Ini tentang Naomi si gadis cantik ber-hoodie merah yang dibenci ibu dan kakaknya karena dianggap sebagai penyebab kematian sang ayah.
Sejak bertemu dengan Yudistira hidupnya berubah. Tanpa sadar Naomi jatuh cinta dengan Yudistira. Pria yang selalu ada untuknya.
Namun sayangnya mereka dipisahkan oleh satu garis keyanikan. Terlebih lagi tiba-tiba Naomi divonis mengidap kanker leukimia.
Apakah semesta memberikan Naomi kesempatan untuk memperjuangkan cintanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gulla, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23
Vano menatap tajam Naomi. Gadis kecil ini nyalinya gede juga. Bahkan dengan berani menyentuh badannya. Ia harus memberikan pelajaran pada Naomi agar tidak bisa seenaknya. Ia tidak suka jika ada orang yang meremehkannya.
"Jangan sentuh gue sembarangan!" Vano mendorong Naomi. Untung Yudistira dengan sigap menahannya. Naomi yang terkejut memegang tubuh yang menopangnya. Ia bisa lihat tatapan khawatir dari mata Yudistira.
"Anjir! Lo bilang kalau lo itu ketua geng, tapi lo bisanya nyakitin cewek dan anak kecil banci!" Bima langsung meninju wajah Vano. Ia terbawa emosi. Karena kakak iparnya disakiti. Bima meski nakal, tapi dia punya motto untuk melindungi perempuan cantik dan anak-anak. Tidak seperti Vano.
"Tarik Bima, jangan sampai bikin keributan." Yudistira memerintah Nakula dan Sadewa. Agar Bima tidak saling pukul dengan Vano. Bima itu tidak bisa mengontrol emosinya. Yudistira tidak ingin ada peperangan lagi.
"Kamu nggak apa-apa?" tanya Yudistira khawatir.
"Enggak kak. Cuma kaget aja." Yudistira membantu Naomi berdiri. Rahangnya mengeras, sudah ia duga Vano itu licik. Bahkan belum mulai pertandingan saja. Lelaki itu sudah bermain kasar dengan Naomi.
Yudistira melangkah maju, tangannya terkepal marah. Meski ia ingin menghabisi Vano secepatnya. Namun ia masih waras untuk tidak melakukan hal gila itu. Ia tidak suka kekerasan.
"Sekali lagi lo berani nyakitin Naomi. Gue nggak bakal segan-segan bikin lo menghilang dari kota ini." Ancam Yudistira dengan tatapan membunuh.
Vano tersenyum kecil, “Well, kita lihat nanti.”
“Aku nggak apa-apa kak, lebih baik kita selesaikan pertandingan ini.” Naomi melerai. Ia tidak ingin berlama-lama di sini. Seharusnya ia bisa menggunakan waktunya untuk belajar malah jadi terbuang percuma.
Kemudian pertandingan dimulai. Naomi dan Vano sudah berada di motor mereka masing-masing. Yudistira tak tenang melihat kepergian Naomi. Ia khawatir, ia takut jika sesuatu yang buruk terjadi pada gadis itu. Ia tidak bisa membayangkan jika hal yang dulu pernah terjadi padanya akan terjadi pada Naomi.
“Mau, ke mana Kak?” Arjuna menghadang Yudistira yang ingin mengambil motor.
“Nyusul Naomi.” Yudistira mengeluarkan kunci motornya. Ia akan mengikuti mereka dari belakang. Hati Yudistira tidak tenang sama sekali. Bagaimana jika Naomi jatuh atau dilukai oleh Vano? Padahal Yudistira lebih suka mereka bertanding didekat hutan Pinus dari pada disini.
“Tenang Kak. Kita percayain semua ini sama Naomi. Kakak ipar nggak selemah itu. Lagian anak buah Vano nggak bakal ngizinin lo ngikutin mereka.” Nakula menyahut, di tengah pembicara kedua orang itu. Sedangkan Bima dan Sadewa sibuk mengawasi Atta teman Vano.
Yudistira terdiam sambil meremas kunci motornya kuat. Awas saja jika Naomi terluka sedikit saja! Yudistira akan membuat perhitungan pada pria itu.
***
Naomi melajukan motornya dengan kecepatan penuh. Ia berusaha untuk menyalip Vano. Tekadnya satu mengalahkan Vano untuk berhenti menggangagunya. Bisa dikatakan Naomi benar-benar gila sekarang. Meski ia tidak ahli dalam mengendarai motor, tapi ia masih ingat kata-kata Bima. Adik Yudistira itu berkata kalau mau menang gas terus aja.
Keajaiban berpihak pada Naomi. Ia berhasil menyalip Vano. Kemudian, ia mengangkat tangan kirinya lalu menjulurkan jari tengahnya ke arah Vano seakan meledek pria itu. Naomi sengaja ingin membuat Vano emosi karena tersaingi oleh anak perempuan sepertinya. Ia terkekeh membayangkan bagaimana reaksi Vani yang tertinggal di belakanganya.
“Bangs*t!”
Vano mengeram marah, tanpa sadar ia menambah kecepatannya mengejar ketinggalannya. Ada satu hal yang ia inginkan, yaitu membuat motor gadis itu terbalik.
Vano menyeringai, ia tidak peduli jika Naomi seorang wanita sekalipun. Baginya wanita hanyalah mahluk lemah yang harus dibasmi. Sama seperti ibunya dulu yang telah membuang dan meninggalkannya.
Kemudian, Vano menyenggol motor Naomi dengan kakinya saat belokan. Sontak Naomi terkejut, ia jatuh. Naomi meringis, untung ia masih bisa mengontrol diri. Namun, Berbanding terbalik dengan Vano yang tidak menyadari adanya tikungan tajam yang menukik ke bawah. Vano terlempar dari motornya dan jatuh terguling di jalan yang menurun itu. Helmnya juga terlepas.
