NovelToon NovelToon
Hidupku Seperti Dongeng

Hidupku Seperti Dongeng

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Beda Usia / Teen School/College / Mengubah Takdir / Persahabatan / Kutukan
Popularitas:699
Nilai: 5
Nama Author: Umi Nurhuda

Kisah berawal dari gadis bernama Inara Nuha kelas 10 SMA yang memiliki kutukan tidak bisa berteman dengan siapapun karena dia memiliki jarum tajam di dalam hatinya yang akan menusuk siapapun yang mau berteman dengannya.

Kutukan itu ada kaitannya dengan masa lalu ayahnya. Sehingga, kisah ayahnya juga akan ada di kisah "hidupku seperti dongeng."

Kemudian, dia bertemu dengan seorang mahasiswa yang banyak menyimpan teka-tekinya di dalam kehidupannya. Mahasiswa itu juga memiliki masa lalu kelam yang kisahnya juga seperti dongeng. Kehadirannya banyak memberikan perubahan pada diri Inara Nuha.

Inara Nuha juga bertemu dengan empat gadis yang hidupnya juga seperti dongeng. Mereka akhirnya menjalin persahabatan.

Perjalanan hidup Inara Nuha tidak bisa indah sebab kutukan yang dia bawa. Meski begitu, dia punya tekad dan keteguhan hati supaya hidupnya bisa berakhir bahagia.

Inara Nuha akan berjumpa dengan banyak karakter di kisah ini untuk membantu menumbuhkan karakter bagi Nuha sendiri.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Umi Nurhuda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 23 Hidupku Seperti Dongeng

"Naru, berhenti dulu," pinta Nuha.

Mata Nuha yang seperti galaksi itu melihat seorang anak kecil yang kedua tangannya keluar dari celah pagar, seolah ingin meraih sesuatu.

"Boo waa... Boo waa..."

Tidak ada seorang pun di sana. Jarak antara pagar dan gedung panti terlihat sangat jauh karena ada halaman dan jalan kecil yang memisahkannya.

"Nuha, ada apa? Kok bengong?" tanya Naru.

Nuha masih menatap anak kecil tersebut. Setelah melihat sekeliling, dia berniat turun untuk menghampirinya. Ternyata, ada sebuah bola jatuh ke selokan yang dalam.

"Naru, bolanya jatuh," kata Nuha.

"Kamu mau mengambilkannya? Bisa gak?" tanya Naru sambil berjalan mendekat.

"Tapi selokannya dalam. Tanganku gak nyampe. Aku akan turun untuk mengambilnya."

"Eh, tunggu dulu!" cegah Naru. Tapi, bukannya Nuha meminta tolong Naru untuk mengambilkannya, gadis itu langsung masuk ke dalam selokan tanpa ancang-ancang. Sepatunya pun terkena lumpur. Bola itu berhasil dia ambil dan memberikannya kepada Naru.

"Naru, bantu aku naik," pinta Nuha.

"Kamu ini, ada aku disini kok malah main nyemplung aja," sindir Naru merasa pasrah.

"Hehe..."

Tak lama kemudian, Ibu asuh dari panti itu berlari menghampiri anak kecil tersebut. Betapa cemasnya beliau melihat anak asuhnya bermain-main sendiri tanpa sepengetahuan siapapun.

"Natasha, kenapa kamu sampai di sini, nak? Ibu dan yang lainnya sampai bingung mencarimu. Ayo, masuk," kata Ibu asuh seraya menarik tangan anak kecil itu.

"Boo waa... boo waa... Ibu... Boo waa... haaa... huwaa... huu waa... haaa..." Anak kecil itu menangis.

"Lhoh kok malah nangis, kenapa?" Ibu asuh jadi bingung. Lalu, Naru memanggilnya dari luar pagar. "Maaf!" panggilnya. "Ini bola anak kecil itu tadi jatuh ke selokan," lanjutnya.

"Ooh... Kamu habis main bola terus bolanya sampai jatuh ke sini? Natasha, makanya kalau main jangan di luar panti yaa, kan bahaya," kata Ibu asuh kepada Natasha sambil menerima bola tersebut.

"Makasih ya, nak," ucapnya.

Setelah itu, Naru menarik tangan Nuha untuk membantunya naik. Ibu asuh yang melihatnya heran, sampai ada yang rela masuk ke dalam selokan untuk mengambil bola. Dia takjub akan keberanian gadis tersebut.

"Kamu gak apa-apa, Nuha?" tanya Naru.

"Iya."

Ibu asuh itu berkata, "Sebaiknya kamu bersihkan dulu kaki kamu. Saya akan meminta pak satpam untuk membukakan pintu, dan kalian boleh masuk ke dalam."

Nuha dan Naru dipersilakan masuk. Melewati pintu utama, Nuha dan Naru diajak masuk ke dalam sebuah ruangan.

"Saya antar Natasha dulu ya ke dalam," ucap ibu asuh itu, tapi ternyata Natasha menggelengkan kepala. "Gak mauu," katanya.

"Kenapa Natasha? Kamu main dulu sama teman-teman kamu. Ibu mau bantu kakak-kakak ini dulu. Yah, anak pintar."

Natasha tetap menggeleng. Di samping itu, Nuha dan Naru masih berdiam diri di tempatnya. Nuha mulai merasa gatal di kaki. Mereka berdua saling tatap karena bingung.

"Kakaa sini.." ucap Natasha. Dia menarik tangan Nuha dan membawanya ke kamar mandi.

Melihat gadis kecil itu membantunya, Nuha jadi merasa cemas. Dia khawatir interaksinya bisa menyakiti hati gadis kecil tersebut. Akhirnya, Nuha juga mengajak Naru masuk ke dalam kamar mandi.

