Psikopat Gila Jatuh Cinta

\=\=\=\=\=\=\=\= • Next Story • \=\=\=\=\=\=\=\=

Saat sampai di apartemen miliknya Michael merebahkan tubuhnya di sofa dengan memejamkan matanya.

'Ibu tidak pernah mengajarimu begitu nak Barra dan kau sama-sama anak ibu walaupun kau bukan lahir dari rahimku' Ucap ibu kandung Barra saat ia dan Michael sedang duduk berdua saat itu usianya 7 tahun.

"Ahh....Kenapa kata-kata ibu selalu terngiang-ngiang di kepalaku" ucap Michael saat ia membuka matanya.

Michael beranjak pergi ke kamarnya ia buka nakas kecil di samping tempat tidurnya lalu ia ambil sebuah figuran foto yang tampak usang.

"Ibu apakah aku salah membenci Barra, tapi Barra tampak bahagia Bu" ucap Michael yang menatap foto usang itu.

Michael sudah menganggap ibu kandung Barra adalah ibunya sendiri karena ia sendiri tidak mengetahui dengan jelas siapa ibu yang telah melahirkannya. Kenangan bersama ibu kandung Barra bernama Amelia adalah kenangan pertama ia memiliki sosok ibu yang membekas di hatinya.

Michael kemudian menatap kembali foto usang itu dengan perasaan rumit. Di dalam foto itu tampak dirinya waktu kecil bersama Barra kecil dan Ibu Amelia disana terlihat begitu bahagia ada senyum yang terukir manis diantara mereka bertiga di foto itu.

Michael menghela nafasnya panjang kala mendengar dering ponselnya. Ia melihat di layar ponselnya tertera nomor baru yang tidak ia kenal.

Ia abaikan panggilan telpon itu, ia saat ini tidak mau di ganggu terlebih hatinya saat ini sedang bimbang.

Kembali dering ponselnya merusak suasana hatinya ia lihat masih dari nomor telpon yang sama. Apakah ada kepentingan yang mendesak hingga berulang kali nomor itu menghubunginya.

Pada akhirnya ia memutuskan untuk mengambil ponselnya dan mengangkat panggilan masuk itu. Ia geser tombol hijau pada layar ponselnya.

"Hello Michael, gue tunggu lo di alamat yang gue kirim datanglah dalam 10 menit" ucap seseorang yang jelas Michael tahu itu suara saudara saudara tirinya.

"Buat apa lo nyuruh gue kesana" Sahut Michael.

"Kalau lo mau tahu ya lo harus datang gue nggak punya waktu berdebat dengan lo" Balas Barra langsung mematikan sambungan telepon.

Entahlah, Michael juga di buat penasaran dengan ucapan Barra. Apakah Barra mengajaknya untuk berduel atau malah Barra sudah mengetahui niatannya untuk menyekap Arlleta gadis yang juga membuatnya jatuh hati.

Dengan perasaan yang rumit ia pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri sebelum menemui Barra.

Ting....

Satu pesan masuk kedalam ponselnya dan itu dari nomor yang sama yaitu nomor Barra. Barra ternyata mengirimkan sebuah alamat, alamat yang tidak asing baginya.

Dengan perasaan yang mulai tidak karuan Michael masuk dalam mobil untuk menuju ke alamat yang Barra kirimkan kepadanya.

Sampainya di lokasi ia tampak terkejut serta heran Barra memintanya datang ke kompleks pemakaman. pemakaman siapa ini, ia sendiri tidak mengetahui hal itu.

Michael melihat motor sport Barra terparkir tidak jauh dari mobilnya berhenti. Ia keluar dari mobil mencari keberadaan Barra, hingga ia menemukan sosok Barra berdiri tidak jauh dari gundukan makam di hadapannya.

"Lo ngapain nyuruh gue kesini!" tanya Michael dengan kesal.

"Kalau bukan karena Ibu gue juga ogah nyuruh lo buat datang ke rumah ibu" Balas Barra tanpa menatap Michael ia fokus pada gundukan tanah bernisan yang bertulis nama mendiang ibunya.

