[Note : Update jika Author tidak sibuk]
Seorang siswa bernama Ash Kisaragi mendapati dirinya terpanggil ke dunia lain bersama teman sekelasnya. Kala itu mereka bertemu dengan seorang Dewi dan mendapatkan sebuah skill sesuai dengan yang mereka inginkan sebagai bekal ke dunia lain. Namun, berbeda dengan teman sekelasnya Ash mengambil semua skill yang tidak masuk dalam kategori skill petarung.
Setelah perpindahan dunia, Ash langsung pergi meninggalkan teman satu kelasnya. Ternyata ini bukan kali pertama Ash dipanggil ke dunia lain, ia tak ingin menjadi seorang pahlawan dan ingin hidup santai.
Kisah Pahlawan Yang Pernah Mengalahkan Raja Iblis Dan Dipanggil Kembali Untuk Menjadi Pahlawan Sekali Lagi. Namun Dia Menolak Dan Ingin Hidup Bebas Dimulai!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Katsumi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 22 : Sang Pahlawan
Di bagian utara kota muncul sebuah laser berwarna putih yang melenyapkan lautan monster, namun ada satu sosok yang berhasil bertahan dengan mengorbankan satu sayap besar miliknya. Naga hitam, sosok bos monster yang memimpin stampede.
Ash memuntahkan darah akibat memaksakan dirinya memakai sihir tingkat ultimate, bahkan gabungan energi sihir dari lima batu sihir monster rank-A tak dapat memenuhi kekurangan dari energi sihir yang dibutuhkan. Magic Crystal di tangan Ash telah retak dan hancur berkeping-keping akibat kehilangan energi sihirnya.
Pandangan Ash mulai kabur, wajahnya memucat, dengan tubuh yang sempoyongan dia masih berdiri. Ia menoleh ke belakang, ke arah Risa yang duduk di belakangnya.
"Sunohara-san..." panggil Ash lirih.
Risa tak bisa mendengarnya jelas tapi ia tahu kalau Ash memanggil dirinya.
"Pedang... berikan pedangmu padaku," lanjut Ash.
Hanya berbekal melihat gerakan mulut Ash, Risa tahu apa yang disampaikan padanya. Ia berjalan mendekati Ash dan memberikan pedang miliknya.
"Apa kau baik-baik saja?" Risa bertanya saat memberikan pedang miliknya.
"Jika kau pikir aku baik-baik saja setelah melihat kondisiku, sepertinya kau perlu memeriksa matamu," balas Ash sembari menerima pedang itu.
Risa tak bisa membalas perkataan Ash, ia hanya diam menatap mata Ash dengan rasa khawatir.
"Hmm? Ada apa? Apa jangan-jangan kau khawatir padaku?" Ash melihat Risa dengan heran, karena selama ini Risa selalu marah-marah dan kesal pada dirinya.
Risa sedikit tersentak, tampak wajahnya merah padam, "A- apa yang kau katakan da- dasar bodoh!"
Ash mengangkat tangannya, ia mengelus pelan rambut Risa. "Tenang saja, aku masih sanggup bertarung," ucap Ash dengan senyum, lalu ia berjalan maju ke depan mendekati Naga hitam tersebut.
Meminuk beberapa botol ramuan energi dan mana, Ash mulai berlari menuju ke arah Naga yang masih terlihat kesakitan akibat menahan serangan sebelumnya.
"Enchant Sword : Wind Magic - Sword Strom Vortex!"
Memasukan sihir ke dalam pedang, Ash menciptakan pedang yang diselimuti oleh pusaran angin yang sangat kencang hingga bisa mengoyak apapun yang terkena oleh angin itu.
Berlari dengan cepat lalu melompat dan sembari melakukan tebasan secara vertikal. Tebasan itu berhasil memotong tangan kanan Naga tersebut hingga membuatnya menggeram kuat karena merasakan sakit.
Membuka mulutnya lebar-lebar, tampak energi sihir mulai terkumpul di depat moncong Naga tersebut. Sebuah tembakan bola sihir berwarna ungu melesat ke arah Ash.
Tak menghindari bola sihir itu, Ash terus menerjang maju dan memotong tembakan Naga itu layaknya kertas. "Maaf tapi aku tak mau berlama-lama lagi, matilah!"
-Slash!
Satu tebasan yang tepat di arah leher menyelesaikan pertarungan itu.
"Dengan ini... ber... akhir..." Ash terjatuh karena kehabisan tenaga, ia kehilangan kesadarannya akibat terlalu memaksakan tubuhnya.
Memakai sihir tingkat atas serta lanjut bertarung membuat sekujur tubuhnya mengalami nyeri dan inti mana di dalam tubuhnya terasa kacau balau.
"Apakah semuanya sudah berakhir?" orang-orang tak percaya dengan apa yang dilihat oleh mereka.
Hanya dengan kedatangan satu orang keadaan langsung berbalik seolah itu hanyalah masalah kecil.
Semua orang bersorak penuh kegembiraan karena stampede telah berakhir, saat itu Risa langsung lari menuju ke tempat Ash berada.
"Oi!" serunya mencoba memanggil Ash yang terkapar di tanah dekat dengan mayat naga hitam.
