Berawal dari niat balas dendam kepada mantan tunangannya, membuat Indhi terjebak dalam pernikahan tanpa cinta dengan kakak angkatnya.
Tanpa di sangka, pernikahan tersebut justru memberinya kehidupan baru yang di penuhi oleh kasih. Ketulusan cinta dari sang kakak akhirnya membawa Indhi melabuhkan hatinya kepada pria yang 26 tahun terakhir telah menjadi kakaknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Astuty Nuraeni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Nukleus Amigdaloid
Perasaan yang terkait dengan cinta dan benci di hasilkan oleh Nukleus Amigdaloid yang berada di otak besar. Nukleus Amigdaloid juga bertanggung jawab untuk respon lawan dan perilaku agresif. Sebuah penjelasan yang sangat logis mengapa Ega menjadi lebih sensitif dan agresif, pria itu sedang jatuh cinta.
"Apa kakak mau menemani aku tidur?" tanya Indhi membuat Ega tercengang.
"Kak," ucapnya lagi karena sang suami tak kunjung merespon.
"Me-menemani tidur, di sini maksudnya," Ega menunjuk tempat tidur tepat dimana istrinya sedang berbaring, sementara itu Indhi hanya mengangguk membuat Ega berkeringat dingin. Sejuta kekhawatiran sedang ia rasakan, bagaimana kalau nanti ia tak bisa menahan hasratnya, bagaimana kalau tiba-tiba ia menyerang Indhi?
"Ya sudah kalau kakak keberatan,"
"Tidak, aku akan menemanimu," jawab Ega dengan cepat, pria itu segera memposisikan tubuhnya dengan berbaring di sebelah istrinya, tanpa ia duga-duga Indhi memeluknya membuat tubuhnya menegang, pria itu menelan ludahnya berkali-kali, ia berusaha menekan hormon yang mulai meletup-letup di ujung kepalanya.
Setelah kosplay menjadi patung, Ega akhirnya bisa bernafas lega saat mendengar dengkuran halus dari mulut istrinya, pria itu mulai mengatur nafasnya, setelah merasa tenang, ia merubah posisi tidurnya tanpa melepaskan tangan kecil yang melingkar di perutnya, Ega memiringkan tubuhnya menghadap Indhi, tangan kirinya membenahi beberapa helai rambut yang menutup wajah istrinya, tak lupa ia juga kembali memeriksa suhu tubuhnya.
"Masih sedikit demam," gumamnya pelan, ia lalu memindahkan kepala Indhi dan menjadikan lengannya sebagai bantal.
"Sweet dream sayang," ucapnya lagi setelah mengecup kening istrinya, setelah itu ia memejamkan matanya dan siap menyusul sang istri ke alam mimpi.
****
Saat berpelukan, hormon Serotonin atau dikenal juga dengan istilah hormon bahagia akan meningkat. Saling memeluk ketika tidur juga membuat tidur menjadi lebih nyenyak, seperti sepasang suami istri yang masih enggan untuk mengakhiri mimpi panjang mereka meski beberapa kali terdengar suara ketukan pintu, bunyi alarm yang menggelegar di dalam kamarpun tak mereka hiraukan.
"Ega, Indhi, apa kalian tidak bekerja? teriak bu Tika dari balik pintu kamar Indhi. Wanita itu terpaksa membangunkan keduanya, karena tak biasanya mereka bangun telat, bu Tika sudah menunggu sekitar 10 menit di ruang makan, namun tak ada satupun di antara mereka yang turun, akhirnya wanita itu memutuskan untuk membangunkannya.
"Apa mereka kelelahan? Sepertinya sebentar lagi aku akan menimang cucu," bu Tika terkekeh sambil membayangkan seorang bayi hadir di rumah itu, alangkah bahagianya jika ia bisa segera memiliki cucu, hari-harinya yang sepi pasti akan menjadi lebih berwarna. Di tengah khayalannya itu bu Tika kembali ingat jika kedatangannya adalah untuk membangunkan pengantin baru itu.
"Indhi, ini sudah siang, nanti kalian telat," bu Tika kembali mengetuk pintu itu, kali ini ia mengetuk lebih keras lagi.
Di dalam kamar, Ega mulai membuka matanya, pria itu melepaskan pelukan istrinya dengan hati-hati, tak lupa sebuah kecupan mendarat di kening istrinya sebelum ia beranjak dari tempat tidurnya.
Ega berjalan menuju pintu karena ia masih mendengar suara ketukan pintu.
"Ibu," ucap Ega setelah ia membuka pintu dan mendapati ibunya berdiri di depan kamar mereka.
"Jam berapa ini, kalian tidak bekerja?"
Ega menoleh ke sisi lain tepat di mana jam dinding tergantung, pukul tujuh lewat tiga puluh menit, pria itu begitu terkejut, seharusnya mereka sudah berada di rumah sakit sekarang.
