NovelToon NovelToon
THE CITY

THE CITY

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen Angst / Identitas Tersembunyi / Epik Petualangan / Keluarga / Persahabatan / Angst
Popularitas:2k
Nilai: 5
Nama Author: pecintamieinstant

Kekacauan dunia telah melanda beberapa ratus tahun yang lalu. 30 anak remaja dikumpulkan oleh pusat mereka dari lima kota yang sudah lama dibangun. Sesuatu harus segera dicari, untuk menemukan wilayah baru, nantinya bisa digunakan untuk generasi selanjutnya.

Bersama anak laki-laki muda bernama West Bromwich, dia melakukan misi tersebut. Bagaimana caranya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon pecintamieinstant, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

24

Diperlihatkan pipi merah ketika West Bromwich tidak bisa menyembunyikan—Eme selesai berbicara dengannya.

Pada waktu yang telah berlalu, rasa nyeri mereda cepat, menjalar ke semua tubuhnya.

"Kamu masih sakit, West." Eme terbangun saat West menggeser tubuhnya untuk bangun. "Aku bantu kamu." Eme memegang sisi-sisi pinggang anak laki-laki.

Suara mendesah keluar melalui West Bromwich—tubuhnya digerakkan sampai mengenai rangka kasur. Eme membantu meletakkan satu bantal kepada punggungnya.

"Sudah nyaman?" tanya Eme memastikan.

"Sudah. Terimakasih, Eme."

"Sama-sama, West." Eme dengan senyum tulusnya, beralih duduk kembali. Menemani selama dibutuhkan.

West terus-menerus berusaha berlatih menggerakkan motorik luka-luka pada perban yang dipakai. Meremas tangan, memutar kecil lengan atas bekas goresan, begitu seterusnya.

Sampai akhirnya, West merasakan sesuatu. Rasa nyeri kesakitan menjadi hilang, seperti mengedip mata sekali.

"Hei," West membangunkan tubuhnya.

"A-ada apa, West?" Eme berbalik penasaran.

Dinaikkan tangan kanan dengan perban yang menutup—West melepaskan perlahan, memperhatikan ketelitian.

Eme bingung memperhatikan gerak-gerik temannya. "Kenapa kamu melepaskan perban itu, West? Lukamu tidak bisa pulih nantinya."

"Sebentar saja, Eme." West terus membuka balutan perban. Naik-turun secara beriringan.

Tak sampai tiga menit, perban pada telapak tangan, telah menghilang. Menyisakan gulungan perban bekas.

"Lihat ini, Eme."

Satu goresan tangan anak itu seharusnya membekas atau memperlihatkan darah, justru tidak ada bekas sama sekali. Hilang jejak secara jelas, setelah mengecek bersama Eme.

"Ajaib!" Eme sontak terbangun dari kursi. "Ba-bagaimana bisa luka itu bisa menghilang dalam semenit?"

"Apa karena obat yang diberikan perawat tadi?" West ragu-ragu mengingat sebelum ia mengkonsumsi obat tadi.

"West? Jawab aku?" Eme menunggu.

"Kau akan percaya atau tidak tentang ini, Eme? Ku tanya padamu untuk terakhir kali."

Eme mengangguk begitu anak laki-laki menekan nada pertanyaan.

"Cukup terdengar tak masuk akal bagi perempuan untuk mendengarkan ini, Eme. Ku tau, kau akan paham nanti. Aku meminta satu obat pereda nyeri perut kepada perawat tadi."

"Bagaimana bisa kamu meminta obat sakit perut,West?"

West menunduk ketika perempuan itu bertanya curiga.

"Kalau tidak, aku akan terus menunggu sampai kamu bisa berbicara padaku, West."

Eme memalingkan pandangan, ke arah berlawanan.

"Apa aku bisa mempercayaimu, Eme?" Pikirnya sembari menonton Eme ketika tidak melihat dirinya.

Dengan berat hati, West membuka suara. "Alice memintaku untuk meminum obat itu."

Eme menoleh setelah laki-laki tadi bersuara. "Siapa itu, Alice?"

"Perempuan hologram dari gelang ini," West memajukan lengan padanya. "Kau pasti punya, kan?"

"Tidak, West. Aku tidak punya fitur semacam itu. Bahkan semua pemilik gelang, tidak pernah berbicara dengan perempuan aneh di gelang hologram itu."

