Rara Winarti , seorang wanita dewasa yang berpenampilan cuek gaya bicaranya ceplos-ceplos. Ia pengacara (penganguran banyak acara) baginya 'Hidup sekali dan matipun sekali' selama menjalani hidup. Rara selalu bersikap tenang dan tidak pernah berpikir untuk masa depan. Semua tampak rata, seperti jalan tol di matanya. Hingga ibunya lelah melihat Rara, keluarga memaksanya menikah , denga duda beranak satu yang tak lain tetangganya sendiri. Tetapi pernikahan itu gagal, dibatalkan sepihak dari pihak laki-laki .Rara dan kelurganya merasa malu. Ia kabur dari rumah orang tuanya. Tetaapi takdir mempertempurkan dengan seorang pria muda yang memiliki gaya hidup perfeksionis seorang Aktor, sekaligus pengusaha muda yang jadi majikannya.
Bastian Salim, tidak pernah menduga di usianya yang terbilang masih muda harus menikahi wanita yang umurnya lebih tua darinya, karena sebuah kesalahan, seorang wanita yang bekerja di rumahnya sendiri, Tetapi. Apakah keluarga besarnya mau menerima Rara, jadi menantu di kelurga Bastian setelah mereka menikah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sonata 85, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kenapa dia hanya diam?
Rara hanya diam saat Bastian meluapkan kemarahannya, layaknya orang dewasa yang bisa mengamati situasi itulah yang Rara lakukan kali ini.
Ia tahu Bastian marah karena ia juga salah meledeknya ditambah dengan omanya, jadi kalau Rara membalas dengan Menjawab perkataan Bastian, itu sama saja Rara mencari masalah sendiri, biar bagaimanapun ia masih butuh pekerjaan dan tempat tinggal. Hal yang tepat saat ini adalah lebih baik diam.
Membiarkan lelaki berwajah bak akor Korea itu meluapkan amarahnya, agar ia merasa puas.
“Kenapa, kamu tidak menjawabnya kamu tidak meledekku lagi?” tanya Bastian menatap Rara yang sedang menikmati nasi goreng dalam piringnya
“Tidak kamu benar.” Rara bangun dan ia menyimpan piring bekas makan , lalu ia kembali ke mode diam.
Suasana tiba-tiba jadi hening, Rara menyibukkan diri, menyimpan sisa bahan masakan itu kembali ke dalam kulkas.
Sementara Bastian masih kesal.
“Harusnya aku yang marah, bukan kamu!” ucapnya, padahal jelas-jelas Rara tidak menyahut apa-apa.
“Silahkan dimakan.” Rara masuk ke dalam kamar.
“Kenapa jadi kamu yang marah , jelas-jelas aku yang kamu rendahkan di sini, duduk di sini dan dengarkan aku bicara, aku baru ngomong seperti itu kamu sudah marah dan tersinggung terus bagaimana kamu yang terus menghinaku dan merendahkan ku tiap hari, Rara!”
Bastian berpikir Rara marah dan tersinggung karena omongannya, ia tidak tahu kalau Rara masuk dalam kamar karena tidak ingin emosi Bastian meluap.
Bastian diam, ia menatap nasi goreng , lalu mengambil sendok dan mulai melahapnya dan sesekali mulutnya menyerumput es jeruk .
‘Apa kata-kataku terlalu kasar?’ Bastian menatap pintu kamar Rara melihat Rara tidak keluar-keluar lagi Bastian berpikir kalau ia marah.Ia meletakkan piring kotornya di wastafel, berpikir Rara marah dengan kata-kata kasarnya, ia mencuci piring kotor dan wajan bekas masak nasih goreng.
“Harusnya aku yang marah bukan dia, aku baru bicara kasar sedikit begitu dia sudah marah, lalu bagaimana dengan dia yang selalu menyebutku ‘bocah’ egois” ujar Bastian ia bicara sendiri saat Rara masuk kamar dan tidak menjawab perkataannya.
Tidak lama kemudian Rara keluar dengan berpakaian rapi, tidak berpakaian seperti pakaian preman, justru kali ini ia terlihat seperti orang mau ke undangan.
Kerudung hijau yang di padukan dengan rok panjang berwarna abu-abu dan bagian atasnya sebuah kardingan yang dalaman putih.
Bastian berdiri dari sisi dapur, ‘Rara, mau kemana. Apa dia pergi karena kata-kata kasar ku?’ Bastian menelan savilanya dengan susah payah tiba-tiba ia merasa detak jantungnya berdetak hebat, ia tidak pernah bermaksud mengusir Rara dengan cara seperti itu, Bastian memang ada keinginan besar dari dulu untuk mengusir Rara, tetapi bukan cara seperti ini. ia belum buka mulut hanya diam melihat Rara yang sedang terlihat tergesa-gesa.
“Aku keluar sebentar iya, ada perlu”
“Tu-tunggu kamu mau kemana?” tanya Bastian tiba-tiba gugup.
“Aku ingin bert-“
Kriiing … Kriiing ….!
“Ok, ok gue turun, tunggu sebentar." Rara terlihat tergesa-gesa.
Rurun buru-buru, tidak menghiraukan Bastian yang penasaran ia mau pergi kemana.
Rara mau kemana sih, tidak sopan harusnya bilang padaku dia mau kemana, ah dasar … giliran aku yang pergi dia bertanya seperti wartawan.” Bastian, tiba-tiba merasa kesal.
