Arthazia sangat membenci Arslan, lelaki yang menjadi suaminya selama lebih dari tiga tahun belakangan. Segala cara dia lakukan agar bisa terbebas dari lelaki tak berperasaan itu, termasuk bekerja sama dengan musuh Arslan, hingga akhirnya surat cerai pun berhasil Arthazia dapatkan. Tapi siapa sangka, langkah itu justru membuat Arthazia berada dalam bahaya.
Saat semua telah berada di ujung tanduk, satu-satunya sosok yang datang untuk menyelamatkan Arthazia justru Arslan. Lelaki itu bahkan rela berkorban nyawa untuk sang mantan istri. Setelahnya, kebenaran akan perasaan Arslan untuk Arthazia pun terungkap. Arthazia sungguh menyesal karena tak pernah memahami bahasa cinta yang Arslan tunjukkan padanya selama ini.
Namun, saat Arthazia merasa tak mampu melanjutkan hidupnya lagi, tiba-tiba waktu kembali ke masa Arthazia belum bercerai. Lalu akankah kali ini semuanya menjadi berbeda?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tiwie Sizo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Duduklah di Sini Bersamaku
Arthazia menutup kedua telingannya serapat mungkin dengan kedua tangan yang bergetar hebat. Dia tak tahu siapa yang tertembak di antara Arslan dan Logan, tetapi yang jelas situasi saat ini benar-benar sangat buruk.
Satu tembakan kembali terdengar. Entah siapa kali ini yang menembak dan ditembak. Arthazia sebenarnya tak terlalu memikirkan nasibnya sendiri, yang dia pikirkan adalah nasib Arslan. Tak sanggup rasanya dia membayangkan seperti apa keadaan mantan suaminya itu saat ini.
Suasana menjadi hening selama beberapa saat. Arthazia bisa merasakan seseorang melangkah ke arah tempatnya bersembunyi. Tak ada jaminan jika orang tersebut adalah Arslan, bisa jadi itu adalah Logan. Menyadari fakta tersebut, Arthazia hanya bisa menutup matanya dengan perasaan tegang tak terkira.
"Mari kita pergi dari sini." Suara Arslan terdengar di telinga Arthazia.
Sontak Arthazia langsung mendongak sembari membuka matanya. Air matanya merebak seketika tatkala ia melihat Arslan mengulurkan tangan padanya.
"Ayo," ajak Arslan sekali lagi.
Arthazia mengangguk dan cepat-cepat menyeka sudut matanya yang basah, lalu menyambut uluran tangan Arslan.
"Arslan, kamu terluka?" tanya Arthazia sembari membeliakkan matanya saat ia menyadari jika lengan bagian atas Arslan tampak berdarah.
"Tidak apa-apa," sahut Arslan. "Kita harus segera pergi dari tempat ini."
Arthazia tak mengatakan apapun lagi meski perasaannya masih dipenuhi dengan kekhawatiran. Dia pun mengikuti langkah Arslan. Sekali lagi perempuan itu terkejut saat melihat Logan yang tergeletak dengan luka tembak di bagian dada dan kepala, serta tubuh bersimbah darah.
"Jangan dilihat. Tutup saja matamu," pinta Arslan sembari menutup kedua mata Arthazia dengan salah satu telapak tangannya.
Arthazia tak membantah. Dia menutup matanya kembali dan melangkah dibimbing oleh Arslan. Perasaan ngeri itu kembali memenuhi dirinya dan membuat tubuhnya kembali gemetar, tetapi keberadaan Arslan seperti mampu meredakan itu semua.
"Apa Logan mati?" Sekuat tenaga Arthazia menahan diri untuk tak bertanya, tetapi pertanyaan itu tetap keluar juga dari mulutnya.
"Tidak usah dipikirkan," sahut Arslan.
Arthazia tak bertanya lagi meski jawaban Arslan tak menjawab rasa ingin tahunya sama sekali.
