Halooo ini novel thriller perdanaku disini.
Selamat Membaca semuanya.
Dalam misi mengungkap pembunuh kakaknya, Marcella seorang polisi wanita harus dihadapkan pada kasus pembunuhan berantai dan pertemuannya dengan seorang pemuda bernama Ryan membuatnya menjadi sosok yang paling ia curigai. Dapatkah Marcella mengungkap siapa sebenarnya pembunh berantai tersebut? Benarkah Ryan adalah seorang pembunuh yang ia cari. Baca novel ini hingga akhir untuk menemukan jawabannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siskaindah Sari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24 - Penangkapan Ryan
"Kalian mau kemana?" Pak Bram dan Bandi menghalangi Marcella, Anto dan seorang rekan mereka yang lain yang menyerobot masuk ke rumah besar itu.
"Kami membawa surat penangkapan." Marcella menuju kelantai dua dimana ia pernah bertemu dengan Ryan dulu.
Saat melihat Marcella Ryan tahu ada yang tak baik yang akan terjadi padanya.
"Tuan Muda," ucap Paman Gu yang juga ada disana.
"Paman, mama dan papa akan tiba sore ini. Tolong hubungi pengacaraku. Dan Pak Bram. Jangan lengah sedikitpun."
Kedua kepercayaannya itu mengangguk. Saat itu Ryan lebih mencemaskan keselamatan kedua orang tuanya ketimbang dirinya.
"Kamu tak mengelak?" Marcella menantang Ryan. Pemuda itu masih terlihat tenang.
"Percuma berbicara denganmu yang tak pernah mendengarkan dan sok tahu."
"Diam, dan menurutlah." Kedua tangan Ryan pun diborgol. Lantas ketiga orang itu membawa Ryan turun.
"Tuan Muda ..." Nek Diyah tiba-tiba muncul dan menarik tangan Ryan.
"Nenek, tolong jangan halangi jalan kami," ucap Marcella.
"Kau ini gadis bodoh. Mengapa kau salah menangkap orang."
"Bawa saja dia." Ucap Marcella tak mengubrisnya.
Namun tiba-tiba Nek Diyah berucap.
"Kau tidak tahu akibat dari perbuatanmu ini."
Marcella hanya menoleh namun ia hanya diam tak merespon.
"Tuan Muda bukan pembunuhnya."
"Haruskah kami menggeledah seluruh rumah ini mencari bukti?" Tantangnya.
"Nenek, biarkan saja. Tolong jaga diri nenek dengan baik."
Nek Diyah masih berlari mengejar Ryan yang dimasukkan ke dalam mobil.
"Tuan Muda." Nek Diya terisak.
"Pak Bram, tolong jaga rumah dengan baik."
"Baik Tuan."
Di perjalanan Marcella yang kesal pun berusaha menekan Ryan.
"Huh, bagaimana bisa mereka begitu baik pada pembunuh sepertimu!" Ejek Marcella.
"Marcella, kita akan menginterogasinya nanti."
"Aku hanya tak tahan dengan para orang kaya yang selalu semena-mena dan menganggap mereka bisa membunuh untuk hiburan."
Ryan hanya diam. Ia melihat mobil Alex saat keluar dari rumahnya tadi. Ia mencemaskan keadaan rumah.
Dan sejam setelah Ryan dibawa Alex masih mengintai di rumah itu. Lantas dua buah mobil melintas masuk ke rumah itu. Alex bisa melihat sosok di dalam mobil itu. Ia mengepal tangannya lantas membuang puntung rokok yang ia hisap untuk merayakan kemenangannya.
"Akhirnya kau kembali." Ucapnya penuh amarah.
Lantas ia masuk ke mobilnya dan segera bergegas ke rumahnya.
Sementara Marcella memasukkan Ryan ke jeruji besi. Disana ia hanya duduk memikirkan rencana busuk Alex yang akan berada diluar kendalinya kini.
Marcella berdiri mengawasinya di luar penjara.
"Ini adalah tempat dimana kau semestinya mendekam sejak lama," ucap dingin.
"Kebencianmu kepadaku kelak akan membawamu pada penyesalan," ucap Ryan.
"Penyesalan? Aku menyesal karena pernah menyangka kau orang baik dulu.'
Ryan menatap gadis itu. "Kau mengenaliku Marcella?"
"Aku sudah melupakan adik kelas yang sering diceritakan oleh kakakku dulu."
"Benarkah?" Ryan berdiri dan menghampiri Marcella. "Kau tidak pernah bilang itu sebelumnya."
"Bilang apa?"
"Kau sangat kepoo terhadapku sejak dulu. Wajar kali ini kau mencari perhatianku."
"Apa? Kau gila! Dasar phsyco."
Marcella pun pergi karena dongkol, sementara Ryan hanya tertawa geli seakan lupa keadaannya sedang diujung tanduk.
"Kau masih selucu dulu Marcella," ucapnya pelan.
Marcella kembali ke mejanya untuk mengurus berkas interogasi. Saat dilihat wajahnya yang masam dan memerah Anto pun bertanya.
"Apa yang dia katakan sampai kau begitu kesal?"
"Tidak ada, aku menyesal pernah mengira dia orang baik dulu.'
"Jadi benar dulu kau menyukainya?"
"Apa kata siapa?"
"Sammy dulu pernah bercerita tentangmu dan Ryan. Saat aku melihat kau begitu membencinya aku bertanya apakah kau kesal cintamu tak berbalas?"
"Anto lelucon apa itu?"
"Marcella, kami tahu kau baru putus dengan Pak Alex." Bisik Anto.
"Ini kantor polisi atau rumah bergosip?"
"Tapi mengapa kau memutuskan orang sebaik itu?"
"Entahlah, aku tak juga mempercayainya Anto.”
"Pak Alex?"
Marcella mengangguk.
"Ayo kita harus menginterogasi orang itu."
"Pak Alex bilang ia ada urusan, maka besok baru bisa."
"Apa? Baiklah."
"Kau harus menahan dirimu Marcella."
"Kau tahu aku sudah lama menantikan hari ini."
"Aku paham, tetapi kita harus mengikuti SOP. Lagi pula dia berhak menunggu pengacaranya yang sedang berada di luar negeri."
"Sok sekali siapa sih?"
"Pengacara wanita cantik, terkenal, salah satu wanita yang menyukai Ryan sejak lama namun orang kaya itu menolaknya dan menganggapnya sahabat."
"Apa ia akan jadi korban selanjutnya?"
"Hei, kita masih dalam proses penyelidikan."
"Mengapa tak ada yang percaya dialah orang yang telah membunuh banyak orang dna menculikku."
"Semua butuh bukti yang jelas. Terdakwa berhak membela diri lagi pula bagaimana jika akan ada sesuatu yang membuktikan ia tak bersalah?"
"Entahlah. Aku hanya tak mau tertipu dengan wajah tampannya."
Anto tertawa setelahnya. "Jelas Pak Alex tampan, tetapi Ryan jauh lebih tampan. Meski saat melihatnya dari dekat mereka kadang terlihat memiliki kemiripan."
"Ahh, sudahlah. Tampan tapi The Misogynist untuk apa?"
"Benar juga."
"Dia tak segan membunuh kekasih, sahabat, dan kakakku."