"Astaga, Ega kesiangan, terima kasih bu, Ega mau mandi dulu," tanpa menutup pintu pria itu bergegas ke kamar mandi. "Ibu, tolong bangunkan Indhi," teriak Ega sebelum pria itu masuk ke dalam kamar mandi.
Setengah ragu bu Tika masuk ke dalam kamar anaknya, ia bisa melihat Indhi masih terlelap di atas tempat tidur, sudah lama sekali ia tak melihat putrinya tidur sepulas itu. Semenjak kepergian Zean, putrinya memilih menyibukkan diri dengan belajar dan bekerja, bahkan untuk bisa tidur gadis itu memerlukan bantuan obat, namun pagi ini bu Tika merasa lega, ia tak mendapati lagi obat tidur di atas nakas putrinya.
"Indhi, bangun nak, sudah siang!" bu Tika menepuk lengan putrinya beberapa kali, namun gadis itu masih enggan membuka matanya.
Bu Tika meraih remot AC dan mematikan pendingin ruangan, ia juga membuka gorden dan membiarkan cahaya matahari masuk ke dalam kamar anaknya. Menurut penelitian yang dipublikasikan pada 2019 di jurnal Somnologie menunjukkan, cahaya matahari pada pagi hari dapat membantu menekan Melatonin, yaitu hormon yang membantu untuk tidur. Dan benar saja, gadis itu mulai terusik, perlahan ia membuka mata dan terkejut melihat keberadaan ibunya.
"Ibu," ucapnya dengan suara serak.
"Ega menyuruh ibu membangunkanmu, kalian kesiangan, memangnya semalam kalian begadang?" tanya bu Tika sambil menahan senyumnya.
"Semalam Indhi demam, kak Ega merawat Indhi semalaman," jawab Indhi jujur.
"Demam?" bu Tika reflek menempelkan punggung tangannya di kening Indhi, wanita yang tak lagi muda itu bernafas lega karena suhu tubuh putrinya sudah normal.
"Syukurlah sudah normal," imbuhnya lagi dengan wajah lega. "Ini sudah siang, kamu nggak kerja?"
"Indhi masuk malam bu. Oh ya, kak Ega mana?"
"Ega sedang mandi,"
"Sayang, tolong ambilkan bajuku di lemari," teriak Ega dari dalam kamar mandi, panggilan sayang yang Ega lontarkan berhasil membuat Indhi dan bu Tika terkejut.
"Layani suamimu, ibu akan menyiapkan sarapan," bu Tika keluar dari kamar itu dengan wajah berseri, ia tak menyangka jika mereka bisa secepat itu beradaptasi dengan status mereka sekarang.
"Ibu sudah pergi kak, pilih bajunya sendiri, Indhi bingung," seru Indhi, sebenarnya bukan bingung memilih baju, hanya saja saat membuka lemari hal pertama yang ia lihat adalah celana da*lam milik suaminya.
"Sepertinya aku salah membuka lemari,"
Tak lama Ega keluar dari kamar mandi hanya dengan handuk yang melilit di pinggangnya, ia segera menghampiri istrinya yang masih mematung di depan lemari.
"Apa yang kamu lihat?" tanya Ega penasaran, ia mengikuti arah pandang sang istri.
"Apa celana da*lamku sangat menarik?" tanya Ega seraya meraih kain yang sedang di tatap istrinya.
"Eh, itu, anu.." gadis itu tiba-tiba menjadi gagap. Belum lagi hilang malunya karena tertangkap basah sedang menatap celana da*lam milik sang suami, gadis itu kembali terkejut melihat Ega memakai ****** ***** tepat di depan matanya, sekilas ia dapat melihat sesuatu yang mengkerut di balik handuk yang sengaja Ega lepas.
"Kenapa, kau ingin menyentuhnya?" goda Ega seraya menatap istrinya.
"Ti-tidak," elak Indhi, namun ucapan dan tindakannya tidaklah senada, meski ia mengatakan tidak namun matanya masih mendelik menatap sesuatu yang sudah terbungkus kain berwarna abu-abu.
"Lain kali ya, lebih baik kamu juga bersiap karena kita sudah terlambat,"
"Aku masuk malam kak,"
"Oh,"
Tanpa rasa malu sedikitpun Ega memakai baju di hadapan istrinya, bukan mesyum, hanya saja Ega ingin melihat reaksi Indhi saat melihatnya berpakaian, persis seperti dugaannya, meskipun Indhi mengatakan masih belum siap untuk bercinta, namun tak bisa di pungkiri jika gadis itu sudah dewasa dan tergoda dengan proporsi tubuhnya.
"Aku berangkat ya, jangan lupa sarapan," pamit Ega, pria itu mengecup kening istrinya, karena merasa tidak puas sebuah kecupan kembali mendarat namum tak lagi di kening melainkan di bibir istrinya.
"Hati-hati," ucap Indhi pelan, gadis itu masih terpaku di tempatnya, mulai hari ini ia harus membiasakan diri jika Ega tiba-tiba menciumnya.
BERSAMBUNG...