Tak mendapat jawaban apapun membuat Risa khawatir, saat sampai ia melihat Ash menutup matanya namun ia masih bernafas. Risa mengangkat tubuh Ash dengan hati-hati, ia berjalan secara perlahan menuju ke kota, untungnya para petualang langsung menghampirinya dan dengan senang hati untuk menggendong Ash.
"Dia benar-benar hebat! Sepertinya saat mendaftar di guild dia sengaja melemahkan kekuatannya," ucap petualang yang sedang menggendong Ash dengan antusias.
"Ya..." saut Risa.
Sampai di gerbang kota mereka disambut dengan penuh sorakan dan senyum gembira dari para warga kota, petualang dan kesatria yang berjaga di garis belakang.
"Risa!" para gadis langsung menghampirinya dengan penuh rasa khawatir. Saat itu mereka melihat Ash yang tak sadarkan diri, "Apa yang terjadi?"
"Sepertinya dia kelelahan ... mungkin," jawab Risa kurang yakin.
"Yah, kita pulang dulu dan biarkan dia istirahat," ucap Azusa dengan tenang, "Biarkan kesatria dan petualang yang mengurus sisanya," lanjutnya.
Yang lain mengangguk menandakan kalau mereka setuju dengan ucapan Azusa.
Petualang yang mengankat Ash juga ikut menghantarkannya sampai di toko, ia melihat toko itu dengan wajah bingung. "Ini toko apa?" tanyanya.
"Apa kau tak ingat apa yang kami lakukan di guild sebelumnya?" balas Risa.
"Ah, jadi ini toko yang kalian maksud? Tempat dimana potion-potion itu dijual?" ucap Petualang itu.
"Iya, terus kami juga menjual alat serba guna serta senjata," ucap Luna dengan senyum manis.
Saat itu tiba-tiba pintu terbuka dengan kuat hingga terhempas, "Ash!" teriak seorang gadis dari dalam toko dengan wajah yang sangat khawatir.
Para gadis langsung terdiam, wajah mereka penuh dengan kebingungan, Siapa dia? batin mereka saat melihat gadis itu.
Itu adalah Erine yang selalu duduk menunggu kedatangan Ash dengan penuh rasa gelisa dan khawatir.
"Te- tenanglah Nona ... dia hanya tak sadarkan diri," ujar Petualang itu mencoba menenangkan Erine.
"Maaf, tolong bawa dia ke kamar," ucap Erine, ia langsung memandu Petualang yang membawa Ash. Setelah Ash dibaringkan di atas futon, petualang itu langsung pamit untuk membantu yang lain membersihkan bekas pertempuran.
"Terima kasih," ucap para gadis.
Setelah menghantar petualang itu para gadis langsung naik ke lantai dua menuju ke kamar Ash, mereka melihat gadis berambut hitam panjang dengan pakaian putih duduk di samping Ash dengan wajah penuh kecemasan.
Luna mendekat, "Maaf, kamu siapa ya?" tanyanya karena penasaran.
Erine terkejut karena ditanyai secara tiba-tiba, ia melihat ke arah lima gadis yang berdiri di dekat pintu kamar. "Ah, pasti kalian para Pahlawan yang datang bersama dengan Ash," ucap Erine tak menjawab pertanyaan Luna.
Saat itu Erine memakai kekuatannya God Eyes untuk melihat status dari kelima gadis yang ada di depannya. "Sudah kuduga, kemampuan yang diterima oleh mereka tak sekuat dengan apa yang kuberikan pada Ash saat memanggilnya," gumam Erine lirih setelah melihat status para gadis.
"Apa yang kamu gumamkan?" ucap Luna.
"Ah, maaf tadi kamu tanya aku siapa ya? Perkenalkan namaku E-" saat hendak memperkenalkan diri tiba-tiba...
"El ... vina ... kenapa ..." Ash bergumam dengan wajah yang seperti mengalami rasa sakit.
"Elvina?" ucap para gadis.
"Tidak, itu bukan namaku," Erine langsung membalas. "Namaku Erine, dan sepertinya Ash sedang mengalami mimpi buruk," lanjutnya sambil menatap sedih ke arah Ash.
Para gadis tampak bingung, "Hei, Luna apa kamu kenal dengan gadis bernama Elvina?" Risa bertanya pada Luna karena ia adalah teman masa kecil Ash.
Luna langsung menggelengkan kepalanya, "Tidak, aku tak pernah mengenal gadis bernama Elvina."
"Tentu saja kalian tak mengenalnya, lagi pula dia-" sela Erine namun Ash tiba-tiba bangun dari tidurnya sambil mengarahkan tangan ke depan.
"Elvina!!" seru Ash dengan keras penuh dengan nada putus asa. Penuh dengan keringat dingin ia melihat sekitar, "E- Erine-sama, dan..." Ash melihat Erine dan para gadis.
Erine langsung memeluk Ash dengan lembut, "Syukurlah."
"E- Erine-sama...?" ucap Ash bingung. Saat itu Ash merasakan hawa dingin dari arah kanan, ia melihat para gadis menatapnya dengan senyuman penuh makna.