Setelah selesai dan belum sempat memakai alas kaki, Natasha kembali menarik tangan Nuha dan mengajaknya masuk ke dalam. "Kakaa, ayo.."

Nuha melihat-lihat suasana panti yang penuh dengan anak-anak. Naru mengikutinya di belakang.

Anak-anak kecil yang tidak memiliki ikatan darah dan berasal dari tempat-tempat yang berbeda. Mereka riang gembira sambil bermain bersama-sama.

Namun, perasaan Nuha terasa aneh. Meski dia melihat kebahagiaan itu, dia melihat bayang-bayang di setiap anak-anak itu. Bayangan masa lalu yang memperlihatkan latar belakang mereka yang menyedihkan.

Ketika Natasha menarik tangan Nuha, perasaan aneh semakin kuat. Nuha merasakan kilasan-kilasan bayangan masa lalu anak-anak itu, membuat hatinya semakin berat. Perasaan takut yang tak bisa dijelaskan menguasainya, membuat langkahnya semakin berat.

"Ayo kakaa, ayoo.." Natasha terus menggandeng tangan Nuha dan mengajaknya berkeliling. Sedangkan, Nuha mulai tidak kuasa untuk melangkah lagi.

Dia menoleh ke arah Naru dan berkata, "Naru, aku takut.." Ketakutan itu terlihat di matanya yang bergetar.

Segera Naru menghentikan perjalanan mereka. "Nuha, ada apa?"

"Naru, kita pulang aja ya," pinta Nuha.

"Baiklah, ayo kita pulang."

Tapi, Natasha mencegahnya. "Gak bolee.. Kakaa, ayoo.. ayo kakaa, ayoo.." Natasha semakin erat menarik tangan Nuha.

Nuha mulai memberikan penolakan. Tubuhnya gemetaran merasakan aura yang semakin menyeruak ke dalam perasaannya. Nuha menarik tubuhnya mundur sementara Natasha terus menarik tangannya maju.

"Naruu.." Nuha memberikan isyarat dengan menggeleng-gelengkan kepala, matanya memohon bantuan.

Akhirnya Naru mendekati gadis kecil itu dan berkata, "Maaf ya, Natasha. Kakak mau pulang dulu. Besok kita bisa main lagi."

"Gak mauu.. ayo kakaa.." Natasha memaksa, suaranya terdengar putus asa dan mulai berlinang air mata.

Nuha sudah tidak bisa mengendalikan perasaannya, matanya diselimuti bayang-bayang kelam dan dia hampir terjebak ke dalam alam bawah sadarnya. Ketakutan dan kekhawatiran membanjiri pikirannya, membuatnya sulit bernapas.

Sebuah nada harmonika pun mengalun, langsung memecah ketidaksadaran Nuha. Cukup melengking dan hanya sebentar saja.

Seorang pemuda menghampiri Natasha seraya menekuk lututnya."Natasha, biarkan kakak itu pulang dulu, ya?" kata pemuda itu dengan lembut.

"Um, iya." Natasha langsung patuh. Gadis kecil itu segera berlari menghampiri teman-temannya yang lain.

Pemuda harmonika itu melihat seragam Nuha dan Naru. Atribut seragam mereka sama dengan miliknya. "Pulanglah, kalian," pintanya tanpa intonasi, tatapannya dingin namun penuh makna.

Nuha menunduk, tubuhnya masih gemetaran, dan Naru terus memegangi pundaknya dengan erat. Sejenak, Naru menatap serius ke arah pemuda tersebut. Dalam hatinya dia bertanya-tanya, "Bagaimana bisa hanya dengan suara harmonika, gadis kecil itu langsung patuh? Dan Nuha..." dia melihat ke arah kekasihnya yang masih terlihat bingung dan lelah.

"Pacar kamu ya?!" Seorang pemuda lain muncul, langsung mengagetkan suasana. Tapi, ketiga dari mereka tidak merasa kaget sedikit pun. "Nggak apa-apa, dia udah nggak apa-apa kok," sahutnya dengan senyum tipis.

Dua pemuda kembar itu semakin membuat Naru bertanya-tanya. Rasa penasaran bukan hanya terasa tidak cukup, melainkan berubah menjadi kewaspadaan. Naru berlalu tanpa pamit.

"Eh, tunggu." Cegah salah satu pemuda itu. "Kenalan dulu, Gue Raffy. Dan yang membawa harmonika itu Rafly."

Kemudian dia melihat atribut sekolah yang tertempel di saku seragam Nuha. "Sepertinya kita satu sekolah. Gue dari 11A Bahasa. Gue Ketua OSIS di SMA Samudera Pelita," ucapnya dengan penuh ekspresi. Ada tawa-tawa kecil setiap dia berkata.

Naru menjabat tangan Raffy dan membalasnya, "Iya, salam kenal. Gue Rui. Maaf, kami harus segera pulang."

"Baiklah. Hati-hati ya.. haha.." Balas Raffy dengan tawa yang menyimpan teka-teki. Pemuda itu sangat aktif dan ramah sekali, kontras dengan Rafly yang tetap diam. Terlihat sangat dingin dan misterius.

"Kita pulang aku belikan sandal dulu ya, Nuha. Sepatu kotormu biar ditaruh di kranjang sepeda." Kata Naru.

"Gak usah Naru, kita langsung pulang aja."

1
Tara
we can not 😂predict the future..buat we can always try 🤔🫢
Tara
pemalu kah or nanti disangka sombong lagi🤔
Miu Nurhuda: Gimana kak menurutmu sifat Nuha itu?
total 1 replies
Miu Nurhuda
hope so...
masih panjang kak perjalanannya ✍✍
Tara
smoga happy ending
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!