Sadiyah, seorang gadis yatim piatu, terpaksa harus menerima perjodohan dengan cucu dari sahabat kakeknya. Demi mengabulkan permintaan terakhir sahabat kakeknya itu, Sadiyah harus rela mengorbankan masa depannya dengan menikahi pria yang belum pernah ia temui sama sekali.
Kagendra, pengusaha muda yang sukses, terpaksa harus menerima perjodohan dengan cucu dari sahabat kakeknya. Disaat ia sedang menanti kekasih hatinya kembali, dengan terpaksa ia menerima gadis pilihan kakeknya untuk dinikahi.
Setelah pernikahan itu terjadi, Natasha, cinta sejati dari Kagendra kembali untuk menawarkan dan mengembalikan hari-hari bahagia untuk Kagendra.
Apakah Sadiyah harus merelakan pernikahannya dan kembali mengejar cita-citanya yang tertunda? Akankan Kagendra dan Natasha mendapatkan cinta sejati mereka?
Siapa yang akan bersama-sama menemukan cinta sejati? Apakah Sadiyah dan Kagendra? Ataukah Natasha dan Kagendra?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Raira Megumi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
27. Mulai Cemburu?
Setelah selesai salat subuh, Sadiyah mengunci diri di kamar tidur yang lainnya. Ia tidak ingin melihat wajah Kagendra. Tidak dipedulikannya sarapan yang seharusnya ia siapkan tiap pagi. Saat ini, Sadiyah merasakan hatinya hancur luluh lantak dan ia merasa harga dirinya telah dinjak-injak Kagendra. Kagendra tidak menghargainya sebagai istri, bahkan tidak menghargai ia sebagai seorang manusia. Sejak selesai salat shubuh tadi tak hentinya air mata mengucur dari mata beningnya.
Yang membuat Sadiyah semakin kesal dan marah adalah karena sikapnya yang tidak bisa menolak. Ia sadar bahwa seharusnya ia lebih gigih lagi untuk mempertahankan dirinya tapi ia takut dosa jika tidak memenuhi hak suaminya. Malam itu, ia berada dalam situasi yang membuatnya berada di persimpangan. Di satu sisi ia harus memenuhi hak suaminya tapi disisi lain akalnya menolak. Akalnya menolak diperlakukan semena-mena dan tidak adil seperti itu. Selain membenci perbuatan Kagendra, Sadiyah juga membenci tubuhnya yang mengkhianati akal sehatnya. Tubuhnya menerima dengan rela bahkan menikmati apa yang dilakukan suaminya. Oleh karena karena itu rasa benci pada Kagendra, terlebih pada dirinya sendiri semakin meluap. Mengingat kejadian tadi malam menimbulkan berbagai macam perasaan, dari sedih, benci, marah, malu, hingga perasaan yang tidak mampu ia deskripsikan.
Kagendra tidak melihat Sadiyah setelah ia kembali dari kegiatan lari pagi. Ia mencari Sadiyah di kamar tidur tapi tidak menemukan Sadiyah di sana. Lalu ia mengecek ke kamar mandi dan juga tidak menemukannya. Kagendra berteriak memanggil-manggil Sadiyah tapi tidak mendapat sahutan. Akhirnya ia mencoba membuka kamar tidur lainnya yang ada di unit apartemennya. Kagendra berusaha membuka pintunya tapi sepertinya terkunci dari dalam. Ia yakin Sadiyah ada di dalam kamar itu. Kagendra mengetuk pintu kamar itu tapi tetap tidak ada sahutan. Akhirnya, Kagendra membiarkan saja. Ia menyiapkan pakaian kerjanya sendiri dan pergi ke kantor tanpa sarapan.
*************
Flashback
Sejak pagi hingga siang menjelang makan siang, berkas-berkas yang harus diperiksa masih saja menumpuk di atas meja kerjanya. Kagendra merasakan perutnya mulai meronta merasakan lapar yang luar biasa. Ia merindukan masakan buatan istrinya yang selama satu minggu lebih tidak ia nikmati karena ulahnya sendiri yang menyuruh Sadiyah untuk tidak lagi mengantarkan makan siang ke kantor.
Melihat berkas-berkas yang masih saja menggunung membuat kepala Kagendra sakit. Ia memutuskan untuk pergi ke rumah makan yang dekat dengan kantornya. Rumah makan yang sesuai dengan standarnya karena sudah ia periksa tingkat kebersihannya. Ia masih merasa gengsi untuk meminta Sadiyah membuatkan dan mengantarkan makan siang. Walaupun rasa masakan istrinya jauh lebih enak, tapi ego mengalahkan segalanya.
Siang ini, tidak seperti biasanya, Natasha tidak mengunjunginya di kantor sehingga ia memutuskan untuk makan siang bersama sekertarisnya saja.