"Ah, sial!" Arslan menggerutu saat mereka telah berada di luar vila. Pasalnya, mobil yang digunakan Arslan datang ke tempat itu kini kondisinya sangat buruk. Kacanya pecah dan semua bannya kempes. Pasti Logan yang telah membuatnya menjadi seperti itu.
"Anak buah Logan yang lain pasti akan segera datang kemari karena tadi Logan sempat menghubungi mereka. Kita harus meninggalkan tempat ini dan bersembunyi sampai Juan datang menjemput," ujar Arslan.
Arthazia hanya mengangguk. Mereka lalu bergegas meninggalkan tempat itu dan berjalan melalui jalan hutan. Arslan sengaja tak mengajak Arthazia menempuh jalan utama karena bisa saja berpapasan dengan anak buah Logan.
"Arslan, lukamu terus mengeluarkan darah," ujar Arthazia saat melihat noda darah di lengan kemeja Arslan tampak semakin banyak dan pekat.
"Tidak apa-apa," sahut Arslan tanpa menghentikan langkahnya. "Kita harus bergegas dan menemukan tempat bersembunyi yang aman."
"Tunggu sebentar!" Arthazia menahan lengan Arslan, lalu merobek ujung gaunnya yang lusuh. Dia kemudian mengikat robekan gaun tersebut di lengan Arslan yang terluka, seerat mungkin.
Arslan terdiam sejenak dan menatap ikatan di lengannya itu, sebelum kemudian tatapannya beralih ke arah Arthazia.
"Ayo, jangan sampai anak buah Logan menemukan kita. Peluru di senjataku hanya tinggal satu butir lagi." Arslan kembali menuntun Arthazia.
Sebenarnya Arthazia merasa sangat lemas dan tak sanggup lagi berjalan, tetapi dia terus memaksakan diri. Kakinya sudah bergetar sangat hebat, bahkan sejak awal.
"Arslan, bisakah kita beristirahat dulu?" tanya Arthazia dengan napas terengah.
Arslan menoleh. Wajah lelaki itu juga terlihat lelah. Arthazia cukup terkejut melihat Arslan yang tampak pucat.
"Kita berjalan sedikit lagi. Sepertinya aku mendengar ada suara gemercik air. Pasti di depan ada sungai." Arslan menyahut.
Arthazia mengangguk dan menyeret langkahnya kembali. Perhatiannya sedikit teralihkan melihat darah di lengan Arslan yang tampak mengalir semakin deras meski luka tembaknya sudah diikat kuat, bahkan sampai menetes di ujung jari lelaki itu. Terlihat cukup janggal.
"Kita beristirahat di sini," ujar Arslan kemudian. Benar yang lelaki itu katakan, ada sungai kecil mengalir di hadapan mereka saat ini. Airnya tampak dangkal, tetapi sangat jernih.
Arslan membantu Arthazia duduk bersandar di sebuah batu besar. Lelaki itu lalu memetik daun yang cukup lebar dan mencucinya di sungai, lalu melipat dan mengunakan daun tersebut untuk mengambil air.
"Minumlah dulu," ujar Arslan pada Arthazia.
Arhazia langsung meneguk air tersebut hingga tandas. Dia memang sangat haus bahkan sejak di vila tadi.
"Kamu tunggu di sini. Aku akan melihat di dekat sini apakah ada buah liar yang bisa dimakan."
"Tidak." Arthazia menahan lengan Arslan dan menggeleng. "Cukup, Arslan. Aku tidak lapar. Duduklah di sini bersamaku."
Arslan terdiam sejenak.
"Kamu juga sedang tidak baik-baik saja. Kamu terluka," ujar Arthazia lagi dengan suara serak dan bergetar karena menahan tangis. Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, dia ingin Arslan tak pergi dari sisinya.
Bersambung ....
aku tunggu erik & shelin kak. 🙏🙏🙏🙏