angela jatuh cinta pada arsen, paman nya di usia ke empat belas tahun. hampir empat tahun memendam rasa akhirnya ailen mengungkapkan rasa sukanya dengan tanpa sengaja.
di terima, dan itu membuat ailen bahagia. empat bulan hubungan mereka ailen baru tahu jika arsen punya kekasih dan mengkhianati nya.
lebih tepatnya dia adalah seorang selingkuhan, dan itu membuat ailen kecewa hingga dia pergi. mengejar gelar lebih tinggi agar dapat membalas rasa sakit nya pada pria itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DnieY_ls, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
part 24
...happy reading...
Dua hari, kondisi ailen mulai membaik. Meski masih harus di infus karena gadis itu tak kunjung mau makan. Bunda naya sudah sering membujuknya tetapi ailen tetap menolak. Gadis kebanyakan melamun selama bangunnya, untuk bicara pun dia enggan.
"Sayang makan ya?" bunda naya menyodorkan satu suapan. Tetapi ailen menolak dengan menggelengkan kepalanya.
"Satu suapan aja ya sayang? Kamu belum makan apapun dari pagi" bujuk sang bunda, sedikit memaksa menyodorkan suapan itu ke depan mulut ailen.
Tetapi ailen malah mendorong tangannya dan memalingkan wajahnya. Bunda naya menghela napas, dia menyimpan kembali piring yang di bawanya.
"Kenapa sayang? Cerita sama bunda yuk. Jangan kayak gini" bunda naya meraih wajah putri nya agar menatapnya, mata putri nya tampak sayu.
Ailen kembali menggeleng, gadis itu melepaskan wajahnya dari tangan sang bunda dan menyingkir. Bunda naya yang tahu ailen butuh waktu sendiri pun memutuskan keluar.
Tak berselang lama setelah kepergian bundanya, kini zen yang datang menemui ailen. "Dek makan!" ucap zen menyodorkan suapan.
Ailen menggeleng, menolaknya dengan memalingkan wajah. Zen menghela napas pelan, "sekali aja dek coba, jangan bikin bunda khawatir sama lo" zen berusaha membujuk tapi ailen tetap menggeleng.
Membuat zen menghela napas panjang, dia meletakan piring yang di bawanya di nakas samping ranjang. "Lo kenapa? Cerita sama gue dek" pinta zen.
Tapi ailen masih diam, membisu seribu bahasa. "Dek, jangan kayak gini. Lo ada masalah apa cerita, jangan bikin bunda sama ayah panik dan khawatir dengan kondisi lo" ujar zen. Ailen masih saja menggeleng.
"Lo tahu dek? Bunda buat ini dari pagi buat lo. Dia rela relain bikin bubur kesukaan lo meski belum tahu lo bakal makan atau enggak!"
"Asal lo tahu dek, lo begini malah bikin yang lain khawatir. Lo diam gak bikin masalah selesai, kalau punya masalah ngomong! Kasian bunda tiap hari kepikiran lo mulu yang gak bisa di ajak ngomong, makan pun gak mau. Lo mau bunda lewat?"
"Abang!" ailen memekik tak terima, dia tak percaya abangnya akan berkata seperti itu.
"Makanya lo cerita, jangan cuma diam aja dari tadi" titah zen tegas.
Ailen mendongak, menatap dalam mata abu milik kakaknya. Dia tulus, ailen tahu. Meski caranya yang terbilang galak, zen juga menyayangi ailen.
Tangis ailen kembali pecah, dia menangis tersedu sedu. Mungkin kelihatannya ailen tak terlalu peduli pada arsen yang mengkhianati nya, tetapi pada kenyataan nya dia tersiksa. Rasa sakit itu selalu menghantuinya siang malam.
Meski semua poto, barang dan apapun yang berhubungan dengan pria itu sudah dia buang. Semuanya! Sampai dia menghapus nomor pria itu, membloknya dari sosial media tapi kejadian itu masih terbayang. Wajah pria itu masih terbayang bayang di benaknya dan ailen membencinya.
"B-ang, a-aku dan paman arsen. Kami berpacaran" ucap ailen terbata bata. Dari awal dia tahu kakaknya tak suka dengan pria itu, tetapi dia masih saja membantahnya.