Tubuh West seakan mundur kaget, menerima pernyataan baru dari Eme, pada kasur yang ditempati sekarang.

"Tidak mungkin kau, Eme."

"Aku benar, West. Tidak ada yang pernah mengobrol tentang orang-orang di dalam gelang. Kalau pun ada, rasanya aneh, kan?"

West tidak paham setelah Eme mengucapkan hal menarik padanya, mengamati Eme dari kejauhan, sangat disayangkan untuk mempercayai kata-kata dari anak laki-laki.

Kedatangan satu perawat menemui kami berdua, dikala berdiskusi membicarakan, tentu membuat West dan Eme, tidak bisa berlama-lama.

"Baiklah, aku harus kembali ke kegiatan-ku, West. Beristirahatlah untuk hari ini, West. Sampai bertemu, ketika kamu sudah sembuh."

Eme bangkit, mengikuti arahan perawat untuk menjauhi West.

"Kau akan tau sendiri nantinya, Eme."

West mengusap wajahnya ketika mengeluarkan keringat, bersama tangan kanan digerakkan pelan-pelan.

Dia mungkin masih bisa mengingat tentang rasa sakit dari obat yang dikonsumsi, tapi West juga harus meyakinkan perempuan itu.

Satu lagi pada lengan atas sebelah kiri, West turut membuka. Dia berusaha keras untuk mencoba latihan barunya, menggerakkan otot-otot tubuh.

"Pelan, West. Pelan." West memperingati dirinya sendiri ketika berlatih menggerakkan lengan atas.

Pada kamar sepi dan satu anak berjuang demi kebebasan, West merasa bahwa sekarang tidak merasakan rasa sakit. Lebih tepatnya luka sayatan lengan atas dan telapak tangan itu telah hilang rasa sakit dan jejaknya.

"Bagaimana bisa obat perut bisa menyembuhkan?" Sekali lagi anak itu bertanya-tanya.

Yang dicari-cari tidak ketemu—West memikirkan pusing setelah gelang miliknya tidak bisa dinyalakan. Alice turut menghilang jejaknya.

"Kau kemana Alice? Aku butuh penjelasan darimu." West mengetuk lebih keras pada gelang canggih.

Karena ketukan keras, gelang pemberian pusat mengalami beberapa krisis eror, berakhir mati sendiri. Tersisa hitam pada layar kotak, seluruh permukaan.

"Kau bercanda kan? Ayolah!"

Tetap saja, bagaimana pun caranya, seribu kali dicoba berulang kali, alat itu tidak bisa beroperasi. Ditarik melepas, gelang ini tetap tidak bisa dijauhkan.

Dari yang awalnya takjub dan bahagia memakai karena pertama kali menggunakan barang berteknologi tinggi, mudah berubah menjadi kesialan bagi West Bromwich.

Pada jam berikutnya, perawat yang tadinya membantu memulihkan tenaga, datang bertanya, membawa beberapa kebutuhan—West tak paham maksud dibawanya alat-alat itu. "Nak?"

"Ya?" West merespon pertanyaan si perawat.

"Kamu baik-baik saja, nak? Sedang butuh apa? Saya ambilkan obat kalau masih pusing. Atau pereda nyeri?"

"Tidak. Terimakasih." West menolak tegas.

"Baiklah, beritahu saya nanti. Kalau sudah sembuh, bisa kembali ke kamar untuk beristirahat lebih." Perawat bergegas memutar arah.

Sebelum perawat tadi pergi terlalu jauh, West memusingkan pikiran sendiri, sekedar bertanya mengenai obat. Rasanya tak nyaman dan gundah apabila tidak menemukan jawaban, membuat West semakin bimbang penuh keraguan.

"Sebentar." 

Perawat menaikkan satu alis serta memutar tubuh, sekedar membantu mendengarkan pertanyaan dari anak laki-laki yang ditemui. Diiringi alat-alat yang dibawa, ikut diputarkan sampai ke sisi pinggangnya. 

"Apa saya boleh melihat obat tadi?" ucap West di atas kasur."

"Obat sakit perut?" perawat bertanya tak percaya, "maaf, kami tidak bisa memberikan kepadamu. Lebih baik kamu kembali ke kamar."