Naomi menganga melihat itu, ia mengangkat motornya yang jatuh, lalu menghampiri sosok Vano yang tak berdaya. Meski cowok itu jahat padanya, sisi kemanusiaan Naomi masih ada. Ia mencoba menolong Vano. Andai saja jika ia bukan orang baik, sudah Naomi tinggal cowok ini. Sudah dipastikan besok akan ada berita telah meninggalnya si Vano. Lalu Naomi akan tertawa bahagia karena berhasil membuat Vano berada di neraka.
“Kak, kamu baik-baik aja?” Naomi takut ketika melihat darah yang mengalir dari kepala Vano. Cowok itu terlihat mengerang kesakitan.
“Bertahan, Kak.” Naomi mencoba mendudukkan Vano di motornya. Ia mengangkat pria itu sekuat tenaga. Lalu ia melingkarkan tangan Vano di pinggangnya. Ia juga mengikat tangan cowok itu agar tidak jatuh.
Naomi melajukan motornya dengan cepat. Semoga saja Vano bisa diselamatkan. Ia tidak ingin ada korban dari pertandingan ini.
***
“Itu bukannya Naomi?” Sadewa bersorak bahagia, melihat sosok Naomi yang lebih dahulu hampir mencapai garis finish. Ia juga bersyukur motornya tiba dengan selamat. Sedari tadi ia mengkhawatirkan motor barunya itu.
“Tapi, dia kok bonceng orang?” Mata Nakula menyipit melihat sosok laki-laki dibelakang tubuh Naomi.
“Kita samperin!”
Yudistira yang lebih dahulu mendekat. Ia terkejut mendapati sosok Vano yang tidak berdaya di belakang Naomi. Bagaimana bisa ini terjadi? Kenapa Vano bisa terluka begitu parah?
“Tolongin, Kak Vano dia jatuh tadi.”
“Kita harus bawa dia ke rumah sakit cepat. Kepalanya berdarah.” Seru Naomi membuat cowok-cowok disitu panik. Dalam hati ia mengeluh, kenapa hanya ia yang perempuan sendiri di sini.
Teman Vano yang melihat itu langsung membawa Vano pergi, tapi ada beberapa juga yang menyalahkan Naomi. Bahkan, menuduh Naomi penyebab kecelakaan Vano. Untungnya Yudistira menjadi penengah disana. Cowok itu dengan sigap menjadi perisai bagi Naomi.
“Sekarang bukan saatnya tuduh-tuduhan siapa yang salah! Lebih baik lo, lo pada urus bos lo itu sebelum dia mati disini. Bacot lo semua nggak bakal bisa bikin Vano sembuh! Lo mau dia mati sekarang?”
Yudistira marah, ia tidak terima jika Naomi disalahkan. Ia yakin, Naomi tidak sepicik itu mencelakai Vano. Kalau benar Naomi melakukannya, lalu untuk apa gadis itu bersusah payah membawa Vano kesini untuk segera diobati.
“Jangan pernah ganggu Naomi lagi!” Kemudian anak-anak wolves memilih pergi dari tempat. Mereka sadar ini bukan waktu yang tepat untuk bertarung. Tapi, nanti setelah Vano sadar mereka akan membalas semuanya.
“Kamu nggak apa-apa?” tanya Yudistira khawatir. Ia menelisik setiap inchi wajah Gadis itu.
“Tadi aku cuma jatuh, Kak.”
“Ada yang luka?”
“Enggak kak. Aku malah khawatir sama Vano.”
“Kak, kenapa tadi kita nggak nelpon ambulan aja?” Naomi nampak cemas ketika melihat sosok Vano dibawa pergi teman-temannya.
Yudistira terdiam, ia tidak suka Naomi mencemaskan Vano. Yudistira yakin, Vano
hanya luka biasa. Tidak separah ia dulu. Dulu Yudistira tertabrak motor
tubuhnya dan kakinya terlindas motor pembalap lain dibelakangnya
badannya terlempar dari motor.
“Tenang, Naomi. Aku yakin Vano baik-baik aja. Jadi cerita gimana kejadiannya? Kenapa Vano bisa kecelakaan?”
“Dia tadi nyenggol aku. Terus dia jatuh gitu aja waktu ada tikungan ke bawah.” Jalanya yang mereka lalui itu menyeramkan sekali turun naik dan berkelok-kelok. Bahkan jalannya tidak mulus.
“Kena karma dia ternyata. Rasakan itu Anji*g mengeong.” Bima tiba-tiba ikut menimbrung. Ia tersenyum senang atas apa yang terjadi pada Vano. Sedangkan Yudistira mengepalkan tangan marah. Dugaannya benar Vano
berniat mencelakai Naomi tapi malah berujung naas.
“Orang kayak dia nggak usah dikasihani. Itu resiko dia sendiri. Seharusnya dia itu gentle jadi cowok, sama cewek aja nggak ngalah.” Arjuna menyuarakan pikirannya.
“Apa yang Juna katakan benar. Sebaiknya kita pulang istirahat. Biarkan kejadian ini jadi pelajaran buat Vano agar tidak semena-mena lagi sama kamu,” ucap Yudistira. Kemudian, menuntun Naomi ke arah motornya.
Jujur Naomi tidak bisa tenang. Karena bayangan Vano yang jatuh itu terus berputar-putar di kepalanya. Pasti rasanya menyakitkan sekali. Semoga saja Vano bisa memperoleh pengobatan yang maksimal. Ia akan menjenguk
pria itu besok. Bagaimanapun caranya.
***