**
Sudah tiga jam sejak Rara pergi Bastian mondar-mandir bagai setrikaan, ia ke balkon menyalakan televisi makan kawaci di depan televisi dan kulitnya sengaja ia serakkan di mana-mana karena bosan.
Tidak lama kemudian asistennya menelepon kalau hari ini Bastian syuting iklan.
Meninggalkan rumah sengaja berantakan ia berangkat ke lokasi syuting.
Dalam lokasi syuting ia melirik jam yang melingkar di tangannya, lalu ia tersenyum licik.
‘Wanita itu pasti sudah marah-marah dan kesal saat melihat rumah berantakan’ ucap Bastian dalam benaknya.
“Bro, nongkrong ayoo … sudah lama nih.” Erik dan Kenzo mengajak Bastian nongkrong di café.
“Boleh ayo.” Bastian mau,
Saat nongkrong di café yang biasa datangi tiba-tiba ia melihat Rara dengan lelaki yang masih muda, terlihat sangat akrap bahkan lelaki itu yang membawakan tas tangan milik Rara, ia juga mengandeng tangan lelaki muda itu.
‘Siapa dia? Apa itu pacar Rara, apa seleranya sama brondong juga?’ tiba-tiba Bastian hanya diam.
“Bro, Loe kenapa hanya diam saja dari tadi, sakit gigi?” tanya Bimo bercanda.
“Gue, mau pulang,” ujar Bastian.
“Eh, ada apa dengannya, dia aneh belakangan ini, apa benar gosip ia menyimpan wanita di apartemennya?”
“Bagaimana kalau kapan-kapan kita datang ke sana tiba-tiba tanpa mengabarinya?” tanya Bimo.
“Boleh itu,” ucap Bam-Bam ia baru datang tetapi Bastian sudah pulang.
Dalam perjalanan pulang, Bastian tiba-tiba Rara bersikap manis pada lelaki muda itu,
‘Apa Rara mengincar lelaki muda, aku lihat lelaki itu juga pasti kaya seperti aku, apa dia mau pindah kerja di sana atau hanya ingin mempeloroti uangnya?’ Bastian membatin banyak pikiran-pikirannya.
*
Saat tiba di rumah, semua masih tampak sama, saat ia meninggalkan rumah keadaan berantakan, ia datang semua masih sama, Bastian duduk di balkon membiarkan pakaiannya yang ia pakai saat syuting masih di pakai.
Sudah malam baru Rara datang, ia langsung menuju dapur dan menuangkan air ke gelas dan diteguk sampai habis. Ia melirik Bastian yang duduk di balkon.
‘Kenapa ia duduk sendirian di situ, apa dia masih marah? ah menyebalkan, seharusnya kemarahannya hilang saat aku pergi, tapi apa dia sudah makan malam? Tanya apa tidak iya?’ Rara berdiri menatap Bastian, ‘Ah sebaiknya tidak, lebih baik aku rebahan dulu baru mandi, kakiku gempor mutar-mutar’ Rara memutuskan masuk ke dalam kamarnya dan membiarkan Bastian duduk sendirian.
Rara melepaskan kerudung yang ia pakai dan membuka cardingan yang ia pakai, ia hanya memakai baju dalam yang bertali satu dan melilitkan handuk di pinggangnya, ia niatnya ingin mandi tetapi karena kelelahan ia tertidur.
Tok … Tok …
Antara sadar dan setengah mengantuk Rara membuka kamarnya.
“Ada apa?” tanya Rara dengan wajah setengah mengantuk.
“Ada apa lagi, aku belum makan malam dan kamu juga belum membereskan semua yang berantakan itu,” ucap Bastian menunjuk sampah yang ia serakkan di ruang tamu.
“Besok saja aku capek bangat,” ucap Rara setengah memelas,
“Aku tidak perduli kamu capek atau tidak iya, aku belum makan, aku menggaji kamu kerja di sini,” Ucap Bastian dengan suara dibuat tegas
‘Ah, dia masih marah ternyata’ ucap Rara dalam hati.
“Baiklah, aku akan menyajikannya, mau makan apa?”
“Nasi goreng!”
Hara tidak ingin menambah masalah, bertemu adek laki-lakinya tadi , sudah membuatnya pusing. Ia membasuh wajahnya di wastafel dan mengusapnya dengan handuk yang ia lilitkan di pinggang.
Ia bahkan tidak menyadari pakaian yang ia pakai memperlihatkan bagian dadanya, sesekali ia memegang leher bagian belakangnya.
Bastian hanya melihatnya dari meja makan. ‘Ada apa dengannya kenapa tidak protes?’Bastian bertanya-tanya dalam hatinya kenapa Rara jadi pendiam.
“Selamat menikmati,” ucap Rara meletakkan piring di depan Bastian ia juga membuatkan jeruk hangat untuk majikanya.
Lalu ia masuk ke dalam kamarnya lagi.
“Ada apa dengannya, aku yang harusnya marah, bukan kamu!” Bastian merasa kesal, tetapi ia tidak tahu penyebabnya.
Bersambung…
sebelumnya sdh baca yg dari batak,sunda.
gak tau nih novel yg lain latar belakangnya dr suku mana lagi.
belum baca semua novel karya2 mu.