Sesampainya di sebuah restoran makanan sunda langganannya, Kagendra sudah duduk manis menunggu pesanan datang. Karena ia meninggalkan ponsel di ruangannya otomatis ia tidak bisa membuka ponselnya untuk sekadar surfing atau browsing di dunia maya sambil menunggu pesanan tiba. Kagendra melayangkan pandangannya ke seluruh sudut restoran, hal yang sering ia lakukan untuk mengamati berbagai macam ekspresi orang-orang yang berada di dalam restoran tersebut. Hal itu menjadi kebiasaan yang ia lakukan sejak bekerja menjadi pegawai magang saat kuliah dulu. Pekerjaannya hanya mengamati ekspresi dari orang-orang yang ada di sekelilingnya, apa yang mereka lakukan saat menunggu, saat bertemu dengan orang lainnya, dan ekspresi lainnya. Kebiasaan itu masih berlanjut hingga sekarang, ketika ia sedang berada di keramaian dan sedang tidak ada aktivitas yang dikerjakan, maka ia akan mengamati orang-orang yang ada di sekelilingnya.
Kebiasaan mengamati ini juga yang mengantarkan Kagendra untuk menjadi seorang mata-mata atau pengintai. Bahkan ia memiliki agensi rahasia selain perusahaan advertising yang ia miliki sekarang. Banyak klien yang menggunakan jasanya, dari mulai pejabat, artis, ataupun pengusaha-pengusaha besar yang selalu puas dengan hasil pekerjaannya.
Tatapan Kagendra berhenti pada seorang perempuan yang berada sedikit jauh dengan lokasinya tempat duduknya sekarang. Walaupun agak jauh, Kagendra yakin bahwa perempuan berjilbab yang sedang bersama seorang laki-laki yang tidak ia kenal itu adalah istrinya. Ia melihat Sadiyah sedang berbicara dengan pria tak dikenal. Sadiyah sesekali tertawa dan tersenyum. Dengan senyum dan tawa yang tampak di wajah Sadiyah, terlihat sekali jika perempuan itu bahagia. Tidak tampak kesedihan dari wajah perempuan yang suaminya ketahuan berselingkuh.
Kagendra merasakan dadanya sesak dan jantungnya bertalu kencang. Ada emosi bergejolak dan menggelegak di dalam dadanya. Ia mengepalkan tangan dan hendak melabrak istrinya yang sedang tertawa bahagia bersama lelaki lain.
Ketika ia hendak beranjak dari kursinya, dua orang pelayan restoran tiba di mejanya dan menghidangkan makanan yang tadi dipesannya.
“Mau kemana, Bos?” tanya Rudi, sekertarisnya, ketika ia melihat Bosnya beranjak.
Pandangan tajam Kagendra masih tertuju pada Sadiyah dan laki-laki itu.
“Bos, makanannya sudah ada.” Rudi kembali mengingatkan Bosnya.
Kagendra kembali duduk dan membuang napasnya kasar. Ia menatap tajam pada sekertarisnya.
“Saya tidak lapar. Kamu makan saja sendiri.” bentak Kagendra.
Rudi hanya bisa menatap Bosnya heran. “Tadi bilang lapar sampai memesan banyak makanan. Sekarang bilang tidak lapar. Dasar Bos labil," umpat Rudi dalam hati saja karena ia tidak mungkin berani mengumpat atasannya itu langsung.
Kagendra kembali melayangkan pandangan ke arah meja tempat Sadiyah dan laki-laki itu berada, tapi ia sudah tidak menemukan mereka di meja tersebut. Dengan kalap, ia menajamkan pandangannya ke seluruh area restoran. Ia menemukan Sadiyah dan laki-laki itu sedang berjalan menuju pintu keluar restoran.
Kagendra segera beranjak dari tempat duduk, tidak dipedulikan lagi rasa laparnya. Ia berusaha mengejar Sadiyah dan laki-laki itu. Sesampainya di tempat parkir, ia menelusuri area parkir dengan matanya. Ketika Kagendra melihat sosok Sadiyah yang hendak masuk ke mobil, ia berlari kencang menuju mobil yang mulai bergerak maju. Mobil itu tak terkejar, tapi ia berhasil mengingat nomer platnya.
Kagendra kembali masuk ke restoran. Ia melihat sekertarisnya sedang lahap memakan hidangan yang tersedia di meja. Perutnya yang keroncongan kembali memberontak. Walaupun selera makannya sudah menghilang begitu saja tapi ia tidak mau sakit gara-gara penyakit maagnya kambuh. Ia paksakan makan walaupun tidak berselera.
Kagendra bertekad untuk memberikan pelajaran pada istrinya yang ia anggap berselingkuh. Ia lupa pada kesalahannya sendiri. Rasa cemburu telah membutakan mata hati dan mengaburkan logikanya. Yang pasti, karena merasa egonya sebagai laki-laki terusik, ia berhak untuk memberikan hukuman yang setimpal pada istri yang bertemu dengan laki-laki lain tanpa persetujuan suami. Ia sepertinya lupa kalau dirinya lah yang bertemu dengan perempuan lain, bahkan melakukan hal yang tidak sesuai dengan berbagai norma di masyarakat.
**************
semangat