Perawat berpindah arah menuju arah lain lagi. Sementara itu, West melamun memperhatikan gerakan perawat untuk mengecek beberapa obat sekali lagi, sebelum akhirnya pergi menuju pintu cadangan. 

"Kalau kau tak mau, aku akan cari sendiri." West menjatuhkan diri dari atas kasur.

Luka-luka pada tubuhnya telah lenyap seluruh badan. Tidak ada perban yang mengekang anak itu. Ditinggalkan begitu saja pada kasur tadi. Jalan menunduk pelan-pelan, menuju area meja kerja para perawat. 

Satu obat mendarat pada tangan kanan--telah pulih sejak sayatan luka menghilang. 

Dibuka pada penutup itu, terlihat beberapa sisa butiran obat berbentuk bulat ada di dalam. Berpisah antar lainnya. Semua serba putih, seperti yang diterima West sebelumnya. Tidak ada kejanggalan selama meneliti.

Diputar pada area sisi-sisi permukaan luar kemasan, bola mata West seakan tidak bisa dikedipkan. "Tunggu," ucap West, "ini bukan obat sakit perut!"

Tulisan bercetak tebal menunjukkan "made from valcon" pada bagian paling bawah dan paling kecil ukuran tulisan, dibandingkan deskripsi yang tertera disana. West tidak bisa mempercayai bahwa kota ini memproduksi obat-obatan illegal yang dia tau.  

Baru saja anak laki-laki ingin lebih meneliti tentang obat tadi, langkah sepatu terdengar samar dari arah lain. West berlari yang dia bisa. Napas naik-turun membuatnya cepat-cepat meletakkan obat ke semula. Ketika selesai, West berjalan menuju kasur, berpura-pura mengibas sprei.

"Apa yang kamu lakukan disana, nak?" perawat menemukan anak laki-laki, menundukkan kepala.

"Membersihkan kasur." West menghentikan gerakan menyingkirkan kotoran.

"Cepat kembali ke kamarmu!" bentak perawat tiba-tiba.

West yang gagap bergerak, meraih gulungan bekas-bekas perban. Membawanya sampai ke dekat pintu utama, sebelum akhirnya West Bromwich lekas pergi dari tempat perawatan. Kepalanya sengaja digerakkan ke belakang sedikit, memastikan apakah perawat mengikutinya.

Secara pasti, dia sudah mengerti, bahwa sekarang bukan lagi tempat untuk bermain-main. Betapa sulitnya ketika pusat yang diperlihatkan sebagai kota ramah tamah atau pun kota yang memiliki citra baik di depan umum, tidak mau membocorkan rahasia-rahasia kepada kami, tentang apa yang sebenarnya pusat inginkan dari anak-anak remaja seperti West dan lainnya.

Kecurigaan selalu bertambah selama West tinggal dan menetap. Sejak dia terpaksa berpisah dari rumahnya, ibunya, warga-warga kota Greny, sekarang harus selalu berlatih dan berlatih bersama anak berambut puth dan lainnya. 

West terus melanjutkan perjalanan kecil, menuju kamarnya lagi. Sempat terhenti karena ulah Alice, hologram yang biasanya berbicara ketika ia selalu sendiri dibandingkan anak-anak lain.

Pada jalanan sepi dengan fasilitas-fasilitas yang berada, ia memandang depan. Tidak banyak menggunakan benda-benda selain yang ada di kamar pribadi. Sebelumnya, ia tetap sama. Teguh pendirian untuk tidak memakai barang milik orang lain, walaupun beberapa ada yang gratis untuk dipakai.

Pada pintu yang terbuka lebar untuknya, alice datang mengambang. "Selamat siang, West."

"Langsung intinya. Kau mau apa?"

"Saya baru saja mendapat pesan baru, untukmu West. Seseorang sedang menunggumu pada lantai lima. Bertemu dengannya, karena ia tidak suka menunggu lama."

"Begitu?"

"Benar, West."

"Kau jangan berbohong padaku, Alice! Atau kau akan ku matikan selamanya!" West menunjuk kepada Alice.

"Saya mengatakan sebenarnya, West."

"Oh ya? Seperti kau yang memberiku obat, huh?"

"Kamu sudah sehat, West. Berkat obat yang saya rekomendasi kepadamu. Benar, kan?"

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!