."
"Itu Bi. Aku kepikiran kira-kira kalau aku mati masuk surga apa neraka ya Bi?"
"Tergantung dari Ummi mau surga apa neraka? Banyak-banyak kumpulkan pahala dan jangan berbuat dosa. Ummi menikah sama Abi aja sudah mendapatkan 50% ladang pahala. Sisanya Ummi lakukan sesuai perintah Allah."
"Tapi percuma Bi kalau kita menikah tidak ada kata cinta dan perasaan. Itu yang aku baca di tadi. Abi menikah lagi ya biar menemukan sebuah kebahagiaan dalam rumah tangga."
"Abi bahagia menikah dengan Ummi. Abi mencintai Ummi juga. Itu semua karena Allah, Mi."
"Tapi aku enggak mencintai Abi. Jangankan cinta, perasaan aja enggak ada." Nining mengungkapkan isi hatinya.
"Memangnya apa alasannya?" tanya Ilham yang penasaran sembari meminum air putih.
"Abi bukan tipe ku."
"Uhuk uhuk uhuk." Ilham tersedak.
"Abi..." Nining menepuk punggung Ilham. "Abi tuh bisanya menceramahi orang lain tapi Abi sendiri aja kayak begini."
Ilham berusaha mengatur rasa di tenggorokannya dengan melihat Nining. "Coba Ummi katakan. Apa yang membuat Abi ini bukan tipe Ummi?"
"I-iya Abi itu berbanding terbalik sama seseorang."
"Em... Ummi diam-diam suka sama lelaki lain rupanya. Apa Ummi juga pacaran dan tukar surat juga sama dia? Kenapa Ummi enggak mengajak dia aja menikah?" Ilham begitu geram dengan tingkah istrinya yang terlalu jujur itu. "Kalau Ummi di posisi Abi. Apakah Ummi adalah tipenya Abi?"
Nining membeku dengan pertanyaan Ilham.
"Jawab Mi."
"I-iya aku enggak pernah coba tapi pernah memperhatikan salah satu santri aja Bi. Jangankan kirim surat atau pacaran ngomong sama dia aja aku enggak pernah. H-hanya aja di-dia terlihat lebih humoris gitu. Enggak tiap hari marah-marah kayak Abi. Lagian juga sepertinya Abi benar bahwa aku juga bukan tipenya Abi." Nining langsung menunduk, ia tidak sanggup melihat wajah Ilham yang seperti ingin menelannya hidup-hidup.
Ilham kembali berzikir sembari mengusap-usap wajahnya.
"Abi menikah lagi aja. Abi bisa memilih suatu pernikahan yang menurut Abi bisa hidup bahagia." Nining takut untuk berkata. Namun ia tidak bisa diam saja dalam tindakan yang ia pikir telah salah.
"Tapi Abi enggak bisa menceraikan Ummi."
Nining berusaha berani menatap wajah Ilham. "Kalau begitu Abi poligami aja. Abi jangan pikirkan aku. Abi layak bahagia."
"Bagaimana dengan Ummi? Apa Ummi bahagia jika Abi menikah lagi dan bahkan hidup bahagia dengan istri kedua Abi? Abi bahkan enggak bisa memperhatikan Ummi. Apalagi membuat Ummi bahagia. Bagaimana dengan itu Mi?"
Nining tertawa kecil. "Abi jangan pikirkan aku. Aku ini malahan bahagia kalau Abi bahagia. Aku enggak akan menggangu pernikahan hubungan Abi sama istri kedua Abi. Aku akan berusaha membuat istrinya Abi hidup nyaman dan bahagia."
Ilham membuang nafas panjang sembari kembali berzikir. "Ummi belum tau rasanya bagaimana hidup di duakan." gumam Ilham sembari memegang sendok untuk mengaduk nasi di dalam piringnya.
"Memangnya Abi pernah hidup di duakan?" tanya Nining yang membuat Ilham terdiam. "Abi aja berkomunikasi dengan perempuan lain aja jarang apalagi bersentuhan sama mereka. Jangankan itu. Abi aja menolak semua perempuan yang mau di jodohkan sama Abi." Nining memperhatikan Ilham yang terlihat melamun. "Oh... Aku tau. Abi pernah pacaran ya secara diam-diam atau menyukai seseorang."
"Ummi lebih baik makan. Ini sudah semakin malam. Ummi belum makan dan menjalankan hukuman. Ummi mau bangun kesiangan dan kembali mendapatkan hukuman?" Ilham tidak mau membahas sesuatu yang tidak bermanfaat baginya. Semua itu hanyalah masa lalu.
Nining baru ingat bahwa ia masih ada pekerjaan lain dan bisa saja ia tidur larut malam lagi. 'Hah... Begini nasib yang ku jalani. Tapi demi pahala. Aku harus menjalankannya. Surga Ning, surga.'