Membulat, terkejut bukan main dengan ucapan ailen. Matanya memelotot nyalang, memerah menahan amarah yang mulai bergejolak.
"Apa yang sudah dia lakukan sama lo?" tanya zen terburu-buru.
"Dia- hiks, dia selingkuh bang. Dia selingkuhin aku dan tidur dengan perempuan lain, sekarang pacarnya sedang hamil anaknya. Aku gimana kak?" racau ailen dengan putus asa. Dadanya sesak, ingatan hari itu kembali menghampiri nya. Ailen membencinya, kenapa sesulit dan sesakit ini melupakan pria itu.
Tak bisa lagi menahan amarah, zen bangkit. Tangannya mengepal erat sampai urat uratnya terlihat, wajahnya kian memerah dan jakunnya naik turun. Dalam sekali tinjuan, vas yang berada di kamar itu pecah akibat pukulan tangan zen. Darah mulai bercucuran dari tangannya, dan dia tak peduli.
Ailen sontak menjerit keras, terkejut dengan apa yang di lakukan kakaknya. Gadis itu bangkit, mencoba meraih tangan zen yang kini di selimuti amarah. Semakin histeris dia kala melihat darah kental bercucuran dari tangan abangnya, dia mencoba meraih tangan besar itu tapi zen lebih dulu menepisnya.
Pria itu mundur perlahan, menjauhi ailen yang hanya bisa terdiam di tempat. Dia tatap nyalang adiknya, amarahnya kian menggebu. Tak ingin dia menyakiti gadis itu, tetapi ini sudah keterlaluan.
"Bukankah sudah ku bilang, jangan pernah dekat dengan dia! Kau buta atau tuli hah? Sedari dulu ku bilang jauhi dia, hentikan kekaguman mu itu tapi kau tak mendengarku. Kau malah melanggarku dan kau berhubungan dengan nya" suara berat itu terasa menyakitkan saat zen dengan tega menghunuskan tatapan tajam.
"Sekarang ku tanya, apa saja yang sudah kalian lakukan? Jawab ailen!" tekan zen.
Ailen menggeleng, tatapan memohon dia berikan. "Bang, aku moh-"
"JAWAB AILEN! APA YANG SUDAH KAU LAKUKAN DENGAN PRIA ITU. KAU TIDUR DENGANNYA?"
Sakit, air mata ailen kian turun saat mendengar bentakan kakaknya. Dia tahu zen sangat marah karena ulahnya, tapi ini sudah resikonya.
"JAWAB AILEN!" tekan zen sekali lagi dan ailen mengangguk.
Menangis kini gadis itu, dia mengangguk. Dia jujur, dia siap menghadapi kemarahan kakaknya akibat kejujurannya ini. Apa yang mau di buat? Semua sudah terjadi.
Tak bisa berkata kata, zen diam seribu bahasa. Tatapan tajam yang tadi dia layangkan kini berganti dengan tatapan tak percaya pun kecewa. Kakinya perlahan mundur, tak sanggup dia melihatnya. Rasa marah, sedih, kecewa membuatnya tak bisa bergerak. Apa yang harus dia lakukan pada adiknya kini? Dia tak sanggup melakukan apapun. Bahkan untuk bersuara pun rasanya dia tak bisa.
Zen keluar, dengan tangan terkepal dan rasa kecewa penuh. Berkali kali pria itu menarik napas lalu membuangnya, dadanya sungguh sesak. Kakinya begitu berat melangkah, tubuhnya lemas tak mampu berbuat apapun.
Bahunya yang tadi tegar, kini runtuh melunak dan bergetar. Zen berjongkok pelan, menunduk dan berulang kali dia tarik napas. Dengan dua jarinya, zen hapus air mata di pelupuk matanya. Dia kecewa, sungguh.
Ailen yang melihat kepergian kakaknya hanya bisa menangis. Dia sangat tahu zen kini sangat kecewa padanya dan dia harus menerima konsekuensinya.
...****************...
cuman kenapa sih ailennya gak terus terang jha m ortunya klo arsen tu orang yg bikin dia pergi jauh
pa ge arsen sikit" jual nama ortu ailen
bikin greget
seakan ailen gk tegas dari awal
please donk thor buat ortu ailen jadi garda terdepan buat ailen, biar arsen gak semena-mena