"Jadi ini makam Ibu" sahut Michael dengan tatapan tak percaya.

"Gue udh penuhi janji ke ibu, bawa lo ke makamnya" Balas Barra masih fokus pada makam sang ibu.

"Janji..." ulang Michael masih tidak percaya.

"Dan ini, gue cukup lama nyimpan itu surat untuk lo demi Ibu. Kalau lo lupa gue ingatkan besok tepat 11 tahun kepergian Ibu" Barra menyerahkan sebuah surat yang tampak usang kertasnya tapi masih tertutup rapi.

Setelah mengatakan hal itu Barra pergi meninggalkan Michael seorang diri di pemakan sang ibu. Barra melangkahkan kakinya menuju motornya lalu ia beranjak pergi meninggalkan area pemakaman.

Michael masih tak percaya Barra menyimpan surat dari ibunya, surat itu masih tertutup rapat dan dapat di pastikan Barra sendiri tidak mengetahui apa isi dari surat sang itu dirinya yang hanya anak sambung bagi ibu Amelia.

Sementara Barra ia mengendarai motornya dengan kecepatan tinggi entah karena perasaan hatinya yang tidak tenang atau entah karena ia bertemu secara langsung dengan Michael.

"Kalau bukan karena Ibu, gue nggak akan menahan diri untuk membunuh lo" Ucap Barra di balik helm full face miliknya.

Barra terus melajukan motornya, karena emosinya meledak-ledak saat ini. Ia butuh pelampiasan ia butuh sesuatu yang memacu adrenalinnya.

Ciiiiiitttttttt......

Suara motor Barra karena rem mendadak yang ia lakukan, Barra menepi dan berhenti di jalan ia membuka helm full face nya lalu ia mengambil ponsel miliknya untuk menghubungi seseorang.

"Gue butuh balapan malam ini lo siapkan" ucap Barra saat sambungan telepon itu terhubung.

"Oke... Gue akan carikan lawan yang sepadan buat lo malam ini" balas Gabriel.

"Lo atur aja gue tunggu tempat biasa" balas Barra.

"Baik Bos" ucap Gabriel.

Barra memakai kembali helm full face nya, lalu ia melajukan kembali motornya menuju rumah miliknya.

Sementara Michael kini ia sudah di perjalanan pulang ke apartemen miliknya ia masih menggenggam surat pemberian Barra tadi. Ia belum siap membaca isi surat itu, entah apa isinya ia masih harus menyiapkan mentalnya untuk membuka surat dari ibu sambungnya yang dia anggap ibunya sendiri.

"Apa yang lo rasain selama ini Barra" ucap Michael memegang stir mobilnya begitu kuat.

"Apakah sama sakitnya dengan apa yang gue rasain" lanjutnya kembali kali ini tatapan mata Michael bukan lagi tatapan kebencian melainkan perasaan pedih dan sakit.

"Kenapa lo lakuin hal ini dengan gue" kembali ia membuka suaranya meluapkan emosi dari dalam dirinya.

Michael memang terlihat rapuh jika sendirian, Entah karena ia merasa tidak ada yang sayang padanya atau karena ia memang memendam semua seorang diri.

Tapi sikapnya akan berbeda jika ia bersama sang ayah, ia menjadi seseorang yang bukan dari dirinya sendiri. Ia di tuntut sempurna di hadapan sang ayah ia juga di tuntut memenuhi permintaan sang ayah yang menurutnya bukanlah kemauan dari dirinya sendiri.

Di hadapan sang ayah ia akan menjadi sosok yang kejam dan tidak ramah itulah didikan keras ayahnya yang terobsesi akan balas dendam dan selalu memprovokasi dirinya untuk selalu membenci Barra entah apa alasannya yang pasti tujuan sang ayah adalah harta dan kekuasaan.

Michael sendiri tidak mau melakukan sesuatu yang bertentangan dengan hati nuraninya, tapi ia hanya memiliki sang ayah hingga ia dewasa ini jadi mau tidak mau ia mengikuti apapun keinginan sang ayah sedari dulu.

...****************...

...****************...

...****************...